22

1.3K 206 2
                                    

Tanggal merah bulan September ini, jatuh pada hari Jum'at. Akhir bulan pula. Sementara jadwal aktif sekolah Pandu hanya sampai hari Jum'at. Dia punya waktu tiga hari libur, dan dia sedang main ke Semarang.

"Oh, jadi semalem itu yang namanya Genta," katanya sambil mencamili bolu kukus yang dibeli tante Ida di jajanan pasar pagi ini. Matanya masih fokus ke layar TV, sementara di belakangnya ada aku yang sedang bergelung di sofa sambil mengendus-endus pundak Pandu, menguyel-uyelnya. Aku mengangguk-angguk, tidak berniat menanggapi.

Semalam, aku nggak tahu kalau Pandu sudah tiba di Semarang. Ya, jadwal travelnya memang tiba di agen pukul empat sore. Aku pikir empat sore di hari Jumat, tahunya Kamis malam adikku ini sudah di rumah Salma dan begitu Genta mengantarku pulang kemarin, si Pandu intip-intip dari jendela.

"Ganteng nggak, Ndu?" Salma datang dengan catokan rambut portabelnya. Menggelung-gelung rambut panjangnya yang setengah basah.

"Biasa aja,"

Salma mendengus. "Sama Nouri?"

Kini giliran Pandu yang mendengus. "Aneh. Tanya-tanya cowok kok kayak aku ini anak gadis aja,"

Salma terkekeh puas. "Deu..." sepupuku itu mencubit-cubit pipi Pandu. "Adik ganteng sensi bener sih..."

Pandu menepis tangan Salma dengan geli. "Mbak Salma cari pacar dong, biar ada yang bisa dicubitin juga," omel Pandu.

"Nyuruh-nyuruh. Situ udah ada pacar?" Salma melempar keadaan.

Pandu terkekeh puas.

"Kalian berdua sebenarnya gimana sih, Ta?" tanya Salma tiba-tiba.

Aku mendongak. "Kalian siapa? Aku sama Pandu?"

Salma mendengus. "Nice try,"

"Sebenarnya mbak Tita sama Nouri atau sama Genta?" Pandu menjelaskan.

"That's exactly what I mean. Pandu yang masih SMA aja udah pintar, kamu yang masih bego, Ta, dipepet dua orang sekaligus tapi belum tahu mau pilih yang mana,"

Ada rasa sedikit gondok di benakku. "Orang temanan semua, pilih apaan," elakku.

"Jadi orang tuh jangan terlalu cuek. Nanti kalau dua-duanya diambil orang, kapok lho. Ya, nggak, Ndu?"

Pandu mengangguk ringan.

Aku memilih diam.

"Aku mau ketemu dong!" seru Pandu yang membuatku langsung bergidik ngeri. Membayangkan Pandu dan Genta mengobrol pasti akan kelihatan menyeramkan. Bukan apa-apa, aku takut kalau jatuhnya Pandu jadi rese ke Genta. Kayak nggak tahu kelakuan Pandu itu aslinya bagaimana.

"Nggak," jawabku mantap.

Hening. Sepertinya Pandu menyerah.

"Mbak libur hari ini?" Tanya Pandu kemudian.

Aku mengangguk. "Mau kemana?"

"Hanamasa yuk,"

"Pandu, please, Jogja ada kali Hanamasa."

Adikku mendengus. "Orang pinginnya pas di Semarang,"

***

"Tumben piringnya sama. Lapar banget, mbak?"

Kali ini memang aku memilih piring yang paling besar. Sebelumnya aku sudah pernah sih ke Hanamasa, dan menunya masih sama saja. Entah, rasanya jadi seratus kali lipat lebih menggiurkan saja kali ini, padahal menunya nggak berubah sama sekali.

"Resolusi tahun ini; menuju proporsional," jawabku.

Pandu yang sedang mengunyah Osinko langsung terkekeh. "Kata mas Nouri, berat badan mbak nambah,"

Almost Home (Complete)Место, где живут истории. Откройте их для себя