Epilog

5.8K 806 55
                                    

Angin berhembus kencang sore ini, membuat rambut hitam milik laki-laki yang tengah berjongkok di dekat nisan istrinya, berterbangan.

Sudah satu jam lamanya Jungkook ada di sana, memberikan sebuket bunga pada Eunha sebagai tanda rindunya pada wanita yang sudah meninggal sebulan lalu. Meski Jungkook sudah terlihat biasa di hadapan keluarga dan orang lain, tetap saja hatinya masih merasa terluka karena kepergian Eunha yang terasa begitu cepat.

Dielusnya lagi nisan itu, seolah sedang mengelus kepala sang istri. "Jeongsan sudah keluar dari rumah sakit. Seperti katamu di surat, mulai kemarin dia sudah tinggal di rumah mama." Jungkook menyeka airmatanya. "Dia sehat, Eunha. Rasanya aku tidak sabar menunggu hari libur, karena di hari itu aku bisa menjenguk dan menggendong anak kita lagi."

Jungkook bicara seolah wanita itu ada di hadapannya dan mendengarkan semua yang dia ceritakan. "Hidung dan bibirnya mirip denganku, sementara matanya bulat dan besar sepertimu. Jadi setiap aku menatap dia, aku selalu teringat padamu." Jungkook menghela napas berat. "Aku janji akan merawat anak kita dengan baik dan mencintainya dengan tulus, karena hanya dia satu-satunya kenangan terindah yang kupunya darimu. Nanti jika anak kita sudah dewasa dan mengerti, aku akan mengajaknya ke sini untuk bertemu denganmu."

Setelah mengatakan itu, Jungkook mengubah posisinya menjadi berdiri. Menatap kuburan sang istri sebentar sebelum akhirnya pamit pergi dan melangkahkan kaki menjauh dari sana.

Ketika Jungkook sudah tak terlihat lagi, seorang wanita yang sejak tadi menunggu lelaki itu pergi, kini berjalan menghampiri tempat peristirahatan terakhir Eunha dan berjongkok di samping nisan wanita itu.

"Halo, Eunha. Bagaimana kabarmu sekarang?" sapa wanita yang baru sempat datang lagi ketika dia punya waktu. Terakhir kali dia ke sini adalah dua minggu lalu, bersama suaminya. Tapi tidak sempat bicara banyak karena hanya datang sebentar. "Pasti kau senang karena Jungkook baru saja datang, bukan?" Wanita yang datang sendiri itu terkekeh, lalu mengusap nisan orang yang sudah dia anggap sebagai sahabat sekaligus adik iparnya dengan pelan. "Eunha, aku datang hari ini khusus untuk mengatakan sesuatu padamu. Mengatakan hal yang sebelumnya tak pernah kuceritakan padamu, dan aku merasa bersalah sekali karena masih menyimpan rahasia padahal kau sudah mengatakan semua kejujuran padaku."

Sinbi menghela napas, sebelum akhirnya kembali bicara, "Dulu, aku sangat membencimu karena kau menikah dengan Jungkook, orang yang saat itu menjadi kekasihku. Tidak hanya membencimu, tapi aku juga membenci orang-orang yang berhubungan atau dekat denganmu seperti Jungkook bahkan suamiku sendiri, Jehop."

"Jujur saja, aku tidak suka melihat kau bahagia. Aku ingin kau mendapat balasan karena kau sudah menghancurkan semuanya. Aku senang sekali saat mendengar kabar mengenai kau yang bertengkar dengan Jungkook, dan aku sempat berharap kalian bercerai agar Jungkook kembali padaku."

"Tetapi setelah itu aku sadar, Eunha. Aku menyadari jika apa yang aku lakukan adalah sebuah kesalahan. Aku bahagia ketika kalian menderita, tapi saat aku melihat Jungkook seperti kehilangan arah saat kau pergi, dendamku seperti hilang begitu saja dan berbalik menjadi rasa kasihan. Aku ... aku tidak tega."

"Sebelum kau pergi, Jungkook sempat mengatakan jika dia mencintaiku. Tapi aku tak mempercayai ucapannya lagi setelah dia kacau tanpamu. Aku sedih, mendapati kenyataan karena tanpa dia sadari hatinya mulai memilihmu, bukan aku lagi. Aku kecewa, tetapi tak bisa apa-apa selain merelakan Jungkook untukmu dan mulai mencintai Jehop."

