32

1.3K 216 9
                                    

Aku baru saja mengirimkan sebuah foto bersama; aku, Nouri, Naomi, dan Dennis yang sedang berpose di depan salah satu icon penting berupa terowongan yang ditumbuhi sulir macam-macam dedaunan rambat di Botanical Garden kepada Salma.

Ya, habis doi tanya, rencana hari ini kemana. Ya, aku kirimkan saja salah satu foto berempat kami karena aku malas menjelaskan panjang-panjang. Sebelumnya Salma belum aku kasih tahu juga sih aku kesini dengan Dennis dan Naomi.

Baru lima menit terkirim, sudah langsung dibaca.

Ya, bisa ditebak lah respon seorang Salma seperti apa.

Enalaz Salma : WTFFF IS THAT DENNIS NARATAZ FOR GOD'S SAKE TITAAAAKKK! (08:47)

Sarasyita Alya : he is. (08:51)

Enalaz Salma : aku siap lahir batin sepupuan sm Naomi Jusuf X Dennis Narataz plis (08:51)

Sarasyita Alya : sepupuan my ass (08:55)

"Open gate jam berapa?" Dennis membuka obrolan. Dia sedang berjalan di sampingku. Sementara Nouri membantu Naomi untuk berfoto guna mempromosikan salah satu tempat wisata yang terkenal di Singapura ini. Iya, selain menghadiri acara fashion show di Singapura, Naomi juga didapuk untuk bekerja sama mempromosikan tempat-tempat wisata di Singapura.

Aku sempat salting. Norak-ness ini masih menggelayutiku lho. "Open gate-nya sih jam lima,"

"Tenang, Singapura bukan Indonesia kok. Kalau jam lima, ya jam lima. Itu pun nggak berdesakan, he he he,"

Aku ikut terkekeh. Menyetujui pernyataannya. Benar juga sih. Dulu, ketika Coldplay manggung di Singapura, dan aku diberikan kesempatan untuk nonton bareng Pandu, it was well planned. Banget. Desak-desakan di antrean pun enggak. Padahal, kebanyakkan yang datang ke konser itu ya orang-orang Indonesia. Jadi, agak skeptis, pengaruh panitianya atau berkat participant nya, ya? Errr.. tapi jangan bandingkan juga konser Coldplay di Singapura dengan konser Wali di Indonesia sih. We knew the answer.

"Sudah lama kenal Nouri?" Tanya Dennis tiba-tiba, di luar perkiraanku. "Kalau boleh tahu," dia menambahkan. Mungkin sadar dengan mimik mukaku yang tiba-tiba sedikit terguncang.

"Ya, pertengahan tahun ini."

"Aku sempat kira dia itu gay. Maaf, he he he,"

Aku spontan terbahak. "Separah itu?"

Dennis mengeyahkan bahunya, masih cengengesan. "Dia kurang terbuka sama dunia percintaannya. Sama Naomi pun jarang,"

Aku mengangguk-angguk setuju. Benar juga sih. Sejauh ini, aku juga merasa belum benar-benar mengenal Nouri.

"But indeed. He's a good friend, brother, and probably lover." Dennis menghentikan langkahnya, mengajakku duduk di sebuah bangku panjang. "Kamu pasti tahu Indira Khalif 'kan, Ta?"

Entah kenapa, perasaanku mendadak kurang enak. I've heard this before, jauh-jauh hari yang lalu, dari Salma. Tapi nggak terlalu aku hiraukan karena aku berpikir bahwa Nouri dan aku hanya akan berteman biasa. Then shit happens karena aku menyadari perasaanku terhadap Nouri berubah lebih daripada seorang teman, bahkan sahabat, bahkan mega sahabat.

"Mantan pacar Nouri dulu, ya?" Aku memastikan.

Dennis tampak sedikit terhenyak. "Kayaknya sih,"

Aku menghela nafas berat. Ketika dulu diberitahu Salma tentang kedekatan Nouri dan Indira dulu, aku tidak segelisah ini. Well, it's freakin' Indira Khalif, men! Seorang wanita yang menurutku alpha banget. Dia itu salah satu well-known fashion stylist. Banyak artis terkenal yang memakai jasanya. Bahkan kalau menurut asumsi Salma, artis-artis itu terkenal berkat jasa seorang Indira Khalif dalam menata gaya orang. Ya, meskipun aku baru tahu si Indira ini dari Salma, this is literally just punch me in the face. Seperti aku harus ditarik untuk berlama-lama berdiri di depan kaca. Sekali lagi, it's Indira Khalif. Benchmark ku tinggi sekali.

Almost Home (Complete)Where stories live. Discover now