11

1.7K 235 7
                                    

Aku sudah nggak tahan sih untuk nggak tertawa melihat wajah Nouri yang kayaknya langsung menyesal menjemputku malam ini.

Dia duduk di meja patio yang dua kursinya saling berhadapan. Di atas mejanya ada asbak yang berisi abu sebatang rokoknya tadi dan segelas medium Milo dingin yang baru sedikit sekali dia seruput.

"Silahkan kak Doublecheese burgernya, selamat menikmati," kataku sambil meletakkan sebungkus burger di hadapannya. Cowok itu mendengus.

"Bilangnya closing, tahunya pulang jam sepuluh," cibirnya. "Nggak menantang sih ini,"

Aku nggak berhenti terkekeh geli. "Ya sorry, aku lupa kalau aku tukeran schedule sama mas Iwan kemarin," kataku sambil menyebutkan nama teman se-managerku yang sudah berkeluarga itu. "Waktu aku telepon, kamu lagi apa, Ri?" tanyaku nggak tahan.

Sekilas, bibir Nouri menarik segaris senyum yang lebar. "Lagi di kantor sih, nyelesaiin draft anggaran. Cuma 'kan, nggak ada angin, nggak ada hujan kamu tiba-tiba telepon kalau pulangnya jam sepuluh," jelasnya panjang lebar. "Dikira Jatingaleh-Simpang Lima dua menit doang?" senyum lebarnya berubah menjadi bibir yang sedikit mengkerucut.

"Iya sorry," kataku sekali lagi, lebih melas.

"Nggak ada, nggak ada, sesajennya harus Triplecheese burger kalau gini,"

Aku semakin terkekeh. "Mana ada wey, mana ada," aku menyambit pelan punggung tangan Nouri dengan kotak kacamataku. "Kok nggak dimakan?" tanyaku.

Bukannya jawab, Nouri malah menatapku lama. "Rambut kamu panjang, ya," komentarnya. Out of topic, yaelah.

Bubaran kantor, aku biasanya menggerai rambut sepunggungku sih. Karena peraturan kantor yang mengharuskan mengikat rapi rambut, aku biasanya kalo lagi in charge, ya, mengkuncir kuda rambutku.

Karena salting, dan nggak tahu mau menanggapi omongan Nouri dengan bagaimana, aku mulai membuang muka. "Dimakan dong sesajennya," kataku sambil menyodorkan burger tadi.

Nouri meraih burger yang aku sodorkan. "Kamu sudah makan malam, Ta?" tanyanya sambil membuka bungkusan tersebut.

Aku menggeleng.

Ih, kenapa aku menggeleng sih.

Di luar dugaan, Nouri yang tadinya hendak membuka lipatan demi lipatan bungkus burger tersebut, langsung melipat bungkusan tersebut agar kembali tertutup. Tapi anehnya, kukira dia akan menawarkan burgernya kepadaku karena mengetahui aku belum makan, eh tahunya dia berjalan menuju counter, meminta brown bag kecil dan memasukkan burger itu ke dalam brown bag, kemudian dia masukkan ke dalam ranselnya.

"Makan yuk, Ta," ajaknya kemudian ketika sudah sampai di depanku lagi. "Aku nggak mau berbagi burger itu sama kamu, karena kamu pasti bosan-dan burger itu 'kan dari kamu, masa dari kamu untuk kamu? Udah dikit, harus dibagi dua lagi," tambahnya kemudian.

Aku terdiam.

"Kita cari yang porsinya banyakan, yuk. Sop kaki kambing mau nggak?"

Kenapa ini orang kejutannya bejibun, sih.

Ya, aku bisa jawab apalagi selain mengangguk?

***

Sumpah, kenyang banget.

Sop kaki kambing ini emang terkenal enak se-Simpang Lima, kata Nouri.

"Kayak habis makan dinosaurus," kata Nouri tiba-tiba.

Aku terkekeh. Kemudian mengamati lengan kemeja Nouri yang dilinting hingga siku. "Kamu nggak suka pakai jaket, ya?" tanyaku.

Nouri, yang sedang menghisap rokoknya langsung menatapku kikuk. "Ada," jawabnya.

Almost Home (Complete)Where stories live. Discover now