01 - Bertemu

113K 6.4K 105
                                    

Vella memandangi layar ponselnya dengan tatapan kosong. Helaan napas keluar dari bibir pinknya. Cuaca panas menyebabkan dirinya mandi keringat.

Karena merasa sangat kegerahan, Vella mengikat rambutnya jadi bentuk ponytail, kemudian mengipas-ngipas wajahnya menggunakan tangannya sendiri, walaupun ia tahu hal yang dilakukannya tidak akan mengurangi rasa panas yang menjalar ke tubuhnya.

"Sumpah, Mama mana sih?" Ia bertanya pada diri sendiri. Raut wajahnya menampakkan bahwa ia kesal.

Beberapa kali Vella mengecek arlojinya, melihat pukul berapa sekarang. Sungguh, padahal tadi pagi ibunya berjanji akan menjemputnya.

Tak lama, ponselnya kembali bergetar. Dengan semangat, Vella pun mengecek notifikasi tersebut. Siapa tahu ibunya memberi tahu bahwa dirinya sudah mau menjemput Vella.

Mama: sayang, kamu masih di sekolah? Maaf ya, Mama gak bisa jemput hari ini. Soalnya Mama ada meeting mendadak. Kamu pulang nebeng temen aja, bisa kan?

Vella mendesah lagi. Benar dugaannya, pasti ibunya tak bisa menjemputnya hari ini. Vella mengeluh lagi. Sudah jam segini, mana ada teman satu angkatannya yang masih di sekolah? Yah, mungkin ada sih. Tapi kan gak deket.

Karena jarak dari sekolah ke rumahnya tidak terlalu jauh, Vella memutuskan untuk jalan kaki saja. Lagipula, jalan sedikit tidak akan membuat kaki patah, kan? Justru berjalan kaki akan membuat tubuh lebih sehat.

Vella berjalan keluar dari area parkir. Ia berjalan dengan gerakan sedang, walaupun punggungnya terasa berat sebab tas ransel berisi buku-buku pelajaran itu sangatlah berat.

"Belom pulang, Dek?"

Suara itu membuat langkah Vella terhenti. Vella menoleh ke samping, dan mendapati sekelompok anak kelas 12 yang sedang nongkrong sambil merokok.

"Belom, Kak." Vella menjawab seraya melempar senyumnya. "Duluan ya, Kak."

Pada saat Vella ingin melangkahkan kakinya untuk melanjutkan perjalanan menuju rumah, sebuah tangan menahannya, sehingga Vella kembali berbalik dan menatap mereka.

"Ada apa ya, Kak?" Vella mulai merasa terganggu dengan tangan salah satu kakak kelas itu yang masih memegang tangannya.

"Kakak anter pulang, mau ya, Dek?" tanya seseorang yang bernama David.

"Gak usah, Kak, aku bisa pulang sendiri," tolak Vella secara halus.

Kini Vella pun merutuki dirinya sendiri, karena berani-beraninya melewati tempat nongkrong mereka. Beginilah konsekuensinya.

David yang masih menggenggam tangan Vella itu tertawa kecil. "Kalo gak mau dianter, nongkrong dulu yuk sama kita."

Mata Vella membulat sempurna karena tiba-tiba saja tangan kurang ajar David menarik pinggang rampingnya agar mau mendekat dengan cowok itu.

"K-kak, lepasin aku!" Dengan sekuat tenaga, Vella berusaha melepaskan pelukan David. Namun apa daya, semua orang juga tahu kalau kekuatan cowok lebih besar dibanding cewek.

"Makanya, Dek, nongkrong sama kita. Mau ya?"

"IH, ENGGAK--"

Tiba-tiba, satu pukulan mendarat tepat di pipi kanan David, sehingga cowok itu melepaskan pinggang Vella dan tersungkur di lantai.

"Makin tua makin brengsek ya lo," kata orang yang menonjok David.

Dengan nafas yang terengah-engah, Vella menatap penolongnya, berusaha mengenali siapa orang itu.

Kayaknya dia anak kelas 11 deh, gue pernah liat, batin Vella.

David bangkit secara perlahan, lalu kembali duduk bersama teman-temannya. Diam-diam, ia mengutuk teman-temannya karena tidak menolongnya sama sekali saat dirinya jatuh. Rasa sakit di sekitar pipinya makin terasa, membuat David menatap Alan dengan tajam.

Alan yang menyadari dirinya ditatap tajam oleh David, langsung membalas tatapan itu dengan tatapan yang lebih tajam.

"Ape lo? Berani ama gue?"

David menggeleng. Ia pun mengalihkan pandangannya dari Alan. Dan sialannya, teman-teman David malah terbahak-bahak melihat pipi cowok itu bengkak karena ulah Alan.

"Awas lo ya, kalo ngelakuin hal yang sama lagi. Abis lo di tangan gue." Kata-kata Alan yang bersifat mengancam itu sukses membuat David menegang.

"Ayo." Tanpa aba-aba, Alan menarik tangan Vella, membawa cewek itu pergi dari tempat nongkrong David dan teman-temannya yang biasa para cewek sebut sebagai tempat 'berbahaya'.

"Lo pasti anak kelas X, ya?" tanya Alan, lalu memakai hoodie-nya.

"I-iya, Kak."

Alan menyodorkan salah satu helm miliknya kepada Vella. "Pake."

"Buat apa, Kak?"

"Gue pengen anter lo pulang," ucap Alan seraya menatap Vella.

Damn. Mata mereka bertemu. Vella yang orangnya memang baperan itu langsung menunduk karena tak kuat ditatap Alan sedalam itu.

"Lah, malah nunduk," kekeh Alan yang ternyata udah naik ke atas motornya duluan. "Ayo."

Dengan ragu, Vella menaiki motor sport Alan, lalu memakai helmnya. Setelah memastikan Vella sudah naik, Alan menjalankan motornya.

Di dalam perjalanan, Alan diam-diam memperhatikan Vella lewat kaca spion. Alan tersenyum tipis. Cantik, batinnya.

"Oh ya, alamat lo di mana?" tanya Alan dengan suara yang lumayan keras, karena kalau berbicara dengan volume yang lebih kecil pasti tak akan kedengaran.

"Kenapa, Kak?"

"Alamat lo dimana?"

"Kenapa, Kak?"

Alan mendengus. "Alamat lo, Vella Natasha."

Lah, dia tau nama gue dari mana? Gue aja gak tau nama dia, ucap Vella dalam hati.

"Di jalan Kuda Hitam no 12, Kak."

"Oke." Tiba-tiba saja, Alan menaikkan kecepatan motornya, membuat Vella membelalak.

Motor Alan melaju dengan sangat cepat. Ingin sekali rasanya Vella berpegangan pada Alan, namun ia malu. Ia memilih untuk berpegangan pada ujung hoodie Alan saja.

"Pegangan! Lo mau jatoh?"

Vella menggeleng. Dengan ragu, ia melingkarkan tangannya pada perut Alan. Vella meneguk ludahnya kasar, jantungnya berdegup sangat kencang kali ini, karena ini pertama kalinya ia memeluk cowok.

Diam-diam, Alan tersenyum miring. Entah kenapa, hatinya senang sekali ketika Vella berpegangan erat padanya.

●●●

WKWKWKWK.

Oke, maapkan author yang gaje ini.

Sori ya kalo ceritanya gak jelas. Yang udah enek karna baca cerita ini, pergi aja gapapa kok ehehehe.

She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now