RED 14

11.1K 641 2
                                    

Bisakah Tuhan menghentikan waktu untuk saat ini saja? Astaga! Sepertinya dia sudah membuat kesalahan besar. Jantung nya seolah ikut berhenti berdetak. Bagaimana tidak? Setelah adegan pemutusan sepihak sambungan telpon darinya. Kini Tavish kembali menagih janji sesuai dengan waktu yang Sierra tetapkan.

Kenapa dia harus tepat waktu sih telponnya! Bos menyebalkan!

"Rasain lo! Lagian bukan nya lo sabar kalau berhadapan sama si bos. Ini lo malah bentak dia hahaha ... sekarang takut sendiri kan?" Ejek Dino yang langsung mendapat lemparan bantal sofa dari Sierra.

"Monyet lo, Din. Bisa diem gak! Gua nggak butuh ejekan lo. Lo sama sekali enggak membantu."

Fyuhh! Sierra mencoba menenangkan dirinya terlebih dulu. Tarik nafas lalu buang. Sierra kini menatap ke arah laptopnya dan menekan panggilan skype untuk menerima panggilan Tavish.

"Bagaimana, Nona Sierra? Sudah selesai?" Tatapan datar Tavish terpampang nyata begitu Sierra melihat ke arah laptopnya.

"S..sudah pak" Jawabnya sedikit terbata.

"Sudah kirim ke e-mail saya?"

"I..iya pak."

Kening Tavish mengerut mendengar jawaban Sierra yang terbata - bata. Dia tahu Sierra pasti takut dengannya. Terlihat jelas dari tatapannnya dan gaya bicaranya.

"Ada apa?"

Sierra hanya bisa menggeleng dengan kaku. Dia merasa masa depannya akan suram. Jika Tavish memecatnya. Dia sudah pasti akan jadi gelandangan. Walaupun dia sudah bekerja lama diperusahaan itu. Tapi jika salah satu karyawan di pecat oleh sang atasan. Sudah pasti dia tidak akan di terima di perusahaan manapun. Karena Tavish dengan kuasanya bisa memastikan itu sendiri. Ah! Ini adalah pekerjaan yang sudah lama menjadi cita-citanya. Jika karirnya berakhir disini. Sudah pasti orang tuanya akan senang. Sejak lama kedua orang tua Sierra memintanya untuk segera menikah dan melanjutkan bisnis keluarga. Huh! Mendengarnya saja sudah membuat Sierra lelah.

Tatapan Tavish membuat Sierra mati gaya. Sejak tadi kepalanya ingin pecah karena memikirkan akan jadi apa dia nanti jika dipecat.

Ah! Ibu! Apa memang aku sebaiknya menjadi ibu rumah tangga saja?

Eh! Tapi ibu rumah tangga? Jika aku nggak punya suami? Gimana bisa jadi ibu rumah tangga? Bodoh!

"Sierra!" Teguran Tavish dengan suara tegasnya membuat Sierra terbangun dari semua rencana yang tengah disusunnya.

"Iya pak."

"Mana? Kamu bilang kamu sudah ..."

Sierra langsung menundukkan kepalanya. "Maaf pak. Saya masih butuh waktu sebentar lagi." Katanya memotong Tavish sebelum pria itu kembali mengamuk.

Tatapan Tavish langsung berubah tajam ke arahnya ketika akhirnya Sierra mengangkat kepalanya. Detik itu juga dia merasa jika nyawanya seakan - akan di ambil. Kedua mata Tavish yang tajam dan datar membuat Sierra benar - benar takut.

"Sierra." Panggilan dalam itu membuat Sierra kembali meneguk ludahnya kasar.

Sudahlah. Mau apalagi. Kalau di pecat, aku pasrah.

"Maaf pak. Kalau bapak mau pecat saya detik ini saya terima." Kata Sierra dengan menutup kedua matanya. Dia benar - benar takut menatap Tavish sekarang.

Please tuhan! Selamatkan masa depanku.

Sedangkan didepannya, Tavish menatap Sierra dengan wajah bingung. Kenapa wanita itu terlihat takut sekali dengannya? Memang dirinya semenyaramkan itu?

"Sierra. Tatap mata saya." Perintah Tavish.

"Iya pak."

Ketika dia akhirnya berhasil menatap kedalam mata Sierra. Tavish seolah terpaku. Ketika matanya tak sengaja menatap kedalam mata Sierra. Dia mengakui jika mata berwarna coklat gelap itu menarik dirinya hingga jatuh kedalam tempat yang sangat nyaman.

mata yang sangat indah.

Tavish mencoba memfokuskan pikirannya sebelum Sierra menyadari bahwa dia sempat terpana dengan kedua mata indah milik wanita itu.

"Saya tidak akan memecat mu Sierra. Setidaknya belum. Ini baru kesalahan awal. Saya harap ini yang pertama dan terakhir. Jadi, saya harap kamu bisa fokus dan menyelesaikan pekerjaan ini dengan baik dan sempurna."

"Baik pak. Terima kasih karena tidak memecat saya."

Tavish kembali menatap Sierra dengan dalam. "Belum. Saya harus melihat kinerja kamu dengan sempurna Sierra. Kalau tidak, nasib mu akan sama dengan Dino." Tekannya lagi.

Mendengar namanya disebut. Dino langsung terduduk tegap. Bos kampret memang. Moto hidup penuh kesempurnaannya menyengsarakan nasib seluruh karyawan.

"Baik pak."

"Saya tunggu hasilnya jam 7 malam ini."

Tut.

Setelah panggilannya mati. Sierra dan Dino bisa bernafas dengan lega. "Gila! Tuh orang kenapa suka banget bikin darting sih!" Sahut Dino yang kini punggungnya bersandar di sofa.

Kenapa Sierra yang mendapat telpon dari Tavish, tapi dirinya juga yang merasakan tekanan.

"Masa depan gua suram!" Dengan kesal Sierra mengacak rambutnya.

"Tenang. Gua bantuin revisi hari ini. Supaya nanti pas dia telpon, lo nggak kena oceh lagi." Dino menepuk pundah sahabatnya dengan pelan.

"Thanks."

"Sebaiknya kita siapin makanan dan cemilan. Sebelum memulai perang." Dengan cepat Dino mengambil ponselnya dan memesan makanan dari ponselnya.

"Lo yang bayar kan?" Tanyanya dengan menunjukan senyuman manis ke arah Sierra yang terlihat sangat menjijikkan. "Iya. Tapi setelah gaji lo utuh. Lo harus balikin dua kali lipat."

Dino mengarahkan tangannya ke atas kepala seperti sedang hormat. "Siap boss!"

^^^

RED: He is A Mr. Perfect (Revision)Where stories live. Discover now