5

2.8K 290 10
                                    

Aku menyesap teh hangatku sambil mengamati jam yang ada di layar komputer.

Beberapa menit lagi, waktuku untuk pulang. Ya, Salma memang nggak akan jemput seperti biasanya, sih. Aku juga nggak masalah dengan pulang naik taksi selepas magrib. Yang benar-benar aku khawatirkan saat ini adalah bagaimana keadaanku nanti ketika bertemu Genta.

Sesaat kemudian, Hanan masuk. Hanan adalah manager juga disini. Cuma, kalau pakai istilah senior-junior, Hanan masih baru banget. Baru satu tahun mungkin.

"Kios atas aman 'kan, Nan?" tanyaku begitu dia masuk.

Gadis berjilbab itu langsung duduk dan mengangguk. "Aman, mbak. Barusan udah aku spot check. Mbak Tita nggak pulang, to?"

Aku menengok arlojiku. Pukul empat lebih lima belas menit sore. Lima belas menit lagi, waktuku pulang. "Ngusir nih? Hehe," gurauku sambil terkekeh geli.

Hanan ikut terkekeh. "Hehehe, ya enggak, to. Cuma nanya aja, mbak. Biasanya 'kan sambil menunggu detik-detik kepulangan, mbak Tita beres-beres, atau YouTube-an di komputer," katanya ringan. "Nah ini? Kok cuma bengong?" tanyanya.

Hanan ini asli Semarang, dan logat Semarang-nya khas banget. Nggak selembut logat orang Solo, sih, tapi nggak sekeras logat Surabaya juga. Kedengarannya lucu, polos-polos tapi ayem.

"Bingung aja, Nan, mau ngapain. Sepulang kerja juga belum bisa pulang," jelasku.

Hanan menaikkan alisnya. "Lho, lha kenapa e, mbak?"

Aku cuma mesem.

"Wah, mau nge-mall dulu nih pasti sama pacar barunya mbak Tita?" tembaknya.

Aku menggeleng cepat.

Hanan mengernyit. "Lho, lha terus mau apa e, mbak?" tanyanya belum menyerah.

"Assalamualaikum!" seru seseorang sambil memasuki manager room. "Lho, Ta, kok masih disini, sih? Orangnya udah nungguin, noh," katanya kemudian yang langsung membuatku ingin melemparnya dengan galon.

Hanan menatapku bingung. "Whoah, mbak Tita ki meh kopi darat, yo?"

Aku berdecak panik.

Golby kembali mengomel sambil memasang dasinya. "Pokoknya gue udah bilangin, ya, orangnya udah di luar. Mana gue telat lagi, gue nggak bisa jadi mata-mata sebentar 'kan," malah Golby menggerutu sendiri.

Aku cuma geleng-geleng.

"Mbak Tita mau ketemuan dengan keadaan seperti ini, mbak?" tanya Hanan sambil memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Tauk tuh, Nan. Ajarin dia kek, mau ketemu cowok, biar cantikkan dikit," Golby ikut komentar. "Aduh, ini nggak ada yang mau bantuin gue benerin dasi, ya?"

Hanan berdiri dan membenarkan tali dasi bagian belakang Golby. "Ini yang mau ketemuan siapa, to? Kok yang ribet jadi mas Golby?" cibir Hanan.

"Iya tuh, Nan, jadi Golby yang ribet," imbuhku.

Sekarang, aku dan Golby jadi kayak adu lempar umpan.

Golby nggak menggubris. Dia hanya membenarkan kerah kemejanya yang sudah berdasi, kemudian berlalu keluar manager room untuk mengecek kondisi warung. Baik crew, maupun keadaan restoran.

"Orangnya di patio, Ta," kata Golby sebelum keluar manager room.

Seketika, aku dan Hanan saling berpandangan.

Sesaat kemudian, aku mendapati Hanan mengamati CCTV dan mengamati orang-orang yang sedang duduk di sekitar patio. "Yang mana, mbak?" katanya sambil menyipit-nyipitkan mata.

Almost Home (Complete)Where stories live. Discover now