11 - Curhat

61.6K 3.5K 23
                                    

A/N:

Wkwkwk judulnya uda diganti yaw.

●●●

"Waktu SD sampe SMP, gue deket banget sama Alan."

Vella mengangguk paham. "Terus?"

"Iya, dulu gue deket sama Alan. Tapi, gara-gara satu masalah, dia jadi jauhin gue dan gak pernah deket-deket gue lagi."

"Lo anak IPA, kan?" Vella bertanya.

"Ya."

Vella menatap Daniel. "Um..., gue boleh tau nggak, kenapa Alan jauhin lo?"

Daniel mengalihkan pandangannya dari Vella. Ia memejamkan matanya, seolah mengingat kembali masa-masa dimana ia masih dekat dengan Alan. Tak lama kemudian, ia kembali membuka matanya dan mengerjap beberapa kali.

Vella masih setia menunggu jawaban Daniel. Sementara Daniel seperti orang yang bingung dan gelisah.

"Dan," panggil Vella.

"Ya?"

"Kalo lo gak mau cerita juga gak apa-apa kok, gue gak maksa." Vella tersenyum.

Daniel tersenyum pahit. Lalu ia mengalihkan pandangannya pada Vella kembali. "Lo ... janji gak bakal kasih tau siapa-siapa?"

Vella terdiam. Kalau sudah seperti ini, berarti apa yang ingin Daniel katakan sangatlah bersifat rahasia. Dan Vella pun merasa bingung karena Daniel mau bercerita dengan orang yang bahkan baru di kenalnya.

"Gue janji."

"Oke, gue percaya sama lo." Sebelum bercerita, Daniel menarik nafasnya kemudian menghembuskannya. "Hal pertama yang harus lo tau itu, mantannya Alan banyak banget."

Vella mengangguk paham.

Daniel menghela napas. "Tapi gak pernah ada yang tahan lama, paling lama juga 2 bulan."

Vella sempat tertegun sebentar. Ia tak menyangka bahwa Alan tak pernah serius dalam hubungan percintaan. Lantas, bagaimana dengan hubungannya sekarang? Apa Vella juga akan menjadi korban?

Tak lama, Daniel panik. "G-gue gak maksud buat jelek-jelekin cowok lo. Gue cuma ngomong apa adanya aja."

"Iya, gak apa-apa."

"Nah, tapi ada satu cewek yang spesial bagi Alan, Vel. Namanya Sonya."

Vella mengangguk. Ternyata, Alan pernah serius juga walaupun ia lebih sering tidak serius dalam hubungan percintaannya.

Daniel menghela napas lega. "Sonya itu cantik, famous, banyak temennya, dan dia itu ketua tim basket cewek. Gue inget, Alan langsung nembak Sonya di hari yang sama pas mereka baru ketemu."

Vella tertegun. Alan juga menembaknya ketika mereka baru kenal. Ralat, bahkan mereka tidak saling mengenal dan tiba-tiba saja Alan menjadikannya sebagai pacar.

"Dan lo tau, Vel? Alan gak mau nerima penolakan. Pokonya dia maksa Sonya buat jadi milik dia."

Lagi-lagi, Vella harus kaget karena kejadiannya sama persis dengan yang dialaminya.

"Mereka pacaran cukup lama, satu tahun lebih kalo gak salah, dan waktu itu kami masih SMP. Alan yang dulu memang sahabat gue, selalu menceritakan Sonya di depan gue. Dia selalu curhat sama gue. Sampe akhirnya...." Daniel menggantungkan kalimatnya. Ia terlihat memejamkan matanya erat.

Vella yang mulai penasaran itu bertanya-tanya pada Daniel. "Akhirnya kenapa?"

"Ternyata selama ini Sonya suka sama gue," ucap Daniel cepat. "Dan gue sama sekali gak tau."

Vella hanya mendengarkan Daniel saja.

