Caroline menjadi bingung.

"Dari hari ini sampai hari rabu, kita classmeeting, sayang," ucap Dora memberitahu setelah puas menertawakan Caroline yang masih terlihat bingung.

"Masa sih?" tanya Caroline tak percaya.

Dora dan Mackie mengangguk gemas.
"Buruan siap-siap! Daripada kena marah Bu Jun sama ketua osis."

Caroline berdecak malas dan bukannya segera bersiap-siap, gadis berambut panjang lurus itu malah menidurkan kembali tubuhnya serta memeluk gulingnya dengan erat. Tangannya menutup mulutnya yang terbuka karena menguap.
"Gue masih ngantuk. Gue dateng jam 8 aja," ucapnya malas, lalu menutup kelopak matanya siap menyelam alam mimpi(lagi).

"Bangun atau gue kasih ular beneran?" ancam Dora menyilangkan kedua tangannya didada.

Caroline kembali membuka matanya dan menatap gadis itu dengan menantang. "Mana ularnya? Gue gak takut!"

"Masa iya?" tanya Mackie sarkastik.

Caroline mengangguk meng-iyakan dengan dagu diangkat tinggi seolah-olah ucapannya memang benar adanya.

Dora dan Mackie saling melirik menyeringai. Lalu, melirik kearah bawah meja belajar Caroline yang tiba-tiba terdapat sebuah ekor yang bergerak-gerak dan berjalan entah kemana.

Caroline yang melihat itu, sontak terkejut setengah mati. Matanya seolah tak percaya apa yang ada dihadapannya. "Itu...beneran ular?"

"Bukan," balas Mackie santai.

"Tapi, snake," sahut Dora dengan menyeringai puas.

Baru saja Caroline ingin bernapas lega, menjadi tidak jadi. Bahkan gadis itu sudah lari terbirit-birit ke kamar mandi layaknya sedang dikejar setan.
"Gila lu pada! Dapet darimana itu ular?! Gue tendang ke laut isi piranha mati lu pada!"

Dora dan Mackie yang mendengar Caroline mengoceh tak jelas dari dalam kamar mandi pun tertawa terbahak-bahak. Mereka bertos ria dengan senyum licik.
Mackie berjalan menuju bawah meja belajar Caroline, menunduk kebawah dan mengambil ularnya. Itu hanya ular mainan yang bisa dimainkan dengan remote control.

"Kita memang cerdas, Dor!" Mackie menyikut lengan Dora dan tertawa bersama.

"Pasti!"

***

Caroline menaruh tas sekolahnya dibawah dekat kursi dan duduk dikursinya dengan tangan yang meraih ponsel disaku seragam. Jarinya dengan lentik menari-nari diatas layar ponsel dan tak mempedulikan sekitar. Pandangan mata yang ditujukan Dave dan Rakha pada dirinya pun ia tak tahu dan tak mau tahu.

Sama seperti Caroline, Dora dan Mackie pun sibuk dengan ponsel masing-masing.

Rakha mengalihkan tatapannya pada Dave yang duduk disampingnya dengan pandangan bingung. "Alfian mana ya? Tumben dia belum dateng."

Dave mengedikkan bahunya tak tahu. "Bentar lagi juga dateng, tunggu aja."

Tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian serba mini dan seorang lelaki dengan tampang kebule-buleannya muncul di ambang pintu. Tak lupa tangan mereka yang saling menggenggam.

Anak-anak kelas yang melihat itu seketika bersiul menggoda mereka berdua.
"Ciee, udah jadian aja nih!"

"PJ nya dong!"

"Uhuy!"

Caroline tak merasa terganggu dengan suasana yang berisik disekelilingnya, matanya tetap terfokus pada satu inti. Ponsel.

Enemy But FriendsWhere stories live. Discover now