"Setelah membaca suratmu, aku sadar Eunha. Aku sadar jika apa yang kita inginkan, belum tentu menjadi apa yang kita miliki. Karena Tuhan hanya memberikan sesuatu yang memang kita butuhkan, bukan sesuatu yang hanya kita inginkan sementara. Aku memang menginginkan Jungkook. Meski aku berat mengakui ini, tapi Jehop jauh lebih kubutuhkan dan aku tidak bisa hidup tanpanya."

"Kau juga benar, mengenai kesempatan kedua itu. Aku termasuk orang yang beruntung karena masih diberi kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik dan menghabiskan waktu bersama orang yang kusayangi lebih lama. Aku senang karena Tuhan menyadarkanku atas kesalahan yang telah menjadikan diriku menjadi orang jahat dan egois. Aku tidak bisa membayangkan jika aku yang berada di posisimu, aku tidak bisa sekuat dirimu, Eunha. Tidak bisa."

Sinbi buru-buru mengusap airmata agar tidak jatuh ke tanah dan mengenai kuburan Eunha. "Sedih sekali ketika aku tahu kenyataan jika dirimu menahan beban seberat itu sendirian, dan kau masih bisa tersenyum lalu pura-pura baik-baik saja."

"Sementara aku, aku merasa paling tersakiti di sini. Aku merasa paling terluka sendirian dan mengira tidak ada satupun yang mengerti aku. Padahal nyatanya, aku masih jauh lebih beruntung darimu. Aku benar-benar menyesal karena membencimu. Aku yang seharusnya meminta maaf dan merasa bersalah, bukan kau."

Tangis Sinbi makin menjadi. Untungnya dia hanya sendiri, jadi dia bebas menangis tanpa ada orang yang melihatnya. "Maafkan aku, Eunha. Tolong maafkan aku."

"Sinbi?"

Mendengar suara seseorang, wanita yang awalnya tengah menangis sambil mengucapkan kata maaf berulang kali di samping kuburan Eunha, kini mendadak menghentikan tangis dan menoleh ke asal suara tanpa sempat mengusap airmatanya.

"Jungkook?" Mata Sinbi mendadak melebar melihat lelaki jangkung itu kini berdiri di belakangnya. "Bu-bukannya kau sudah pergi?"

"Ya, kunci mobilku tertinggal di sini sepertinya. Aku tadi mencarinya tapi tidak ketemu juga."

Sinbi langsung mengubah posisinya menjadi berdiri dan agak menjauh, membiarkan Jungkook mencari kunci itu dan tak butuh waktu lama dia menemukannya. Kunci itu terselip dalam celah bunga yang lelaki itu berikan, di atas nisan Eunha.

Wanita yang kini sudah mengelap airmatanya, menarik kedua sudut bibir ke atas ketika manik matanya berpapasan dengan milik Jungkook.

"Kau pergi sendirian?" tanya Jungkook ketika tak mendapati siapapun ada di sekitar Sinbi.

"Ya, kebetulan baru pulang kuliah dan ada waktu luang jadi aku mampir ke sini," jawab Sinbi. "Aku rindu padanya."

Jungkook tersenyum. "Terimakasih. Aku kira hanya aku sendiri yang merasakan itu."

"Bagaimana keadaan Jeongsan?"

"Dia baik, sekarang tinggal bersama mertuaku," jelas Jungkook. "Omong-omong ini sudah sore, naik mobilku saja. Biar aku yang mengantarmu pulang. Ayo!"

Jungkook jalan lebih dulu, disusul dengan Sinbi yang mengikuti langkah adik iparnya dari belakang.

Dulu, jantungnya selalu berdegup kencang ketika dia bertatapan dengan manik mata Jungkook atau sekadar berada di dekatnya. Mendadak salah tingkah ketika mendengar suara laki-laki itu. Namun ... sekarang sudah tidak lagi.

Sinbi sudah benar-benar move on dan berhasil melupakan perasaannya pada Jungkook.

***

Aku inget dulu pernah bikin prolog, jadi sekarang ada epilognya ya ehe.

Kesempatan Kedua [Jehop-Sinbi]✔Where stories live. Discover now