44 - Acara Pertunangan(1)

660 33 3
                                    

"Pagi," sapa Caroline lesu sembari mendudukan dirinya dikursi meja makan.

Roy tersenyum. "Pagi juga, sayang."

Caroline sedikit mengernyit. Kenapa senyum Roy terasa aneh?

"Kenapa, sayang?" tanya Roy bingung melihat Caroline yang menatapnya penuh tanya.

Caroline menggeleng dan menunduk. Sekelabat bayangan mimpinya semalam membuatnya tersentak. Ia menghela nafas, kenapa bisa mimpi seperti itu? Apa maksudnya?

Roy hanya mengangguk, dan mulai mengoleskan selai blueberry pada roti. Lalu, memberinya pada Caroline.

Caroline menerimanya dan makan dengan tenang.

Pagi ini terasa hening dan tenang. Sama sekali tidak ada yang bersuara. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Acara pertunangan kita jadi hari ini?" Caroline memutuskan membuka percakapan. Ia tak betah berdiam diri, tapi pikiran dan hatinya juga tak tenang.

Roy mengangguk. "Jadi, sayang. Kamu siap-siap ya, pakai gaun yang nanti bakal aku kasih, dan berdandanlah dengan sangat cantik. Acara pertunangannya diadain dirumah keluarga kamu."

Caroline mengangguk-angguk mengerti. "Siapa aja yang dateng, Roy?"

"Keluarga kita, teman-teman kita, sama teman-teman bisnis keluarga kita. Kayaknya acaranya bakal meriah banget," balas Roy, lalu meminum air putihnya.

Caroline meneguk salivanya merasa aneh. Kenapa hatinya memberontak? Bukankah ini yang ia inginkan? Bertemu dengan seorang pria bersifat malaikat berwujud manusia, dan menikah dengannya? Kalian setuju dengan pernyataannya jika Roy seorang malaikat, bukan? Tapi, kenapa sekarang hatinya tidak setuju? Seolah-olah...

Semua ini bukan keinginannya.

"Car? Caroline!"

Panggilan keras dari Roy menyadarkan Caroline dari lamunannya dan mendongak menatap wajah tampan Roy yang terlihat bingung.
"Ke..kenapa, Roy?"

"Kamu kenapa? Kok ngelamun gitu? Badan kamu juga pucat begitu, kamu sakit?" Pertanyaan beruntun dikeluarkan Roy karena khawatir. Ia meletakkan telapak tangannya di dahi Caroline. "Hangat, sayang. Yaudah, kamu minum obat aja ya?"

Caroline yang mendengar itu menjadi bingung. Badannya hangat? Sebegitu kerasnyakah ia memikirkan kenapa hatinya menolak sampai-sampai badannya menjadi panas?

Caroline meletakkan tangannya sendiri diatas dahinya yang seperti landasan pesawat. Benar, hangat. Ia menghela nafas dan mengangguk lemas.
Ia tak suka obat. Obat itu pahit. Kenapa tidak ada obat yang manis?

[Readers: Bikin obat sendiri aja lu sono!]

Mungkin kemanisan itu sudah hilang. Karena apa?

Karena, sudah diambil olehnya...

Hmm~

[Note: Harap muntah pada tempatnya]

Roy beranjak berdiri untuk mengambil obat penurun panas dan memberinya pada Caroline. Caroline menerimanya dan segera meminumnya setelah makanannya habis tak bersisa.

Sembari Caroline minum, Roy memijat pangkal leher calon tunangannya itu dengan lembut. "Udah enakkan, sayang?"

Caroline menaruh kembali gelasnya diatas meja dan mengangguk pelan. "Udah, Roy."

Roy menghela nafas melihat Caroline yang terlihat sakit. Ia tak tahu jika dihari spesial ini calon tunangannya itu malah jatuh sakit. Jika saja ia tahu, pasti Caroline akan ia suruh tidak masuk sekolah dulu dan beristirahat dirumah dengan dirinya.

Enemy But FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang