30 - Bingung

44K 2.2K 111
                                    

Guys, kuingin mengatakan sesuatu.

Aku sedih. Kenapa? Karena kalian baru mau comment kalo aku suruh. Ha.

Kalian bisa liat chapter sebelumnya. Aku kan kasi beberapa pertanyaan dan wajib dijawab, dan lumayan banyak yang comment. Dan itu artinya ... kalian baru mau comment kalo aku suruh.

Karena biasanya tuh kalian cuma comment 'next' doang. Cek aja kalo ga percaya. Ga perna tuh kalian ngasi pendapat. Ada sih, 'beberapa' doang.

●●●


Alan memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah kafe yang bertuliskan Kafe Selalu Sedap. Sebenarnya tadi Alan ingin ke sini menggunakan motor, tapi karena hujan turun dengan sangat lebat, Alan memutuskan untuk ke sini menggunakan mobil.

Alan mematikan mesin mobil, namun enggan turun. Ia menatap lurus ke arah luar lewat kaca, lalu menghela napas berat. Tetes-tetes hujan yang menabrak kaca mobil membuat Alan kepikiran soal Vella. Di luar sana, hujan turun dengan sangat lebat, membuat Alan sangat amat khawatir dengan keadaan Vella. Apa gadis itu baik-baik saja? Ah, Alan harap begitu.

Alan mengusap wajahnya frustasi. Ia sendiri mengaku bahwa dirinya memang salah. Alan mengaku dirinya memang bodoh, bodoh karena sudah membuat Vella jatuh cinta terhadapnya. Memang benar, Alan memang menjadikan Vella sebagai pacar waktu itu karena ia masih belum bisa melupakan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.

Waktu pertama kali Alan melihat Vella di kantin pada hari itu, Alan memang sempat terkejut karena wajah, postur tubuh, dan senyum Vella sama persis dengan apa yang dimiliki Vio. Oleh karena itu, tanpa menunggu lama lagi Alan langsung menjadikan Vella sebagai pacarnya, tanpa mau mendengar penolakan.

Tetapi seiring berjalannya waktu, Alan juga mulai merasa nyaman berada di dekat Vella. Namun bedanya, Alan tidak memandang Vella sebagai Vio lagi, melainkan Vella yang memang benar-benar asli. Alan pun tidak tahu mengapa semua ini bisa terjadi.

Alan akhirnya turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam kafe itu. Di dalam, ia langsung disambut oleh Axel yang sudah tiba di sana lebih dulu. Anehnya, kali ini ia tidak bersama Vino.

"Sini, Bro!" Axel melambaikan tangannya, membuat Alan yang melihatnya itu langsung menghampiri Axel. Sampai di tempat dimana Axel berada, Alan duduk di hadapan Axel.

"Tumben lo ngajak gue nongski di sini, berduaan doang lagi. Ada apaan, Mas Bro?" tanya Axel santai, kemudian menyeruput cappuccino-nya.

Alan menghela napas. "Gue ... gue udah nyakitin Vella, Bro."

"WHAT?!" Axel memekik kencang, sampai-sampai beberapa pengunjung kafe menoleh ke arahnya. "Maksud lo, lo KDRT sama Vella?! Lo gebukin Vella?! Astagfirullah, tobat napa, Lan. Lo boleh aja gebukin orang, tap--"

"Bisa gak sih lo dengerin gue dulu?" Alan berucap ketus, namun untungnya ia menahan tangannya yang sudah siap dari tadi untuk menabok Axel sampai mental.

Axel nyengir. "Yaudah, Lan, lanjut."

"Jadi, Vella udah tau semuanya."

Axel mengernyit. "Semuanya?"

Alan mengangguk. "Ya, semuanya."

Axel terdiam sejenak. Beberapa detik kemudian, ia bertanya lagi. "Maksud lo ... tentang Vio?"

Alan hanya mengangguk seraya mengusap wajahnya. Sementara Axel menganga tidak percaya. Jujur, Axel memang mengetahui segala tentang Alan, tentang masa lalu cowok itu, termasuk tentang Vio. Awalnya, Axel memang sempat sedikit memarahi Alan karena Alan belum bisa melupakan Vio yang telah meninggalkannya untuk selamanya. Parahnya lagi, Alan malah menjadikan Vella sebagai pacar yang jelas-jelas wajahnya sangat mirip dengan Vio.

She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now