"Waktu itu, Sonya ngomong langsung ke gue sambil nangis-nangis. Dia bilang ke gue kalo dia udah gak tahan lagi pacaran sama Alan, karena dia sukanya sama gue. Dan sialnya, seseorang videoin kami dan kirim video itu ke Alan.

"Alan langsung marah sama gue. Dia datengin gue, mukulin gue, sampe gue masuk rumah sakit. Tapi, dia udah emosi banget waktu itu. Dia udah gak mikirin keadaan gue lagi. Pokonya, dia semakin hancur ketika Sonya mutusin dia sebelom akhirnya Sonya pergi ke Amrik."

Hati Vella terasa teriris ketika mendengar cerita Daniel. Entah kenapa, ia jadi sedih mendengar cerita itu. Ia membayangkan jika dirinya ada di posisi Daniel, pasti hatinya akan sangat perih bagai ditusuk ribuan pisau.

"Sejak kejadian itu, gue ngerasa kalo Alan dan gue itu udah gak saling kenal. Kalo sampe berpapasan pun, Alan buang muka, seakan-akan gue gak ada."

Vella menundukkan kepalanya. "Sorry, Dan, gara-gara gue, lo jadi harus inget-inget lagi kejadian itu. Gue tau, lo pasti sedih banget."

Daniel tertawa kecil, berusaha menutupi kesedihannya. Padahal, hatinya terasa amat sakit jika kembali mengingat kejadian itu.

"Selo aja, Vel, gue gak papa kok."

"Dan," panggil Vella.

"Hm?"

"Menurut lo, Alan serius gak, sama gue?"

Daniel tersenyum. "Kalo dia perhatian, posesif parah, berarti dia serius."

Vella terdiam. Jadi, Alan benar-benar menyukainya?

Daniel terkekeh. "Kenapa tiba-tiba nanya itu?"

Vella ikut-ikutan terkekeh. "Soalnya Alan nembak gue juga gak nerima penolakan."

Daniel membelalakkan matanya. "Serius?"

"Iya, beneran. Gue aja bingung, kenapa tiba-tiba gue ditembak sama kakak kelas yang gak gue kenal kayak dia."

Daniel tersenyum tipis. "Mungkin lo bisa jadi orang spesialnya Alan, kayak Sonya."

Vella tertawa kecil. "Bisa aja lo."

"Tapi, lo udah mulai suka kan, sama Alan?"

Vella terdiam. Ditanya seperti itu, ia juga bingung. Ia benar-benar tak bisa membedakan mana suka, mana tidak.

Vella menghela napas. "Gue gak tau, Dan."

Daniel mengerutkan dahinya. "Lah? Kok gak tau?"

"Abisnya gue gak bisa bedain mana suka, mana enggak."

Daniel membulatkan matanya. "Lo gak pernah pacaran sebelom pacaran sama Alan?"

"Enggak," jawab Vella polos.

"Pernah suka sama orang gak?"

Vella mengangguk. "Kalo itu pernah."

"Oh. Kalo boleh tau, pernah suka sama siapa?"

"Um ... Shawn Mendes, Harry Styles, sama Cameron Dallas."

Mendengar itu, Daniel menepuk dahinya pelan. Ia tak menyangka jika cewek secantik Vella belum pernah pacaran. Dan tak menyangka juga karena sifat Vella yang polos itu.

Sedetik kemudian, Daniel membenarkan kaca matanya. Ia merapikan dan menyusun kamus-kamusnya kembali agar bertumpuk rapi, lalu beranjak dari kursinya.

"Vel, bentar lagi masuk. Gue duluan ya," pamitnya.

Vella mengangguk. "Thanks ya, karena udah mau cerita tentang Alan ke gue."

Daniel tersenyum lebar. "Bye."

Setelah Daniel pergi, Vella kembali membaca novelnya. Tetapi, pikirannya jadi tidak fokus karena Alan. Ia jadi memikirkan cowok itu sekarang.

She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now