21 - Soda

50.3K 2.8K 129
                                    

Vella menyedot sodanya yang tadi ia beli dengan menggunakan sedotan. Sebenarnya Hana sudah berkali-kali memberitahu Vella agar cewek itu harus mulai mengurangi kebiasaan meminum soda, karena alasan soda itu tak baik bagi kesehatan tubuh. Namun melihat cuaca yang begitu panas dan membuat gerah serta mandi keringat, Vella tak ada pilihan lain selain meminum soda yang dingin. Padahal bisa saja ia membeli es teh atau air dingin, namun ia tetap memilih soda.

Lagi, ia harus menunggu Hana untuk menjemputnya. Soalnya tadi pagi Hana sempat bilang ingin menjemput Vella pulang, jadi Vella menunggu Hana di sini dan sengaja tidak meminta Alan yang mengantarnya pulang.

Sebenarnya Vella masih agak kesal dengan Alan, terutama karena sifat posesif cowok itu yang menyebalkan. Vella juga sebal dengan Alan karena sifat cowok itu yang bisa berubah kapan saja. Kadang ceria, jahil, dan bahkan cowok itu sering mengejek guru seperti waktu itu ia mengejek Pak Soni. Tetapi kadang, Alan juga bisa berubah menjadi sosok yang dingin, cuek, dan seram karena tatapan matanya yang tajam.

"Ih, panas banget." Vella mendengus seraya mengusap dahinya yang dibanjiri keringat. Sekali lagi ia menyedot sodanya, lalu mengecek pukul berapa sekarang.

"Kalo bukan panas, namanya bukan Jakarta," celetuk seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Vella. Vella menoleh dan mendapati Alvaro sedang tersenyum lebar ke arahnya. Cowok itu memiliki senyum yang manis, sama seperti Alan.

"Hai, kakak ipar." Alvaro menyapa Vella, masih dengan senyuman lebarnya. Kadang Vella bingung mengapa Alvaro selalu tersenyum. Apakah cowok itu tidak merasa pegal?

Vella tersenyum tipis. "Hai, Alvaro."

"Lagi ngapain, Kak?" tanya Alvaro. "Nunggu Bang Alan, ya? Yaelah, gak usah nungguin dia, Kak. Soalnya tadi dia bilang ke aku kalo dia ada latihan basket hari ini."

Vella menggeleng. "Gak. Aku nungguin mama aku buat jemput."

"Oh...." Alvaro membentuk mulutnya menjadi huruf 'O'. Kemudian tatapannya teralih pada wajah Vella yang sudah dibanjiri peluh. "Gile lo, Kak! Kakak mandi di mana sampe bisa basah begitu?"

Vella mengerutkan dahinya. "Hah?"

"Oh, itu keringet, ya?" Dengan bodoh Alvaro menunjuk wajah Vella yang dibasahi keringat. "Kakak kasian amat. Pulang bareng aku aja deh, Kak!"

Vella menggeleng. "Gak ah, takutnya ngerepotin kamu."

Alvaro menggeleng juga. "Enggak ngerepotin sama sekali, kakak iparku. Mau, ya? Ya, ya, ya? Ya, Kak?"

"Emangnya kamu bawa kendaraan?"

Alvaro menyengir. "Kagak sih, Kak. Tadi aku bareng Bang Alan."

Mendengar itu, Vella mendengus. Alvaro menawarinya untuk pulang bareng, namun cowok itu tak membawa kendaraan. Bagaimana sih?

"Eh betewe, Kak, itu sodanya beli di kantin, ya?" tanya Alvaro seraya menunjuk soda milik Vella dengan telunjuknya.

Vella mengangguk. "Iya lah, dimana lagi?"

Alvaro menyengir lagi. "Hehe. Kak, boleh bagi, gak?"

Mendengar permintaan Alvaro, Vella yang sedang minum itu tersedak. Melihat Vella tersedak, Alvaro langsung panik. Ia pun teriak-teriak seperti orang gila. "WOI! KAKAK IPAR GUE KESELEK! TOLOOONGGG!!! TOLOONGG!"

Hening. Namun semua orang yang berada di sekitar tempat itu menoleh ke arah Vella dan juga Alvaro dengan bingung. Beberapa dari mereka tertawa geli karena kelakuan Alvaro. Vella yang menyadari itu langsung menyuruh Alvaro untuk diam, namun cowok itu tampak tak peduli.

"Ih, lo pada semuanya jahat banget ya! Kakak ipar gue lagi keselek kok pada bodo amat! Hih, lo semua gak punya hati, ya?" omel Alvaro dengan menggebu-gebu, namun raut wajahnya tak menunjukkan bahwa ia marah. Ekspresinya tetap sama, yaitu tersenyum dan terlihat ceria.

She's MINE!! (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang