33

1.3K 216 1
                                    

Aku hanya ingin berbaring seharian di kamar hotel ini. Nggak ngapa-ngapain. Semalam suntuk tidurku tidak nyenyak sama sekali. Kantung mataku bahkan sudah menghitam dan kalau pun aku mandi, nggak merubah apapun.

Nouri gila.

Tapi aku yang jauh lebih gila atas kegilaannya.

Aku ingat-ingat lagi, pagi hari pada hari kemarin aku sarapan apa, ngemil apa, berbuat apa, sampai malamnya aku mendapat suatu perlakuan yang entah...apakah itu bentuk pengakuan, atau hambatan.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Siang nanti akan ada acara fashion show yang salah satu pembicaranya adalah Naomi.

Nouri sudah menelepon, mengirim pesan, meninggalkan pesan suara sejak subuh. Tapi, satu pun nggak aku respon. Jangankan respon, aku buka notifikasinya pun tidak. Semalam benar-benar mengacaukan segalanya.

How come dia bisa tetap bersikap seperti biasa dan seperti tidak terjadi apa-apa sih?

He kissed me first. Aku yakin seyakin-yakinnya. Meskipun semalam aku dimabuk cinta, logika-ku masih waras, dan aku masih sepenuhnya sadar. Moment after kiss pun lebih payah lagi karena aku hanya bisa tertunduk setelah bibir kami saling menjauh.

YA EMANG HABIS CIUMAN TERUS HARUS NGAPAIN SIH.

Sepanjang perjalanan pulang pun kami saling diam. Entah, apakah Nouri menyesal, takut, insecure bahwa aku nggak nyaman dengan perlakuannya malam itu. Yang jelas, kami berdua pantas dianggap gila.

Bunyi bel kamarku membuyarkan bengong pagi hariku. Aku menengok jam pada ponsel. Hampir setengah delapan pagi. What a gross. Selama hampir satu jam, aku benar-benar nggak ngapa-ngapain.

Aku nggak segera beranjak dari tempat tidur untuk mencari tahu siapa yang ada di balik pintu. Sesaat kemudian, ponselku berdering. We already know.

Nouri is calling.

Argh. Aku nggak tahu harus bagaimana lagi. Berpura-pura masih tidur juga kurang masuk akal karena sepertinya Nouri bisa menebak bahwa aku nggak akan tidur nyenyak semalaman karena perbuatannya di konser semalam.

Sejak kapan kamu jadi pengecut sih, Ta.

"TITA!" seru seseorang dari luar.

Wait. Kok bukan suara Nouri, ya. Aku bangkit dari tempat tidur dan menghambur ke pintu untuk mengintip siapa tersangka yang mengetok pintu dengan suara lantang sampai terdengar ke dalam ruangan.

Dennis.

"Hm?" Sahutku ketika membuka pintu.

Dennis memandangku dengan sedikit terkejut. "Apa lo ngebantu security hotel untuk jaga malam? Your eyebags so horrible, Tita!"

Aku mendengus. "Nggak," ketusku.

"Kalian berdua ini apa nggak lapar dan pingin sarapan sih?"

Perutku langsung mulas membayangkan ada dimana Nouri sekarang. "Emang Nouri kemana?"

Si artis mengenyahkan pundaknya cuek. "He is the worst. Lo masih lumayan karena mau bukain pintu. Semalam kalian nggak ngapa-ngapain 'kan?"

Aku melotot kesal. "Ya emang mau ngapain!?"

Dia berdecak heran. "Yaudah, ayo sarapan,"

Aku permisi sebentar untuk cuci muka dan sikat gigi. Dennis benar, kantung mataku pagi ini benar-benar kutukan. Aku meraih ponsel karena khawatir kenapa Nouri bisa menghubungiku, tapi justru mengisolasi diri dengan tidak menanggapi Dennis.

"Crap.." desisku ketika berhasil mengoperasikan ponselku dan mengecek beberapa notifikasinya.

"Kenapa?" Si Artis bertanya.

Almost Home (Complete)Where stories live. Discover now