Konspirasi Alam Semesta: 12

13.1K 2.1K 63
                                    

Malam kesekian aku ditinggal sendiri di kamar tidur yang luas ini. Setelah hampir seharian mas Rama menemaniku di acara kampus tempatku mengajar, kemudian dia mengantarku pulang dan melesat pergi entah kemana.

Bertemu siapa? Siapa lagi kalau bukan Amithya.

Apa dalam kurun waktu satu minggu mereka harus bertemu? Tidak selalu. Kata mas Rama, Ia akan menemui Amithya ketika wanita itu ingin bertemu.

Hahaha..

Sebegitu hebatnya pesona Amithya pada sang Putra Mahkota. Bahkan lebih hebat dibandingkan dengan titah Ibundanya yang hanya wacana saja membuat bulu kudukku merinding.

Dalam perjalanan pulang dari kampus sore tadi, percakapan itu kami angkat kembali.

"Ibu telepon barusan, Mas."

"Ada apa?"

"Seperti kemarin-kemarin. Ibu bujuk aku lagi buat ke klinik."

Kulihat sekilas guratan keras muncul di sekitar dagu dan dahinya.

"Kamu tetap pada aturan main, Yun. Jangan menyalahi langkah. Setiap apa yang akan kamu lakukan harus atas izin saya. Paham?"

"Iya, paham."

"Tapi saya ragu sama kamu. Saya kurang yakin kamu bisa."

Waktu mas Rama berkata demikian, sedikit banyak aku bingung bercampur tersinggung.

"Maksudnya?"

"Kamu nggak setangguh yang saya bayangkan sebelumnya, Yun. Kamu perlu lebih banyak dibimbing. Dinding kerajaan ini dibatasi begitu tinggi, keras, tidak tersaingi. Begitu pula kehidupan di dalamnya..."

Aku diam. Mencoba mencerna maksud ucapan mas Rama.

"Kalau kamu tidak bisa bertahan di kehidupan kerajaan ini, kamu akan terbawa arus yang sebelumnya bahkan tidak pernah kamu bayangkan. Semua akan menjadi rumit."

Aku masih saja diam. Terserah lah apa yang sang Putra Mahkota inginkan.

Ini karena perihal keturunan. Di dalam perjanjian pernikahan antara aku dan mas Rama, tidak ada hal tentang anak. Ya, hal mudahnya karena kami tidak menginginkan berhubungan badan. Tidak mungkin kami melakukannya karena paksaan dan tanpa rasa suka.

Rasa suka saja lebih dulu, cinta bisa menyusul.

Kata orang demikian. Jangankan rasa suka, sebelum rasa itu muncul sudah ada tebing-tebing tinggi yang siap menangkisnya.

Memikirkan banyak hal dalam kehidupan pernikahanku ini memang tidak ada habisnya. Aku putuskan untuk mengambil keuntungan dari suasana sunyi di dalam kamar tidur ini.

Terkadang aku suka melakukan ritual-ritual tidak semestinya, kala aku hendak menulis. Seperti menjemput ide. Aku merunut kejadian-kejadian yang aku lihat, dengar, atau bahkan yang aku alami sendiri.

Karena malam ini begitu terasa panas dan gerah, aku memutuskan tidur terlentang di atas lantai tepat di depan kasur, kuarahkan badan menuju balkon kamar, karena meskipun pintunya tertutup, hawanya masih bisa masuk lewat celah pintu.

Apa kamar ini tidak ber AC? Menurut kalian, apa kamar seorang Putra Mahkota tidak ada fasilitas seperti itu, ada.

Aku memejamkan mata. Membayangkan hal-hal yang telah terjadi di sekelilingku, membuat tautan ke arah cerita yang kubuat. Lama-lama aku merasa tubuhku sudah agak mendingin karena suhu dari lantai terserap.

Sekita lima belas menit mungkin aku terlentang seperti ini. Kulirik jam dinding di hadapanku. Pukul 00.20.

Drtt, drtt..

Konspirasi Alam SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang