DCKD 09

8.6K 400 17
                                    

Rio. Gundah gulana menyergap rongga dada. Meski lelah sepulang kerja dan biasanya ia sudah berada di alam mimpi, kini matanya belum mau terpejam. Entahlah, seketika itu rasa kantuk menghilang dan yang ada tergantikan oleh siluet Fifah yang sudah dilamar.

Ia terus bertanya-tanya. Benarkah? Fifah dilamar? Dalam usianya yang baru menginjak 18 tahun?

Rio menghela napas.

Ya, memang tidak menutup kemungkinan ada banyak orang yang menikah di usia muda. Tapi untuk seorang Fifah .... Kok rasanya ada yang disayangkan, ya?

Rio pikir ia duluan yang akan menikah dengan Rina. Tapi kini? Fifah selangkah lebih maju di depannya. Dan calon suami untuk Fifah ...

"Jangan-jangan dia lebih tampan dari aku?" pikir Rio.

"Jangan-jangan dia lebih pandai agamanya dari pada aku?" Lagi-lagi Rio berpikir demikian. Dua bola matanya masih menerawang ke udara, kemudian berdecak kesal."Kalo itu mah udah pasti! Orang calonnya aja anak pondok!"

Sejenak Rio teringat Rina, pacarnya yang ketika kemari wanginya menari-nari di penciuman siapapun yang ada di dekatnya. Rambut panjangnya tergerai indah tersapu angin. Polesan bedak berpadu lipstik nan natural menghiasi wajahnya ....
Di sisi lain, bayangan Fifah melintas. Betapa gesit langkahnya kala suara adzan berkumandang, gadis itu bergegas mengambil wudhu. Begitu Ia dan Rina asyik berduaan, yang ada Fifah justru tadarusan. Tak ada polesan bedak di wajahnya.

Rio menghela napas seraya membatin, "Beda sekali."

Sementara di kamar Fifah,

Dengan saksama, gadis itu memandang jam dindingnya. Ada perasaan bingung.

Kalau tidak salah, bukankah Ayah sudah membangunkannya ketika adzan subuh? Akan tetapi, kenapa begitu ia bangun malah baru jam 3 dini hari?

Ya, bukankah ketika Fifah mengira telah masuk waktu subuh padahal sebenarnya baru jam sembilan malam? Pantas saja Fifah merasa baru tidur sebentar. Itu benar nyata dan bukanlah sebuah mimpi. Tapi ...
Fifah ingat!
Sosok Pak kyai dan laki-laki yang waktu itu ditabraknya entah siapa namanya, Fifah tidak tahu. Itu seperti nyata dan benar-benar nyata. Bau kasturi, sosok lelaki berpeci dan suara Ayahnya yang ia dengar seperti nyata.

Sebenarnya itu mimpi atau kenyataan?

Fifah terus menerka-nerka.
Pasalnya kejadian tempo hari di Pesantren begitu membebani pikirannya. Apa lagi saat Pak kyai berkata akan datang ke rumahn bersama santri itu untuk mengkhitbah Fifah.

"Hhhh Ya Allah ... Aku masih muda! Bahkan ... Aku belum sempat membalas jasa Ayah dan ibu yang berjuang mengeluarkan aku ke dunia," gumamnya.

Detak jarum jam di dinding memecah kesunyian. Tanda panah panjang yang menunjukkan satuan menit mulai menjauhi angka tiga, sedikit lengser mendekati angka setengah empat.

Fifah beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas mengambil air wudhu.
Usai membaca doa setelah wudhu, ia keluar dari kamar mandi.

"Astaghfirullahal'adzim!" Fifah terkejut ketika tubuh laki-laki tinggi tegap yang selama ini berusaha ia hindari tengah berdiri di depan kamar mandi.

Rio. I-ini beneran Rio?
Tumben sepagi ini dia bangun.
Jangan-jangan dia mau shalat juga?
Alhamdulillah kalau dia udah tobat.

"Cie, yang abis dilamar," ucap Rio.

"Hah?!" Fifah terbelalak. Maksudnya apaan nih si Rio bilang begitu?

"Kok kamu nggak bilang-bilang udah punya pacar?"

"Apaan sih! Halu, deh!"

"Eh! Serius, punya pacar nggak bilang-bilang! Anak pondok lagi!"

Fifah menoleh. Menatap intens kepada Rio. "Anak pondok mana ada yang mau pacaran!"

Rio manggut-manggut diselingi tangannya yang mulai terlipat di dada. "Ooh jadi berhubung anak pondok dan tau dosanya pacaran, jadi dia langsung ngelamar, gitu? Hebat ya?"

Fifah menghela napas. Maksudnya apa si Rio bangun pagi-pagi menghadangnya di depan kamar mandi?
Cuma mau bilang begitu?
Nggak penting banget tau! gumam Fifah.

Dia pun berangsur hendak menjauhi Rio, namun cowok itu tak sengaja menyentuh tangan Fifah karena tangannya terjulur hendak mencegatnya.

"Rio!" gertak Fifah sementara lawan bicaranya tersentak. "Batal kan jadinya!!"

Rio gelagapan. Salah satu tangannya menggaruk tengkuk yang dirasa tidak gatal. "Eh ng ... a-anu ... Aduuuhh! Nggak sengaja, Fah! Sorry ya?"

"Tau ah!" Fifah membalikkan tubuhnya, kembali masuk ke kamar mandi, menutup pintunya.

Terdengar gemericik air mengalir dari dalam kamar mandi, sementara Rio yang masih berdiri di luar kamar mandi terkikik-kikik menyaksikan raut wajah Fifah yang kesal. Lucu, begitu Rio menyebutnya.

Fifah membuka pintu kamar mandi, alangkah kesalnya begitu ia lihat Rio masih tetap pada posisinya.

"Kamu ngapain sih?! Biasanya juga masih tidur, ini udah bangun!"

Rio menghela napas. "Yee orang aku mau wudhu juga."

Kedua bola mata Fifah melebar. Rio? Mau wudhu? Benarkah?
Sesaat perasaan bahagia menyeruak di dada Fifah, teringat Allah yang Maha memberikan Hidayah. Bibirnya tak kuasa menahan senyum sehingga ia berkata, "Ya udah sana! Katanya mau wudhu?!"

"Ya kamunya awas, jangan disitu! Ntar batal ngomel lagi."

Fifah menatap kakinya yang berdiri lurus dengan Rio. "Ya kamunya juga awas! Jangan disitu! Gimana aku mau lewat, coba?"

"Oh iya, hehehe." Rio nyengir kuda, kemudian menggeser tubuhnya supaya Fifah bisa lewat.

Sampainya di kamar, Fifah mengenakan mukena lalu menunaikan shalat tahajud empat rakaat. Seperti biasa, kemudian diakhiri shalat witir.

"Maha Suci Allah atas segala karunia dan hidayahnya. Engkau telah membukakan hatinya Ya Allah ..."

Di sepertiga malam yang sama, pondok pesantren di desa tempat Fifah tinggal telah ramai. Hiruk pikuk para santri berlalu lalang selepas menunaikan shalat sunah tahajud. Demikian Irfan. Bibirnya tersenyum getir meski sahabat-sahabat dekatnya berulang kali bilang bahwa mereka turut bahagia atas diterimanya lamaran Irfan semalam.

Namun, tidak dengan Irfan. Zihro pun sama halnya dengan sahabatnya. Hanya sedikit mengulas senyum setelah mengucapkan selamat. Toh, selepas shalat tahajud tadi, ia telah berdoa supaya Allah menyembuhkan rasa sakit yang tengah mendera melebihi cabikkan singa, mungkin. Jadi santai saja. Tidak perlu khawatir meski sedang sakit hati.

Allah sedang mengujiku. Begitu, Zihro menyebutnya.
Apa lagi yang ia rasakan itu pada calon istri sahabatnya.

Untung Zihro masih tahan.
Dan pertanyaan terpanas baginya adalah begitu banyak santri-santri yang menanyakan hal ini pada Irfan, "Kapan akadnya dilaksanakan?"

***
28 Desember 2018
💜

Dengan Cinta-Nya Kucintai DirimuWhere stories live. Discover now