BAB 15

5K 230 34
                                    

Happy reading💕

.

.

Sudah tiga hari semenjak kejadian itu, Marcel belum masuk sekolah. Selain itu, kejadian tempo lalu membuat Oliv menjadi trauma. Gadis itu tidak mau lagi berhadapan dengan para preman yang membuatnya seperti sedang menantang maut.

Oliv kini tengah berjalan menyusuri halaman depan sekolahnya. Kebetulan, saat ini jam istirahat. Dan niatnya, dia ingin pergi menemui Reka di depan ruang OSIS.

Belum sampai di tempat tujuan, mereka berdua sudah berpapasan di koridor kelas dua belas. Reka yang melihat Oliv langsung bertanya.

"Mau kemana?" tanya Reka.

"Nyamperin lo."

Reka terkekeh. "Ngapain, Liv?"

"Gue mau mastiin keadaan lo doang." Oliv melangkah ke kursi tepat disampingnya.

"Gue emangnya kenapa?"

Mendengar pertanyaan Reka yang seperti itu, Oliv langsung menjitak kepala Reka. "Lo oon atau gimana sih? Keadaan lo itu parah banget, Re."

"Masa sih? Perasaan muka gue cuma kegores sedikit doang."

Oliv lalu menyentuh luka kecil yang ada di wajah Reka dengan kencang.

"Segini yang lo bilang sedikit?!"

"Iyalah. Yang harus kita khawatirin itu keadaannya Marcel. Sampe sekarang dia belum juga sadar." ucap Reka.

Oliv terdiam di tempatnya. Ucapan Reka itu membuatnya kembali mengingat kejadian mengenaskan waktu itu. Saat kayu besar mendarat tepat di kepala Marcel. Sehingga kepalanya mengeluarkan banyak darah.

Gadis itu lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kursi. Angin kala itu mampu menerbangkan anak-anak rambutnya.

"Gue merasa bersalah." ucap Oliv.

Reka mengangkat alisnya. "Kenapa?"

"Seharusnya waktu itu, gue nggak usah nyumbang ide untuk kesana. Coba kalau gue ngasih ide untuk nyumbang buku ke panti asuhan. Kan kejadiannya nggak akan kaya gini."

"Nggak ada salahnya juga. Itu kan kesepakatan kita semua." Reka berusaha menenangkan.

"Iya juga sih." ujar Oliv.

Gadis itu tidak tenang sekarang. Entah berapa lama lagi Marcel akan terus tertidur seperti itu. Oliv tidak bisa memikirkan hal itu terus menerus. Rasanya, dia jadi membenci dirinya sendiri.

Oliv hanya khawatir dengan sahabatnya, Kyara. Gadis itu pun tidak kalah terkejutnya saat kejadian itu berlangsung. Oliv berpikir, Kyara pasti saat ini juga mengalami trauma.

"Liv.." panggil Reka dengan pelan.

"Ya.. kenapa?" Oliv menoleh ketika Reka memanggil namanya.

"Luka gue masih sakit. Apa gue pulang aja, ya?"

"Jangan!! Abis istirahat kan ulangan Biologi. Kalau susulan serem loh, Re.. Nanti lo nggak bisa nanya-nanya. Mana depan komok lo bu Gita lagi.. hahaha.. nggak kebayang gue."

"Ya trus gimana?? Nyut-nyutan ini... nggak kuat nahannya."

"Sabar ya!!" Oliv menepuk bahu Reka.

Sebenarnya, dia kasian dengan temannya itu. Padahal dua hari kemarin Reka tidak masuk sekolah. Lukanya memang tidak separah Marcel. Namun bagi Oliv luka Reka pun cukup parah. Memar-memar di wajahnya serta adagoresan panjang di pipi kanannya akibat sayatan cutter yang dibawa oleh para preman kemarin.

OpportunityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang