DCKD 27

5.8K 290 5
                                    

Tidak ada alasan untuk mecegah keikutsertaannya dalam liburan dua orang sahabat. Melintasi sebuah jendela kayu di sebuah kamar yang terletak di lantai dua, deburan ombak Parangtritis mengirimkan angin malam tuk menyapu rok mini yang dikenakan seorang gadis. Ia memutar diri di depan cermin lemari seraya memerhatikan roknya berputar. Aroma white musk menguar, rambut panjang hitam legam sebahu yang kali ini berhiaskan bando ia biarkan tergerai.

Satu-satunya daun pintu yang menghubungkan kamar dengan ruangan pun terbuka. Sebuah wajah menyembul daro balik pintu, lantas Salsa tolehkan ke arahnya.

Baim. Laki-laki bertubuh tegap itu menutup pintu kamar dan menguncinya. Lantas dengan perlahan, ia dekati Salsa.

"Gue pikir lo akan menyerah dengan semua ini. Tapi ternyata dugaan gue salah! Lo wanita pemberani yang nekat dengan menghalalkan segala macam cara."

"Mau apa lo ke sini?"

Ia menyeringai, masih berjalan perlahan mendekati Salsa yang melangkah mundur ke belakang. Mengingatkannya akan kejadian semalam. Di sebuah klub malam. Alunan musik yang menggema hingga seantero ruangan pun masih terngiang jelas.

"B-bukanya perjanjian kita semalam udah selesai?" Nada suara gadis itu terdengar bergetar.

Baim terkekeh menyaksikan lawan bicaranya ketakutan. Berbeda dengan semalam, hari ini Salsa terlihat seperti anak kucing yang diburu anjing.

"Mau lo apa, ha?" tanya Baim.

Punggung Salsa menyentuh batas jendela sementara Baim masih terus mendekat ke arahnya. Di luar sana, angin malam menyapu rambut gadis itu tanpa ampun. Para bintang dan bulan berpendar seolah menjadi saksi dua anak manusia yang berjarak sudah amat dekat di tepi jendela.

Di bawah, sekilas Baim melihat Irfan berjalan menuju pantai. Ia juga menangkap dua telapak tangan Salsa yang mencengkeram erat tepian jendela, bersamaan dengan kulit putihnya yang dibiarkan terbuka.

"Jangan dekat-dekat atau gue akan teriak!" Ancamnya.

Baim tertawa. Segalanya tidak berarti apa-apa jika seseorang mencoba ingin bermain-main dengannya. Sekalipun itu seorang perempuan. Uang adalah senjata Baim memuluskan sebuah jalan.

"Tolooong!"

Lagi-lagi Baim terkekeh. Salah satu ujung jarinya meraih beberapa helai rambut Salsa yang menguarkan harum shampo lalu ia dekatkan wajahnya hingga beberapa centimeter lagi menyentuh wajah gadis itu. Sungguh menggoda. "Nggak kasihan ama suara lo itu?"

"Mau lo apa, Baim?" geram Salsa menyipitkan matanya seraya sedikit memundurkan wajahnya.

"Menikah dengan gue."

Salsa menahan napas. Entah sudah yang keberapa kali ia dengar permintaan itu. Ia tidak tahu bahwa Baim menangkap wajahnya yang semakin pias. Bahkan jika tidak tertutup noda mate pun bibirnya akan terlihat pucat.

"G-gue nggak mau!"

"Kenapa nggak mau? Cewek secantik ini, sia-sia nunggu Irfan yang katanya miliknya! Sampai kapanpun dia nggak akan menikahi gadis busuk kayak lo!"

PLAK!

Baim meraba pipinya yang memanas dengan selembar telapak tangan. Tatapan tajamnya menusuk penglihatan Salsa yang masih bergetar di tepian jendela. Sementara tangan satunya mulai meraih sisi wajah Salsa, namun gadis itu menepisnya. Bukannya marah, Baim malah tertawa.

"Tampar gue sebanyak-banyaknya! Itu lebih baik daripada mengejar ketidakpastian!"

Salsa mendengus kesal. "Sadar nggak, sih? Dengan mengejar gue, sama aja lo mengejar ketidakpastian!"

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα