BAB 44

4.8K 236 15
                                    

"Baby Afa, kenapa, sayang? Jangan nangis terus, nak! Ibu di sini."

Pagi hari ini, Kyara direpotkan dengan tingkah Arfa yang semalaman terus menangis. Sudah dikasih susu botol, namun dia tetap merengek. Kyara bingung. Biasanya ada Marcel yang bisa membuat Arfa tertawa dan mengoceh. Tetapi sekarang Marcel berada jauh dari mereka.

Kyara kesulitan. Dia tidak bisa memasak atau pun beres-beres rumah. Alhasil yang bisa dilakukannya kini yaitu menelepon Marcel agar tangis Arfa terhenti.

"Arfa! Nih ibu lagi nelpon ayah, nak! Jangan nangis lagi ya."

Sambungan teleponnya terhubung, tapi Marcel tidak mengangkatnya. Kyara benar-benar bingung.

"Eh, jangan nangis, sayang. Ini ayah mau ditelpon. Bentar ya, mungkin ayah lagi sibuk." ucap Kyara berusaha menenangkan Arfa.

Saat wanita itu tengah menelepon, suara ketukan pintu membuatnya terpaksa membatalkan sambungan. Sambil menggendong Arfa, Kyara bangkit dan berjalan menuju ruang tamu.

Kyara begitu terkejut saat melihat sosok yang ada di balik pintu kontrakannya. Sosok yang selama ini selalu dia hindari. Dan sosok yang paling Kyara takuti.

Kini, mereka bertemu kembali setelah empat tahun kejadian itu berlalu. Mau tak mau, Kyara harus menghadapi kenyataan ini. Wanita itu pun memaksakan senyumnya terukir di wajah.

"Papa.."

Feno menyunggingkan senyumnya.

"Papa.. a.. ada.. perlu apa?" tanya Kyara dengan gugup.

Tanpa aba-aba, pria tua itu mendudukkan tubuhnya di kursi kecil yang sudah cukup reot. "Mana Marcel? Masih cari kerja?"

Kyara menundukkan wajahnya. "Iya, Pa."

"Boleh saya tau dia kerja di mana?"

"Marcel kerja di perusahaan temennya, Pa. Tapi saya nggak tau dia kerja apa."

BRAKK!!

Kyara tersentak kaget saat Feno memukul meja di depannya. Suara tangisan Arfa semakin kencang akibat gebrakan meja barusan.

"SAYA MAU KASIH KAMU PILIHAN SEKARANG! KAMU JAUHI ANAK SAYA! ATAU SAYA YANG AKAN BUAT SURAT CERAI UNTUK KALIAN BERDUA."

Kyara terkejut mendengar ucapan ayah mertuanya itu. Dia tidak habis pikir kenapa sampai saat ini Feno masih belum bis menerimanya sebagai menantu.

Kyara merasa sangat sedih. Tidakkah Feno kasihan melihat anaknya yang terus menangis sejak tadi. Tidakkah hatinya tergerak melihat cucu pertamanya menangis karena ulahnya sendiri.

Kyara tidak habis pikir dengan itu.

"Aku nggak mau pisah, Pa. Papa tau kan kalau sekarang ada Arfa. Dia masih butuh ayahnya. Dia masih kecil." tegas Kyara.

"Trus siapa yang mau gantiin posisi saya? Marcel anak saya satu-satunya, Kyara. Dan sekarang hidupnya nggak jelas. Nggak punya kerjaan, buat makan aja susah. Saya nggak bisa ngeliat anak saya kaya gini. Tolong ngerti keadaannya."

Kyara diam. Tapi bukan berarti dia bungkam. Kyara tidak bisa meledakkan emosinya pada orang yang lebih tua seperti Feno. Dia masih punya tata krama dalam berbicara.

"Saya hanya ingin dia hidup bahagia."

"Kalau gitu, kenapa Papa nggak kasih dia kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Tapi nggak ngubah kenyataan kalau aku adalah istrinya. Aku bakalan belajar gimana cara ngadepin banyak orang-orang penting. Papa nggak perlu khawatir. Aku nggak akan mempermalukan keluarga kalian." Kyara menangis saat mengucap kalimat tersebut.

OpportunityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang