RED 19

12.1K 665 1
                                    

"Duduk!" Tavish memerintahkan Sierra yang sejak tadi masih terpana memandang isi rumahnya.

Wanita itu sempat menambrak punggung lebar Tavish karena terlalu terpukau dengan isi rumah bosnya.

"Maaf pak."

Tavish langsung memilih duduk di hadapan Sierra. Sebelum itu dia meletakkan koper Sierra di samping tempat duduknya.

Tatapan Tavish kembali kurang fokus karena terus melihat sikap Sierra yang menggemaskan. Bayangkan saja, wanita itu melihat pemandangan rumah Tavish dengan wajah yang menganga dan penuh antusias. Dan kenapa wajah itu terlihat sangat menggemaskan baginya. Astaga Sierra! Bisakah kamu berhenti terlihat menggemaskan seperti ini!

"Sierra." Panggilnya lagi yang kini direspon Sierra.

"Eh! Iya pak."

"Untuk dua minggu ini kamu akan ada disini membantu saya menyelesaikan project Nadine."

"Dua minggu? Tapi kerjaan saya yang disana bagaimana?"

"Tetap kamu kerjakan disini." Sierra mendengus kesal. Banyak sekali pekerjaannya. Kalau dia di kantor kan masih bisa sedikit beristirahat. Tapi kalau bekerja dengan Tavish secara langsung seperti ini. Sierra yakin pria itu akan menyuruh nya ini itu dan membuatnya tidak bisa beristirahat.

"Saya gak bisa pak. Saya juga masih harus ketemu beberapa penulis yang karyanya saat ini saya handle."

"Suruh Dino yang menemui mereka." Kata Tavish lagi seenaknya.

Sierra mendengus kasar. Keras kepala sekali. "Pak, Dino juga masih banyak pekerjaan. Saya enggak mungkin suurh dia gantiin saya."

"Kalau begitu biar saya yang telepon dia." Tavish segera mengelurakan ponselnya dan menghubungi Nasta. Untuk menyuruh Dino menghandle pekerjaan Sierra jika ada janji temu dengan penulis.

"Sekarang kamu tidak bisa mengelak." Katanya setelah mematikan telepon. Sierra hanya bisa diam saja tanpa mau banyak membantah. Semua terlihat percuma. Mau dia membantah pun Tavish tetap dengan pendiriannya. Pria egois yang tidak mau mengalah.

"Sekarang, kamu akan tinggal di apartemen saya."

"Huh!" Apalagi ini?

"Selama dua minggu ini kamu akan tinggal di apartemen saya Sierra. Bukan disini. Di rumah orang tua saya."

"Kenapa?" Tanya Sierra yang masih terkejut. Dia bukan tidak suka karena tidak tinggal di rumah orang tua Tavish. Tapi dia terkejut kenapa harus di apartemen bosnya. Dia kan bisa tinggal di hotel. Ya, di hotel lebih baik dari pada harus di apartemen bosnya.

"Karena orang tua saya akan terkejut jika melihat ada orang asing di rumahya." Itu jelas hanya alasan seorang Tavish. Dia hanya khawatir ibunya memberondong Sierra dengan banyak pertanyaan dan nantinya membuat wanita itu tidak nyaman. Tavish juga masih takut jika dirinya nanti akan melakukan aksi bodoh selama di rumahnya dan Sierra bisa melihat itu secara langsung. Bisa hancur reputasinya sebagai seorang Tavish Daan yang sempurna.

Tapi, alasan sebenarnya dia menyuruh Sierra tinggal di apartemen nya mungkin bisa membuat dirinya dekat dengan Sierra. Mengingat itu saja membuat senyuman Tavish muncul. Oh come on! Jernihkan otak mu Daan!

"Bukan itu pak. Maksud saya kenapa harus di apartemen bapak? Kenapa tidak di hotel? Saya bisa tinggal di hotel."

Jelas Tavish menolak hal itu. Kalau Sierra tinggal di hotel, dia tidak akan bisa mengganggu Sierra dan menyuruhnya ini itu karena kunci kamar pasti di miliki Sierra. Tapi beda jika di apartemennya. Dia memiliki akses penuh. Anggap saja siasat buruk ini hanya ada didalam otak Tavish.

"Menghabis kan uang." Balas Tavish singkat. Kebohongan besar bagi seorang Tavish yang bilang jika menginap di hotel menghabiskan uang. Hampir separuh hotel di Singapura adalah miliknya dan keluarganya. Kenapa dia harus takut uangnya habis.

"Ck!"

"Apa kamu baru saja menggerutu Sierra?" Tanya Tavish datar. Dan membuat Sierra langsung menunduk takut. Kembali seringai Tavish keluar. Dia masih terus ingin mengerjai Sierra dengan wajah datar dan dinginnya. Karena melihat wajah Sierra yang takut padanya sungguh sangat menggemaskan. Dan entah kenapa itu sudah menjadi salah satu mainan kesukaannya.

"Kalau begitu ayo kita pergi." Tavish sudah berdiri dan memegang koper Sierra di sebelahnya.

"Kemana?" Tanya Sierra polos.

"Apartemen saya Sierra." Tekan Tavish.

"Oh. Sekarang?" Tavish hanya bisa menggeleng kan kepalanya melihat Sierra yang begitu polos.

"Tidak. Besok kita perginya." Balas Tavish asal.

"Ya kalau gitu kenapa harus pergi sekarang?" Sierra masih duduk dengan wajah polosnya. Entah kenapa membuat Tavish ingin sekali memakannya karena gemas.

"Itu hanya sindiran Sierra. Astaga!"

"Oh! Lagian kenapa bapak enggak bilang sih!"

Tavish hanya bisa menepuk jidat lebarnya. Sungguh wanita ini memang terkadang sangat menggemaskan dan mengesalkan.

"Ayo pak. Katanya kita mau pergi." Ajak Sierra yang kini sudah memimpin jalan didepan.

"Huh! Wanita itu benar - benar." Gumam Tavish menatap punggung Sierra yang berjalan keluar dari rumahnya. "Awas saja kamu."


^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Where stories live. Discover now