BAB 43

4.4K 231 13
                                    

"Halo.."

"Kamu kapan pulang, Ar? Mama udah nanyain aku terus."

"Empat hari lagi mungkin."

"Loh nambah satu hari? Katanya cuma seminggu?"

"Diva.. masih banyak laporan yang harus aku urus."

"Yaudah. Jangan diubah lagi! Bentar lagi kita nikah."

Arga menghela napasnya. "Iya."

Setelah sambungan teleponnya terputus, Arga memijat keningnya. Semuanya terasa memusingkan dan membuat kepala Arga berdenyut sejak tadi pagi. Dia bahkan lupa untuk sarapan karena masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Arga bingung dan sampai saat ini masih memikirkan cara untuk mengembalikan keadaannya seperti semula. Dia tidak mau ada kebencian di hati orang-orang yang sudah pernah dia sakiti.

Belum lama Diva menelepon, kini telepon Arga berdering lagi. Arga berdecak kesal. Tidak taukah orang-orang bahwa dia sangat sibuk hari ini.

Dengan setengah hati, Arga mengangkat teleponnya.

"Mama WA, Line, DM IG juga ga dibales. Kemana aja sih kamu?"

"Ucap salam dulu, Ma!"

"Nggak ada waktu. Mama mau kasih tau kalau kondisi papa kamu makin buruk, Ar. Kalo bisa kamu cepet pulang biar bisa temenin papa."

Dada Arga terasa sesak saat mendengar hal itu. Padahal, Arga sangat berharap kalau ayahnya bisa sembuh dan bisa melihat Arga membawa Oliv ke hadapannya.

"Aku masih empat hari lagi."

"Bisa nggak kamu pulang cepet! Kamu nggak kasian sama papa kamu?"

"Aku khawatir keadaan papa. Tapi gimana sama perusahaan papa di sini. Semuanya masih acak-acakan. Laporan pengeluaran juga belum jelas. Arga nggak bisa pulang hari ini juga."

"Terserah deh. Mama udah pusing ngurusin papa kamu."

"Trus.. mama mau ninggalin papa gitu?"

"..."

"Jangan lupa, Ma! Papa udah biayain hidup kita sampai saat ini. Hasil kerja keras papa bisa kita nikmatin sekarang. Trus saat papa jatuh, mama nggak mau ada di samping papa?"

"..."

"Kadang Arga bingung kenapa sikap mama kaya gini? Kenapa mama nggak pernah peduli lagi sama papa sekarang..."

"Mama nggak pernah benci sama papa. Mama... mama cuma nggak mau keliatan lemah di mata papa, Arga."

"Kalo gitu bukan berarti mama harus ngehindarin papa."

"Setiap mama liat papamu, mama rasanya pengen nangis. Mama nggak kuat, Arga. Makanya mama nggak pernah dateng ke rumah sakit. Mama suruh Bi Inah buat pantau keadaan papa."

"Aku mau mulai sekarang mama terus di samping papa. Mama kasih papa kekuatan! Arga janji. Setelah sampai di Indonesia, Arga langsung ke rumah sakit."

"Iya, nak. Maafin mama yang kaya gini."

"Gapapa. Aku mau sarapan dulu."

"Jam segini kamu belum sarapan?"

"Emang mama tau di sini jam berapa?"

"Tau lah. Kan liat jam dunia. Gimana sih."

"Iya juga. Yaudah, aku tutup teleponnya."

"Oke.. see you"

OpportunityWhere stories live. Discover now