✨✨✨

Aku menatap menu yang di berikan pelayan ke mejaku dan Gaffriel. Aku melirik Gaffriel dengan wajah datar menatap menu sepertiku. "Friel, mesen apa?" Tanyaku karena aku tidak pernah makan di tempat kesukaan Gaffriel.

"Kepo," Sahutnya singkat tanpa menatapku. Aku mendengus tidak percaya dengan tanggapan Gaffriel. "Tuh, kan! Harusnya lo sebagai cowok tuh kasih pengarahan sama perempuan, apalagai ini restoran kesukaan elo," Kataku selayaknya menjelaskan materi pada murid.

Lagi pula hal kecil seperti ini masa harus di jelaskan, atau benar-benar Gaffriel yang cuek. "Terus gue harus bilang apa?" Tanya Gaffriel dengan datar.

"Ya, lo jelasin makanan yang enak. Ih, gak ada jiwa marketing sama sekali lo, gak asik!" Ejekku.

Tentu dia biasa saja walau di ejek, Gaffriel tampak biasa saja dengan ucapanku. "Makanan yang enak ya bakso, cuma ada pilihan baso urat sampe yang ada cabe nya. Itu kan selera lo, masa selera gue sama lo sama." Jelasnya begitu tegas membuatku tegang.

Sepertinya aku juga bodoh, apa aku bodoh bertanya hal sepele?

Aku menyengir kuda, "Hehe, lagian lo diam aja. Lain kali kalo ke tempat yang lo sering kunjungin tapi orang yang lo ajak gak pernah ke sana, lo jelasin semisal dia nyediain makan atau minum apa atau jelasin apa yang buat lo milih tempat itu buat makan,"

"Ya buat makan, janin pun tau fungsi restoran," Sahutnya cepat.

"Ah, tau ah kesel sama lo."

"Ya, maaf. Gue suka baso urat, enak urat nya kayak jelly,"

Aku tertawa dengan penjelasan Gaffriel yang menurutku lucu apalagi bagian 'jelly' yang dia ucapkan dengan wajah entah, tidak bisa ku jelaskan. "Jelly, ya? Yaudah, gue mau baso isi cabe, enak cabe nya kayak pedes gitu,"

Dia tidak tertawa, menyengir pun tidak. Padahal aku membuat lelucon walau terdengar cringe sama sekali. "Ketawa kek pelit banget."

"Hahaha," Tawa nya tentu terpaksa.

"Ish, pengen banget gue gerek muka datar lo."

"Mau mesen cabe atau urat?"

"CABE!" Ujarku kesal.

"Mba, urat satu, cabe satu,"

"Cabe-cabean aja, Mba biar di godain dia," Kataku pada pelayan disana. Pelayan tersebut tertawa kecil. "Janda aja, Mba,"

Percayalah, itu Gaffriel yang bicara. Tolong berikanku staples agar tidak bisa bicara sekalian Gaffriel.

Aku turun dari mobil Gaffriel, lelaki itu juga ikut turun. "Pulang gue jemput,"

"Nggak usah! Sama janda UI aja lo." Sinisku masih kesal akan ucapan Gaffriel.

"Lo aja yang di depan gue,"

Aku menatap wajah Gaffriel datar. Lalu detik berikutnya dia menampakan wajah konyol nya membuatku tertawa, "Bercanda deng," Katanya.

Aku terkekeh disana wajar saja aku cukup receh, "Serem muka lo, jir! Hahahah,"

Dia merubah wajahnya kembali datar, "Lebih baik diem kan. Gue pergi,"

Aku mencekat lengan Gaffriel cepat merasa tidak enak, "Lo marah? Bercanda juga tau!"

"Nggak, gue mau pergi kampus,"

"Tadi lo bilang mending diem aja, gue jadi nggak enak?"

Gaffriel menggeleng, "Gue gak marah, cuma ngungkapin kalo gue lebih baik diem daripada gue kayak tadi,"

Metanoia Where stories live. Discover now