56 - Mulainya Niat Awal

Comenzar desde el principio
                                    

"Non!" panggil Bibi Tita tiba-tiba dari arah dapur.

Caroline menghabiskan sisa kue kering yang ada dimulutnya dengan cepat untuk menjawab panggilan pelayannya itu. "Kenapa, bi?"

"Mau bantuin bibi buat kue gak?" tawar Bibi Tita.

Mendengar itu, sontak Caroline menolaknya. "Enggak, bi! Males, ah!"

Bibi Tita menggeleng-geleng mendengar jawaban nona mudanya itu walaupun Caroline takkan bisa melihat kepalanya yang geleng-geleng. "Kamu gak malu kalo ditanyain bisa masak apa enggak sama mertua kamu nanti?"

Caroline mengedikkan bahunya acuh. "Buat apa malu? Nanti, kan, Carol bisa belajar. Lagian Carol ini masih SMA, nikah itu masih lama, bi!"

"Kita gak tau kedepannya, loh, non! Siapa tau, non abis lulus SMA langsung nikah, gimana, tuh, non?"

Caroline mengerucutkan bibirnya kesal. "Gak mungkin, bi! Carol tebak Carol nikahnya masih lama! Udah, ah, Carol mau nonton Upin, Ipin dulu!"

Bibi Tita hanya bisa mendengus dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

Caroline asik dengan kue kering dan tontonannya hingga tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul 6.

Bibi Tita melewati ruang tengah dan tak sengaja melihat Caroline masih dengan santainya menggonta-ganti channel tv pun mendengus. "Non, mandi. Udah jam 6. Jangan lupa sholat maghrib." ujar Bibi Tita mengingatkan.

Caroline melirik jam yang di dinding dan terkejut. "Buset, udah jam segini aja."

Bibi Tita tersenyum geli. "Mangkanya, mandi terus sholat sana."

Caroline mengangguk. "Iya, bi."

Ia menutup tupperwear-nya dan menaruhnya kembali ditempat tadi. Tak lupa mematikan tv dan beranjak menuju kamarnya.
Ia mengunci pintu kamarnya dan segera mandi. Setelah beberapa menit berkutat dengan shower dan alat mandi yang lain, ia keluar dari kamar mandi. Kakinya melangkah ke lemari kayu besar yang berisi puluhan bajunya dan mengambil piyama bertemakan teddy bear coklatnya. Ia memakainya dan langsung sholat.

Kemudian, ia duduk ditepi ranjang. Ia sepertinya merasa ada yang hilang. Apa ya?

Oh, iya! Hp gue masih di meja makan!, batinnya ketika ingat.

Sontak, ia bergegas turun untuk mengambil ponselnya, lalu kembali ke kamarnya, namun baru menaiki tangga pertama, bell Villa berbunyi.
Tak sengaja ia melihat Pak surya--penjaga Villa keluarganya--yang berjalan cepat dari Mushola Villa ini menuju pintu utama Villa ini dengan sarung dan peci dikepalanya.

"Pak Surya! Biar Carol aja!" ujar Caroline cepat sembari melangkah mendekati pintu utama.

Pak Surya menoleh dan mengangguk meng-iyakan. Ia kembali ke Mushola.

Caroline membuka pintu dan mendapati seorang pengantar post pria berdiri ddihadapannya dengan kotak yang berukuran kecil dikedua tangannya.

Pria itu terkejut melihat wajah gadis didepannya yang memiliki keturunan luar dan mengulas senyum manis. Untung saja ia bisa berbahasa Inggris. Sedikit-sedikit.
"Hello, miss," sapanya ramah.

Caroline membalas senyumnya. "Hai. Kotak itu buat saya?"

Pengantar post itu kembali terkejut mendengar Caroline berbicara Bahasa Indonesia dengan sangat fasih dan lancar. "Anda...bisa berbahasa Indonesia?"

Caroline mengangguk polos. "Bisa, kok. Jadi, kotak itu buat saya?"

Pengantar post itu menunduk melihat kotak yang ia pegang dengan sedikit gugup. "Iya, mbak, ini." Ia memberikan kotak itu pada Caroline dan mengulurkan buku untuk ditandatangani oleh Caroline. "Tanda tangan disini, mbak." Ia menunjuk bagian yang harus ditanda tangani Caroline, lalu memberikan sebuah pena.

Enemy But FriendsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora