38 - Taruhan

695 30 1
                                    

"Caroline, bangun sayang." Sebuah panggilan yang lembut mengusik tidur Caroline.

Gadis itu menepis tangan yang mendarat dipundaknya, lalu kembali tidur. Matanya ini masih ingin merasakan gelap, tenang dan nyaman. Matanya terlalu berat untuk dibuka.

"Sayang, bangun. Udah jam 7, kamu gak mau sekolah?" tegur pria itu yang tak lain tak bukan adalah Roy.

"Maunya sih gak sekolah lagi selamanya," balas Caroline dengan suara serak khas bangun tidur. Matanya bergerak mengucek-ucek mata kanannya yang terasa gatal.

Mendengar itu, Roy tersenyum geli. Belum lagi wajah tunangannya yang sangat lucu ketika bangun tidur, dan rambutnya yang seperti singa yang lebat bagaikan hutan menghiasi kepalanya.

"Kamu mau mandi sendiri atau aku yang mandiin?" tanya Roy polos. Namun, tatapan matanya juga menyiratkan kemesuman yang melumer hingga tumpeh-tumpeh.

"Mandi sendirilah! Ya kali dimandiin," gerutu Caroline sebal. Sekarang matanya sudah sepenuhnya sadar, dan ia tidak mengantuk lagi akibat perkataan Roy barusan.

"Yaudah, cepet bangun. Aku tunggu dimeja makan."

"Memangnya kamu masak?" tanya Caroline penasaran dan sedikit tak percaya. Ia tahu kok bila kue buatan tunangannya itu best of the best, tetapi bisa saja makanan sehari-harinya tak seenak itu, bukan?

Roy mengangguk. "Aku masak nasi goreng. Kamu suka banget sama nasi goreng, kan?"

Seketika mata Caroline berbinar senang, dan mengangguk mantap. Makanan yang menurutnya best of the best adalah nasi goreng. Nasi goreng rasanya enak, dan cara pembuatannya pun tak ribet. Apalagi bahan-bahannya sangat mudah didapat.
"Suka banget!"

Gadis yang masih berumur 16 tahun itu segera berlari memasuki kamar mandinya setelah mengambil handuk digantungan yang ditaruh dibalkon kamar tersebut, dan mandi dengan cepat.

Roy yang melihatnya hanya tersenyum dan berjalan keluar kamar.
Tak membutuhkan waktu yang lama, 10 menit saja cukup membuat Caroline bersih, rapi dan wangi. Setelah selesai, ia berlari keluar kamar dan melangkah menuju meja makan. Mendudukkan bokongnya dengan sempurna didepan kursi Roy, dan menuangkan nasi goreng ke piringnya sendiri dengan porsi yang banyak.

Roy tersenyum geli. "Kamu laper atau doyan?"

"Dua-duanya," balas Caroline menyengir.

Tangan Caroline mulai menyedokkan sesendok demi sesendok kedalam mulutnya sendiri, dan bergumam sendiri dengan mulut yang penuh.
"Emhh, enwak!"

"Makannya pelan-pelan, sayang," tegur Roy lembut.

Caroline hanya mengangguk singkat, dan kembali sibuk dengan kegiatan sarapannya.

Setelah piring kedua mereka habis, Roy mengambil piring kotor Caroline dan dirinya untuk dicuci. Spontan Caroline menjauhkan piring kotornya dari jangkauan tangan Roy.
"Aku aja yang nyuci. Sini piring kamu," ucap Caroline sembari tangannya ia ulurkan kehadapan Roy meminta piring kotornya.

"Gak usah, aku aja. Kamu ambil tas kamu aja diatas," elak Roy ikut menjauhkan piring kotornya dari jangkauan tangan Caroline.

Caroline menggeleng. "Nanti aja, sekarang aku nyuci piring. Kan tadi kamu yang masak, masa yang nyuci piring juga kamu? Gak ah, berasa aku gadis pemalas."

"Kata aunty Farrah kamu memang gadis pemalas," ucap Roy sambil berpura-pura berpikir.

Caroline terbelalak, lalu merengut sebal.

Mom ini kalo ngomong emang suka kejujuran, batin Caroline kesal.

Melihat Caroline yang seperti menggerutu didalam hatinya membuat Roy tertawa geli. Caroline mendengus kasar.

Enemy But FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang