BAB 20

4.6K 224 22
                                    

Feno, Ayah Marcel yang sudah duduk selama satu jam di ruangan serba putih itu masih menatap anak laki-lakinya dengan tatapan sendu. Sudah hampir lebih dari seminggu Marcel belum juga terbangun dari tidurnya. Dia sudah pasrah saja mengenai kondisi anaknya itu.

Jika memang Tuhan lebih sayang kepada anaknya, Feno tidak akan berat melepaskan Marcel. Karena baginya lebih baik Marcel pergi daripada terus kesakitan melawan rasa sakitnya. Benturan yang ada di kepalanya memang parah dan sulit untuk disembuhkan. Namun bukan berarti tidak mungkin untuk sembuh.

"Kamu masih belum puas tidur? Papa udah seminggu ini nunggu kamu bangun." Feno berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Kamu mau apa, Cel? Papa akan turuti kemauan kamu. Apapun asal kamu mau bangun." ucap Feno dengan lirih.

"Atau... jangan-jangan kamu mau Mama kamu kesini? Kalau begitu Papa akan suruh Mama kamu pulang dari New York."

"Papa akan turuti kalau itu mau kamu..."

"Jangan tinggalin Papa, Nak!! Papa mohon..."

"Sepeninggal Mama kamu, Papa kesepian. Dan sekarang kamu malah mau ninggalin Papa lagi... kamu tega..."

Feno menyeka bulir air matanya yang jatuh ke pipi. Detik berikutnya, Feno melihat sesuatu yang mengusik ketenangannya. Sungguh dia tidak percaya dengan ini semua. Feno benar-benar melihat tangan Marcel bergerak-gerak. Bukan hanya sekali tetapi berulang kali.

Lelaki tua itu pun berlari keluar ruangan. Berniat memanggil suster ataupun dokter yang menangani kondisi anaknya itu.

Semua orang yang ada di dalam rumah sakit itu menatap Feno dengan heran. Pasalnya, lelaki itu berlari sambil berteriak memanggil dokter tersebut tanpa berpikir apapun lagi. Yang dia pikirkan adalah keselamatan putra semata wayangnya.

"DOKTER!! SUSTER!!" Feno berlari ke ruangan tempat dokter tersebut beristirahat.

Belum sampai di tempat tujuannya, Feno sudah bertemu dengan dokter tersebut.

"Dokter..." panggil Feno dengan pelan.

Dokter itu kebingungan saat melihat wajah panik dari lelaki itu.

"Ada apa, Pak?" tanya dokter tersebut.

Feno berusaha menormalkan detak jantungnya. "Itu.. Marcel anak saya."

"Iya... anak Bapak kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi sama dia?"

"Anak saya... tangannya bergerak-gerak, Dok."

Dokter tersebut langsung kaget mendengar ucapan Feno. Dulu, dia bahkan sempat mengira umur laki-laki itu tidak akan lama lagi. Mengingat parahnya benturan yang Marcel alami.

"Benar begitu, Pak?" tanya dokter itu berusaha memastikan.

Feno mengangguk. "Bener."

Dokter tersebut langsung pergi ke ruang rawat Marcel. Dan Feno sudah tidak sabar lagi melihat anaknya kembali sehat seperti sedia kala.

Di sepanjang jalan menuju kamar rawat anaknya, Feno terus memanjatkan doa-doa. Bibirnya tidak pernah berhenti mengucap rasa syukur karena keajaiban Tuhan datang.

Dia berharap semoga Marcel bisa cepat pulih dan kembali bersekolah. Semoga tidak ada kekurangan apapun saat laki-laki itu tersadar dari komanya itu.

Mereka kini sudah memasuki ruang rawat inap. Feno tidak mampu melihat keadaan anaknya yang sedang diperiksa oleh dokter tersebut. Dia pun memejamkan matanya sambil berbalik badan.

"Selamat, Pak." ucap dokter tersebut seraya mendekati Feno. "Anak Bapak sudah melewati masa kritisnya. Bapak berdoa saja, semoga Tuhan memberikan takdir yang baik untuk Marcel."

OpportunityWhere stories live. Discover now