RED 73

8.4K 412 16
                                    

Semalaman Tavish tidak bisa tidur dengan tenang. Kantung matanya menghitam. Memikirkan kata-kata Dino akan Sierra yang ingin pergi membuat kepalanya ingin pecah.

Kemana kamu mau pergi? Apa aku sangat menyakiti hatimu?

Tavish tidak munafik jika dia sangat merindukan Sierra. Berada di dekat wanita itu membuatnya nyaman dan bahagia. Tapi, seolah ada satu tembok besar yang selalu menghalangi hatinya untuk kembali. Dia merasa jika perasaannya akan membuat Tavish lupa akan tanggung jawabnya sebagai kakak. Karena hubungannya, Anna, adiknya menderita tanpa sepengetahuannya. Dan Tavish sangat membenci itu.

Jadi, setiap kali dirinya memikirkan Sierra dan perasaan bersalahnya. Tavish selalu mengelak dan mengatakan dalam hatinya jika semua yang dilakukannya sudah benar. Dengan dia yang fokus menjaga adiknya. Dia tidak perlu memikirkan hal lain. Dan menyakiti wanita itu lebih jauh.

"Lupakan. Sekarang fokus kepada Anna." Daan yang sejak semalam bersandar di ranjangnya mencoba bangun.

"Lebih baik aku mengecek sebentar keadaannya. Setelah itu aku bisa tenang untuk melepasnya."

***

Kecanggungan kini sangat kental terasa di dalam kamar inap Sierra. Kedatangan Tavish pagi ini membuatnya yang baru saja keluar dari kamar mandi terpaku.

Keduanya sempat terdiam beberapa detik sampai dimana Sierra membuang wajahnya ke arah yang lain. Kakinya perlahan-lahan berjalan ke arah kasurnya sambil memegang perutnya yang sedikit sakit.

Tavish belum sama sekali mengeluarkan suara. Matanya ibarat cctv yang terus memantau kemana arah Sierra bergerak dan apa yang dilakukannya.

"Auh!" Ketika Sierra hendak naik ke atas kasurnya. Perutnya yang sejak semalam sakit kembali terasa.

Tavish ingin bergerak mendekati Sierra. "Apa kamu tidak apa-apa?" Dia menatap iba wanita yang pernah menjadi seseorang yang spesial di hatinya.

"Jangan mendekat!" Perintah Sierra dengan tegas. Dia tahu Tavish terus berjalan kearahnya. Setelah dirinya berhasil menaiki ranjangnya. Sierra masih kembali membuang muka.

"Apa yang anda lakukan disini pak?" Suara datar Sierra keluar karena dia merasa pria itu sama sekali tidak mengeluarkan suara. Sierra sudah jengah melihat wajah Tavish. berharap pria itu segera pergi dari hadapannya.

Wajah Sierra sama sekali tidak menatap ke arah Tavish. Seperti dirinya yang pernah menjanjikan Tavish untuk tidak menunjukkan wajah lagi didepan pria itu. Sierra justru sibuk membuka beberapa obat yang sudah di siapkan suster tadi. Semua itu tidak luput dari pandangan Tavish.

"Apa keadaan mu sudah baik-baik saja?" Meskipun mencoba untuk terdengar biasa saja. Tapi raut wajah khawatir yang Tavish rasakan sangat terasa.

"Seperti yang anda lihat pak." Sierra kembali mengeluarkan kata-kata sopan. Seolah semua kedekatan mereka tidak pernah terjadi. Hilang begitu saja. Padahal baru beberapa minggu yang lalu mereka masih menunjukkan keromantisan seperti biasa. Sekarang semua itu tak tersisa lagi.

"Aku ... Hmm... Saya kesini hanya..." Tavish entah mengapa menjadi sangat gugup di depan Sierra saat ini. Padahal kemarin dirinya yang sudah memutuskan Sierra dengan cara paling tidak berperasaan. Tapi ketika dia menatap langsung sosok yang sudah disakitinya membuat keberaniannya kemarin lenyap.

"Bisakah anda pergi pak? Saya tidak ingin bertemu anda saat ini. Bahkan mungkin setelah ini. Jadi saya harap anda tidak perlu lagi menunjukkan niat baik anda untuk menjenguk karyawan anda seperti ini." Balas Sierra memotong ucapan yang akan keluar dari mulut Tavish.

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Where stories live. Discover now