15 | Time Traveller (2)

Start from the beginning
                                    

Napas ku mulai tersenggal-senggal. Kulihat Nicholas berlari tak jauh dibelakangku, ia sepertinya tak mau menyerah untuk terus mengejarku. Tapi dalam perasaan ini, hanya ada luka yang cukup dalam dari pemberian teman-temanku. Mereka yang kuanggap keluargaku sendiri karena keluarga asliku berantakan, mereka yang kupercayai, mereka yang kucintai, tiba-tiba berhenti untuk mempercayaiku.

Tanpa kusadari air mataku mengalir.

Berlari dengan suasana hati kacau seperti saat ini membuatku kehilangan arah. Aku tak tahu harus sejauh mana aku berlari, karena pada ujungnya nanti aku juga akan tertangkap.

"Rat berhenti.. Rat...!" terdengar teriakan Nicholas yang bergeming jauh di belakang.

"Berhenti mengikutiku dan pergilah!"

"Rat! Tunggu sebentar kumohon!"

Seketika aku berhenti berlari. Napasku tersenggal-senggal tak beraturan begitu juga Nicholas yang merasakan hal sama. Kemudian, di tengah hutan itu aku menyuarakan seisi perasaanku.

"Aku benci pada hidupku, aku benci Ayahku, aku benci Viona dan aku benci kalian semua! Bahkan, aku benci dunia ini. Kenapa...kenapa kalian tidak mau percaya pada perkataanku? Kenapa?"

Tangisku mulai meledak layaknya anak kecil, dan air mata luka mengalir sangat deras dari sana. Aku terduduk lemas dengan kedua lututku. Nicholas yang kepayahan memandangku dengan tatapan penuh penyesalan.

"Ratih aku minta maaf... aku ..."

"Ratih!" terdengar dari jauh suara teriakan Linda dan Fandy yang ternyata ikut menyusul.

"Cukup! Aku harap ada dunia dimana aku tidak perlu lagi bertemu kalian semua! Aku ingin hidup dengan caraku sendiri tanpa kalian!" teriakku sambil terus memaki-maki.

Aku rasa itu kalimat terakhir yang kuucapkan pada mereka bertiga. Sebelum para oknum polisi itu datang, aku segera bangkit dan berlari lebih dalam ke arah hutan.

Entah kenapa aku sangat menginginkan harapan yang barusan kuucapkan itu benar-benar menjadi kenyataan. Hingga tanpa kusadari, jurang yang teramat dalam menyambutku, membuat tubuhku tanpa sengaja terperosot ke dalam sana.

"Aaaaaaaaaaaaa..."

Teriakanku terdengar nyaring sekali, tapi saat aku mencoba bertahan, tiga uluran tangan sekaligus mencoba meraihku.

"teman-teman..." mataku berbinar-binar melihat mereka.

"Ratih! Jangan kaulepaskan genggamanmu! Kami semua tidak ingin kehilangan mu!" Nicholas tampak kepayahan saat mencoba menarik tubuhku yang bergelantungan di bibir jurang.

"A...aku...tidak." suaraku terdengar bergetar. Bahkan aku menahan rasa sakit dari goresan-goresan tanaman berduri di sekelilingku.

"Oh! Ayolah! Cari suatu pijakan agar kau bisa naik! Cepat!" ucap Linda geram.

Sedangkan, tidak ada pijakan yang dapat kurasakan sama sekali. Darah segar keluar dari telapak tangan kiriku yang menggenggam erat akar pohon. Sementara itu pegangan tangan teman-temanku mulai menggendur.

Dan aku jatuh.

***

Tidak membutuhkan waktu lama, makhluk itu menarik kembali tangannya. Ratih kembali ke keadaan semula dengan mata cokelatnya yang membulat. Lututnya melemas dan dibiarkan jatuh ke tanah.

"Aku mengerti sekarang. Aku sudah tahu tentang apa itu sesuatu yang hilang," ia berguman sambil terus menatap ke bawah.

"Ini artinya, aku sudah mati kan?" tanyanya, ia mendongakkan kepala sambil menatap Jeremiel sangat lekat.

ABHATIWhere stories live. Discover now