1 - Mimi Peri

7K 217 6
                                    

New York City

Author Pov

New york, kota yang padat dengan manusia, mungkin bisa masuk dalam milyaran manusia. Kota ini penuh dengan bangunan-bangunan tinggi yang bisa mencapai seribu lebih lantai. Kota ini dikenal dengan orang-orangnya yang selalu sibuk, hingga banyak orang yang menilai kota ini kota tidak pernah tidur. Ya memang benar, orang-orang disini pekerja keras, penggila kerja, hingga kota ini maju dengan pesat, dan jaya.

Kota ini juga kota penuh mafia, para penjudi, penggila night club, dan kejahatan bertebaran.
Kota ini sangat indah saat malam hari. Lampu kerlap-kerlip disepanjang jalan, dengan bangunannya yang tinggi, disertai dengan bulan, dan jalan yang masih penuh dengan manusia yang berlalu lalang. Tidak ada yang tidak ingin tinggal disini, tidak ada yang ingin meninggalkan kota ini bila sudah nyaman dengan kota ini, sama hal nya dengan seorang perempuan cantik, dengan badannya yang bodygoals, kulitnya yang putih, kakinya yang jenjang, mata dengan iris coklat yang indah, hidung yang mancung, bibir yang tipis yang selalu berwarna cherry, dan rambut coklat yang bergelombang. Ia bernama Caroline Giselle Audison.

Dia tidak mau meninggalkan kota ini, tapi apalah daya mom dan dad nya, Farrah Ellaine Audison, dan Michelle Aland Audison menyuruh nya untuk pindah ke Indonesia karna mereka tidak tahan dengan kelakuan bandel anak perempuannya.

Ia sudah bilang bila ia tidak mau pindah, tapi mereka tetep pada keputusan yang sama, dan mereka sudah mendaftarkan dia di sekolah baru yang menurut mereka bisa membuat dia menjadi anak yang baik dan akan diajarkan oleh sekolah itu untuk tidak nakal lagi. Padahal itu adalah 'menurut mereka' belum tentu itu menurut ia juga bukan?

Ia ingin saja memberontak, dan menghilang. Agar mereka mencabut keputusan itu. Ia sudah nyaman dengan kota yang selalu sibuk ini, disini ia sudah mempunyai banyak teman, dan sahabat. Tidak perlu lagi mencari teman dan sahabat disana, mencari yang benar-benar tulus sangatlah susah. Seharusnya mereka memikirkan perasaan nya.

Iya memiliki sahabat bernama Aldora Belva Jhonson, dan Mackie Rhiana Wijaya. Kalau menurut orang banyak kami seperti lem yang selalu merekat, tidak bisa lepas. Ah ia mengingat mereka menjadi tidak tega meninggalkan mereka disini.

Caroline melirik ke arah jam. Ternyata sudah jam setengah 8 ia harus bergegas. Ia langsung turun kebawah, lalu pamit pada semua pelayan, dan langsung cus ke bandara dengan pak dadang, supir nya yang ada disini yang selalu menemaninya yang menyetir. Yakali dia, dia mana boleh, karna menurut daddy nya untuk apa ia yang menyetir jika pak dadang ada?

Caroline memperhatikan kota ini sekali lagi. Kota yang akan ia tinggalkan. Ia ingin tetap tinggal disini bersama Dora dan Mackie tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karna perintah mom dan dadnya sudah bulat. Bangunan-bangunan tinggi, pohon-pohon yang masih ada disepanjang jalan, manusia yang banyak berlalu-lalang dengan kesibukan mereka masing-masing tanpa memperhatikan sekitar. Anak-anak kecil yang sudah memegang handphone yang diberi oleh orang tuanya padahal anak yang masih kecil seharusnya tidak diberi handphone karna sangat berbahaya. Ia terus memikirkan kota ini, tentang semua yang ada dikota ini, hingga ia tak sadar bahwa sudah sampai di bandara.

"Non?" panggil pak dadang membuat ia tersentak dari lamunannya barusan.

"Eh iya pak? Aish bapak. Ganggu lamunan caroline aja padahal lagi mikirin ni kota yang bakal caroline tinggalin."

"Non nanti pas liburan kan bisa kesini. Kita udah sampe non," ujar pak dadang.
Ia mengernyit heran dan melihat sekitar. Ternyata benar sudah sampai. Ia tidak sadar. Ia segera turun, dan pak dadang menyerahkan kopernya.

Enemy But FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang