15 - Ponsel

64.2K 3.1K 14
                                    

Sudah tiga hari sejak Vella sakit, akhirnya hari ini cewek itu dapat masuk sekolah seperti biasanya. Waktu ia sakit, pasti Alan merawatnya ketika cowok itu pulang sekolah. Vella sendiri kagum, karena akhir-akhir ini Alan mulai jarang bolos dan lebih sering mengikuti pelajaran.

Vella melangkahkan kakinya masuk menuju kelas dengan malas. Ia yakin, mata pandanya lebih terlihat jelas dibanding sebelumnya, karena semalam ia menonton drama Korea sendirian sampai jam 3 pagi.

Cewek berambut panjang itu mendudukkan dirinya di atas tempat duduknya. Di sebelahnya ada Jean yang sedang membaca novel horor yang ia pinjam dari perpustakaan sekolah. Jean tampak tegang sekali membaca novel itu, matanya menatap fokus ke arah tulisan-tulisan dalam novel, sampai ia tak menyadari kehadiran Vella di sebelahnya.

"Oi!" Vella menepuk pelan pundak Jean.

"Eh, ayam--eh, kambing!" Jean terlonjak kaget.

Vella terbahak. Ekspresi Jean saat ini membuatnya tertawa. Sementara Jean yang kesal itu memutar bola matanya dan mengalihkan pandangannya kembali ke arah novel.

"Gue kaget, tau!" kesal Jean. "Setannya udah mau muncul, lo malah ngagetin gue."

Vella tertawa lagi. "Lagian, fokus amat."

"Ya iyalah, fokus. Kalo gak fokus gue gak akan ngerti jalan ceritanya."

Tiba-tiba Vella terdiam. Ia mengerutkan dahinya, tanda bingung. Tatapannya teralih pada kursi di depannya yang kosong, tidak ditempati oleh siapapun. Aneh, biasanya orang itu datang cepat-cepat.

"Okta mana, Jean?" Vella bertanya.

Jean mengangkat bahunya. "Gak tau, tumben itu anak belom masuk."

Vella mengangguk. "Kalo gitu, lo temenin gue ke loker, ya? Gue pengen ambil buku."

Jean mengangguk. Ia meletakkan pembatas buku di halaman terakhir yang ia baca. Setelah itu, Jean dan Vella berjalan keluar dari kelas dan menuju tempat loker yang jaraknya tak terlalu jauh dari kelas. Vella membuka lokernya. Sedetik kemudian, ia membelalakkan matanya ketika melihat isi lokernya.

Jean mengerutkan dahinya. "Kenapa, Vel?"

Tanpa menjawab, Vella membawa benda itu keluar dari loker. Jean pun langsung terkejut dibuatnya. Kini mata mereka sama-sama terbuka lebar dengan mulut yang terbuka lebar juga.

"Udahan mangapnya, woy. Gak takut mulut lo pada kemasukan nyamuk?" celetuk seorang siswa yang berjalan melewati mereka, kemudian langsung pergi. Tanpa membalas siswa itu, Jean dan Vella akhirnya saling bertatapan.

"I-ini beneran, Jean?" tanya Vella tidak percaya. Matanya menatap benda itu dan Jean secara bergantian.

Jean mengangguk ragu. "Iya kayaknya, Vel."

Benda tersebut adalah sebuah kotak berwarna putih yang diyakini berisikan ponsel. Itu benda bermerk, yang pasti harganya sangat mahal.

"Coba lo buka deh, Vel, siapa tau isinya cuma buah apel doang. Kan sekarang banyak yang ngeprank kayak begitu," ujar Jean.

Sebenarnya, Vella juga sangat penasaran. Mengapa tiba-tiba ada yang memberikannya ponsel? Vella berpikir, apakah sekarang ia mulai memiliki pengagum rahasia?

Akhirnya, tangan Vella membuka kotak itu secara buru-buru, karena tidak sabar ingin melihat isinya. Beberapa waktu kemudian, dirinya dan juga Jean dibuat terkejut lagi oleh benda itu.

"A en je a ye! Ternyata isinya beneran hape!" seru Jean seraya menatap benda itu dengan senang.

Vella masih terdiam. Sungguh, ia masih tidak percaya dengan benda yang dipegangnya. Memang, Vella bersyukur karena ada seseorang yang membelikannya ponsel, sebab ponselnya rusak. Tapi ... siapa yang memberikannya?

Tiba-tiba saja Vella teringat seorang cowok yang waktu itu. Yang waktu itu menjatuhkan kamus di atas kepala Vella hingga akhirnya mengenai ponsel yang sedang digenggam Vella. Kemudian ponsel malang itu jatuh ke lantai dan anti goresnya hancur. Awalnya, Vella pikir hanya anti goresnya yang rusak. Tetapi ternyata ponselnya pun tak bisa dinyalakan.

Apa mungkin Daniel yang memberikan ponsel itu?

"Lah, lo ngapa bengong, Vel?" tanya Jean ketika melihat sahabatnya diam tanpa mengucapkan satu katapun.

Belum sempat Vella menjawab, tiba-tiba saja Jean menepuk dahinya pelan, seakan ia telah melupakan sesuatu. "Astaga, Vel! Gue lupa, gue belom ngerjain PR!"

Vella mengerutkan dahinya. "PR apa?"

"Fisika," jawab Jean, masih dengan wajah paniknya. "Aduh, gimana nih? Mana Fisika pelajaran pertama, lagi. Lo udah ngerjain, Vel?"

"Udah."

"Pinjem dong!"

Vella mengangguk. "Lo ambil aja di tas gue, gue masih mau di sini."

"Oh? Oke deh, duluan ya!" Setelah dijawab anggukan oleh Vella, Jean berlari kecil menuju kelasnya dan menyalin PR Vella. Sementara Vella tetap berdiri di dekat lokernya.

Vella menghela napas berat. Ia kembali menatap ponsel barunya itu. Jujur saja, sebenarnya ia sangat senang jika ponsel itu memang untuknya. Namun, ia sulit untuk menerima barang pemberian orang lain. Apalagi ini barang mahal.

Ketika ingin menutup lokernya, lagi-lagi kernyitan muncul di dahinya. Ia mengernyit bingung, menatap sebuah kertas berwarna putih yang dilipat asal di dalam lokernya. Karena penasaran, Vella membuka lipatan kertas itu, lalu membacanya satu per satu.

Vella, gue harap sih yang baca ini surat bukan orang lain, tapi lo sendiri. Wkwkwk.

Gimana? Lo suka gak sama hape baru lo? Sori ya, kalo gak suka sama hapenya.

Oiya, gue mau bilang maaf sekali lagi, karena gue waktu itu udah jatohin kamus di kepala lo. Sori juga karena udah bikin hape lo rusak.

Btw, hapenya dipake ya, jangan dibuang.

Dari cowok paling ganteng, Daniel.

Vella tertawa membaca surat yang ditulis oleh Daniel itu. Tulisannya sangat acak-acakan seperti ceker ayam. Namun, untung saja masih dapat dibaca oleh Vella.

Kembali ke tujuan utamanya, Vella mengambil buku-buku pelajarannya yang sengaja ia simpan di loker. Ia berbalik, melangkahkan kakinya menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

●●●

H E L L O !!!

JADI, DIMANAKAH ALAN? WKWK.

Iya guys, Alan gak muncul di bab ini. Jangan sedih ya, cup cup cup...

Btw, visual Daniel kira-kira siapa ya? 🤔🤔🤔

She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now