25 - Sedih

52.2K 2.6K 56
                                    

Tanggal 17 September.

Dua hari lagi merupakan hari ulang tahun Vella. Oleh sebab itu, Alan mengajak yang lain berkumpul di kafe dekat sekolah mereka untuk merencanakan sesuatu pada hari ulang tahun Vella yang ke 15. Alan sengaja karena ia ingin ulang tahun Vella kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Iya, Alan sudah mengetahui masalah tentang Vella yang kesepian karena ibunya sibuk bekerja, serta ayahnya yang sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya. Tentu saja Alan pintar mencari segala informasi tentang Vella.

Alan membuka pintu kafe yang terbuat dari kaca, kemudian masuk ke dalam. Ia melangkahkan kaki menuju tempat duduk yang kosong. Alan mendaratkan bokongnya di atas kursi, lalu meletakkan kunci mobil di atas meja. Tak lama, seorang pelayan wanita yang memakai seragam warna abu-abu menghampiri Alan sambil membawa notes kecil untuk mencatat pesanan pelanggannya.

Suasana kafe sedang sepi pagi ini. Langit yang mendung dan suhu yang agak dingin membuat sebagian orang ingin menghangatkan tubuh dengan meminum kopi atau cokelat hangat. Tetapi Alan berpikiran lain, mungkin minum frappuccino dingin akan lebih baik.

"Mau pesan apa?" tanya pelayan wanita itu dengan ramah. Walau sebenarnya ia sedang curi-curi pandang ke arah Alan yang memang tampan. Pelayan itu juga tersenyum genit kepada Alan yang malah fokus melihat daftar menu.

"Green tea frappuccino aja, Mbak."

Sekali lagi, pelayan itu tersenyum genit seraya mencatat pesanannya. Usai itu, ia berlari kecil menuju dapur dan mengatakan kepada seseorang yang biasa membuat minuman di dapur. Sambil menunggu teman-temannya datang, Alan memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Jean dan Okta datang. Mereka berjalan dengan canggung ke arah Alan, karena mereka merasa aneh mengapa Alan mengajak mereka ketemu di kafe.

"Ada perlu apa ya, Kak?" tanya Okta yang sudah penasaran itu. Jujur, Okta masih kesal pada Alan karena cowok itu memasak makaroni keju menggunakan gula, bukan garam. Jika diingat-ingat lagi, rasanya Okta ingin sekali memasukkan makaroni keju yang manis itu ke dalam mulut Alan sampai cowok itu muntah-muntah.

"Duduk."

Okta dan Jean akhirnya duduk di hadapan Alan. Ekspresi Alan sulit ditebak. Sampai Okta maupun Jean tak dapat mengetahui isi pikiran cowok itu dan apa yang Alan inginkan.

Melihat tidak ada keberadaan Vella di samping Alan membuat Jean kepo. "Kak, Vella mana?"

"Gak ada."

"Hah? Maksud Kakak, Vella udah gak ada?!" pekik Okta sekencang-kencangnya, membuat seluruh isi kafe memperhatikannya.

"Inalillahi," celetuk Jean. Padahal cewek itu sudah tahu apa yang dimaksud Alan.

"Goblok." Alan mendengus. "Bukan itu maksud gue."

Okta cengo. "Oh. Jadi, Vella masih ada, kan?"

"Ada lah." Alan mendengus lagi, kemudian beralih menatap layar ponselnya.

Diam-diam Okta ingin sekali memaki Alan sampai cowok itu meminta maaf padanya. Okta merasa Alan selalu jutek padanya. Dan sedangkan dengan Vella, Alan malah bertingkah jauh lebih baik dan sangat lembut.

Tak lama, datanglah Vino dan Axel.

🐶🐶🐶

Vella menghela napas berat. Dua hari lagi merupakan hari ulang tahunnya. Dan yang untuk kesekian kalinya, Vella tak dapat merayakan ulang tahunnya bersama Hana, karena ibunya itu mendadak pergi ke Spanyol untuk urusan pekerjaan. Vella tak menyangka jika ibunya akan lebih mementingkan pekerjaan dibanding anaknya sendiri.

Vella menunduk. Terakhir ia merayakan ulang tahun bersama kedua orang tuanya adalah di hari ulang tahunnya yang ke 5. Vella masih ingat, waktu itu ayahnya masih hidup. Vella juga ingat bagaimana dirinya tersenyum lebar karena bisa merayakan hari ulang tahunnya bersama kedua orang tuanya. Tapi semenjak ayahnya meninggal karena tabrak lari, Vella tak lagi dapat merayakan ulang tahunnya. Ibunya selalu sibuk bekerja dan menjadikan pekerjaan sebagai prioritasnya, bukan Vella.

Malam itu, Vella kecil sedang tertidur pulas. Ia sedang bermimpi bahwa rumahnya berubah menjadi rumah nanas milik Spongebob. Tak lama kemudian, dirinya terbangun karena tiba-tiba telinganya mendengar sebuah nyanyian yang ditujukan untuknya.

"Happy birthday, Vella
Happy birthday, Vella
Happy birthday, happy birthday
Happy birthday, Vella." 🎼

Mata Vella lantas membulat ketika melihat ayah dan ibunya yang berdiri di dekat kasurnya. Ayahnya membawa dua buah kotak, sedangkan ibunya membawa sebuah kue tart cokelat yang terdapat lilin di atasnya yang sudah dinyalakan. Vella tersenyum lebar. Ia melirik kalender, dan benar saja, ternyata dirinya berulang tahun yang ke lima. Ia juga melirik kalender yany ternyata sudah jam 12. Berarti, ayah dan ibunya adalah orang yang pertama kali mengucapkan selamat ulang tahun padanya.

Hana meletakkan kue tart itu di atas meja belajar Vella, kemudian memeluk putrinya dengan erat. Sambil mengelus puncak kepala Vella, ia berkata, "Selamat ulang tahun, sayang."

Setelah Hana melepas pelukan dan kembali mengambil kue tart yang tadi diletakkan di atas meja, Gara yang merupakan ayah Vella itu gantian memeluk putrinya dengan sayang. "Selamat ulang tahun, anak kesayangan Papa."

Vella tersenyum lebar. Ia merasa hari ini adalah hari ulang tahun terbaiknya. "Makasih Pa, Ma."

"Sebelum tiup lilin, kamu make a wish dulu, ya."

Vella mengangguk. Ia mulai menyatukan kedua tangannya, lalu memejamkan matanya. Vella memohon agar dirinya akan selalu bersama dengan kedua orang tuanya, selalu bahagia, dan bisa membanggakan kedua orang tuanya. Setelah memohon kepada Tuhan, Vella membuka matanya dan meniup lilin itu hingga mati semuanya.

Vella hanya bisa tersenyum pahit mengingat kejadian itu. Mengingat hari ulang tahunnya yang paling membahagiakan. Mengingat di saat ayahnya masih hidup dan bisa tertawa lepas bersamanya.

Kalau saja waktu bisa diputar mundur, Vella akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya bersama ayah dan ibunya. Vella juga tak akan membiarkan ayahnya yang sedang berolahraga waktu itu langsung ditabrak begitu saja oleh seseorang yang tak bertanggung jawab. Jika waktu itu Vella ada di tempat kejadian, pasti ia akan mengambil batu besar dan melempar sekuat tenaganya ke arah mobil yang melarikan diri itu. Apalagi sampai sekarang pelakunya belum ditemukan.

Setetes cairan bening turun membasahi pipi Vella. Ia menangis tanpa suara, namun air mata itu tetap keluar dengan deras. Ia menatap seekor anjing yang mendekatinya. Dia Loki. Vella mengangkat Loki lalu menaruhnya di pangkuannya. Vella mengelus bulu lebat milik Loki. Saat ini, hanya Loki yang bisa membuat moodnya membaik.

🐶🐶🐶

Tanggal 19 September.

Pagi itu, Jakarta diguyur hujan deras. Entahlah, mungkin matahari enggan muncul. Atau mungkin awan yang menumpahkan hujan deras itu mewakili perasaan Vella yang kini sedang sedih.

Hari ini adalah ulang tahun Vella. Benar, belum ada yang mengucapkannya selamat ulang tahun. Kecuali ayahnya yang mungkin mengucapkan, namun Vella tak dapat mendengarnya.

Vella sama sekali belum dapat telfon dari ibunya yang kini masih berada di Spanyol. Vella tersenyum pahit. Padahal ia berharap, setidaknya ibunya mengucapkannya ulang tahun pertama kali walaupun lewat telepon. Tapi ternyata?

Vella melirik Loki yang sedang menggigit-gigit mainan berbentuk tulang yang baru Vella beli waktu itu. Kalau Loki bisa bicara bahasa manusia, Vella akan senang sekali karena pasti Loki akan menjadi yang pertama kali mengucapkan ulang tahun pada Vella.

"Loki, sini." Vella mengangkat Loki ke atas pangkuannya. "Aku hari ini ulang tahun. Kamu gak mau ngucapin?"

Yang diajak bicara malah memandang Vella dengan bingung. Wajah Loki yang seperti tak mengerti apa yang diucapkan Vella membuat Vella gemas sendiri.

Dan sepertinya hari ulang tahun sekarang ini akan menjadi lebih buruk dibanding tahun-tahun sebelumnya.

She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now