29 - Semua Juga Akan Terbiasa

6.3K 856 185
                                    

"Bagaimana?" tanya Sinbi pada suaminya yang kini menghela napas berat. Berkali-kali mencoba menghubungi Eunha, tetapi nomor itu tidak aktif.

"Apa dia ganti nomor lagi, Bi?"

"Tidak tahu, kapan terakhir kali kau menghubunginya?"

"Dua hari lalu. Meski tidak diangkat tapi masih tersambung. Tapi tadi pas kucoba lagi tidak bisa."

Hal itu akan lebih mudah jika saja Eunha masih mengaktifkan semua sosial medianya. Sayang sekali, dia menghapus semua akun sosial media yang diketahui oleh Jungkook agar lelaki itu tak bisa menemukan keberadaannya lagi.

Dada Eunha rasanya sesak, tenggorokannya juga sakit karena sejak beberapa hari ini sering batuk-batuk tanpa sebab. Perasaan dia tidak makan makanan yang aneh, tetapi mengapa jadi batuk?

Wanita itu melangkahkan kaki menuju dapur untuk mengambil air minum. Sudah meminumnya segelas tidak mampu menghilangkan rasa gatal yang mendera tenggorokannya.

"Eunha, tidak apa-apa?" tanya wanita yang baru saja datang ke dapur karena sejak tadi mendengar suara kungkungan batuk milik anak perempuannya. "Mama dengar dari tadi batukmu tidak berhenti."

"Iya, aku juga tidak tahu." Eunha kembali terbatuk, tidak nyaman sekali jika dalam keadaan begini.

"Ini pasti karena kamu kelelahan dan sering begadang. Mama kan bilang jangan begadang!"

"Tapi aku begadang karena tidak bisa tidur, Ma."

Ya, jam tidur Eunha mendadak kacau. Untuk menghilangkan rasa rindunya pada lelaki itu jika sedang sendiri, Eunha memilih bermain game atau menonton acara televisi di kamarnya tengah malam. Nomor Jehop sengaja dia blokir karena tidak ingin mendengar kabar apa-apa dari Jungkook. Meski begitu, sekarang Eunha membeli nomor baru lagi dan tetap menyimpan nomor Jehop di note ponselnya.

"Kita ke rumah sakit, ya? Mama tidak tega melihatmu begini."

"Tidak usah, Ma. Aku tidak apa-apa." Sedetik setelah berkata begitu, Eunha menggapai pinggir meja makan dan duduk di salah satu kursi. Memegangi dadanya yang terasa sesak karena tenggorokan itu kembali gatal. Gara-gara batuk, sudut matanya ikut berair dan akhirnya menangis padahal Eunha sebenarnya tidak ingin.

"Mama akan mengambil jaketmu, tunggu di sini."

Wanita yang sudah khawatir dengan kondisi Eunha yang mendadak menurun sejak kemarin, bergegas ke kamar anak gadisnya untuk mengambil jaket dan masker. Tak butuh waktu lama, Eunha melihat sang mama datang dan membantunya memakai dua benda yang dibawa itu.

"Ayo!"

Eunha bangun pelan-pelan, memegang perut besarnya dan berjalan dengan bantuan sang mama menuju ke luar rumah.

"Tolong antar kami ke rumah sakit," kata Mamanya Eunha pada supir pribadi yang bekerja di rumah ini. Lelaki itu mengangguk dan sedikit berlari membukakan pintu mobil untuk anak majikannya.

Eunha membuka topi jaketnya, membiarkan rambut yang baru tumbuh itu terlihat. Wanita dengan masker hitam yang menutupi area hidung dan mulutnya itu menyandarkan kepala di bahu sang mama dan memeluknya.

Mamanya Eunha mengusap-usap punggung gadis yang beberapa kali masih terbatuk. Dia sangat takut jika anak semata wayangnya kenapa-napa. Sedih sekali rasanya bila melihat Eunha seperti itu. Jika Eunha merasa sakit atau terluka, entah mengapa dia juga sama. Itu sebabnya, dia tidak pernah membiarkan Eunha bersedih dan selalu mengabulkan permintaannya.

Termasuk mengenai Jungkook.

Dia tak pernah bermaksud untuk mengancam menantunya, hanya saja terpaksa melakukan itu agar Jungkook tidak menolak perjodohan. Itu adalah kali pertama Eunha mencintai seseorang, dan sebisa mungkin dia ingin anaknya tidak merasa sakit hati karena sebuah penolakan. Dia hanya ingin anak perempuannya itu bahagia. Hanya itu. Karena sang mama tidak tahu apakah besok-besok dia masih bisa melihat senyum anaknya lagi atau tidak. Jujur saja, itu adalah hal yang paling menakutkan dalam hidupnya.

Kesempatan Kedua [Jehop-Sinbi]✔Where stories live. Discover now