Chapter 9 | Ex-boyfriend and Guy in the Music Room

10.7K 698 22
                                    

Selamanya, pengkhianatan tidak dapat dibenarkan.

9

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

9.

Ex-boyfriend & Guy in the Music Room (Mantan pacar & pria di ruang musik)
______________________________________

Siapa Aurora? Pertanyaan itu masih saja terlintas di dalam kepalaku. Jika bukan karena dering bel sialan yang harus berbunyi, pertanyaan itu pasti sudah terjawab dari mulut Dixie. Tapi sialnya, aku harus menunggu waktu makan siang untuk menghilangkan rasa penasaranku.

"Ms. Glory, apa yang sedang kau pikirkan?"

Pertanyaan dari Mrs. Larkin—wanita bertubuh tinggi dan kurus dengan rambut panjang hitam yang  mengajar biologi di depan belasan murid di dalam kelasku— membuatku tersadar dari lamunan. Aku mendongak lalu menyahut, "oh bukan. Aku hanya ingin pergi ke toilet."

"Oh. Silahkan."

Tanpa pikir panjang aku beranjak dari kursi, keluar dari kelas dengan langkah sedikit cepat menuju toilet yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kelasku. Tidak butuh waktu lima menit, aku sampai di dalam toilet sekolah.

Lantas aku mendekati wastafel, merogoh ponsel pada saku celana jeans yang aku pakai. Segera mencari kontak Dixie dan mengirimkannya sebuah pesan dengan jemari yang menari lincah di atas keyboard.

D! Temui aku di toilet sekarang juga!

Aku sungguh penasaran tentang Aurora!

Berakhir menghela napas panjang, aku menyimpan ponsel  dengan case bening sehingga lambang apel yang tergigit terlihat jelas. Aku berharap, Dixie membaca pesanku.

Sembari menunggu aku menatap pantulanku pada cermin besar di depan mata lalu menata rambutku yang sedikit berantakan. Namun sesuatu yang menembus gendang telinggaku membuatku mengalih pandang.

Clek!

Terdengar suara pintu salah satu bilik terbuka. Sesuatu yang membuat aku membulatkan mata dengan sempurna dan bibir yang terbuka lebar. Saat seorang pria yang tidak mungkin tidak aku kenal keluar dari bilik tersebut.

Granger.

"Hell! Apa yang... kau lakukan di sini?!"

Granger tersenyum. "Titania, lama tidak berjumpa." Pria berbadan kekar itu lantas berjalan mendekatiku.

Aku melotot. "Kenapa kau berada di toilet perempuan?!" sontak aku memekik. "Pergilah!"

"Ya, aku tidak bisa menahan. Daripada aku harus buang air kecil di celana, lebih baik aku masuk ke dalam toilet perempuan daripada menunggu antrian yang penuh di toilet pria," jelas Granger diselangi dengan kekehan.

TIGER [COMPLETED] Where stories live. Discover now