5 | Bhumi Mataram

Start from the beginning
                                    

"Ehm...apa itu?" tanyanya.

"Oh iya, jangan lupa kenakan ini saat kau sudah mandi ya," timpalnya sambil menyodorkan barang bawaan tersebut.

Sebuah kain berwarna merah bermotif bunga cempaka warna kuning dengan sewek berwarna cokelat panjang. Ratih memandangi kain itu, ia senang melihatnya namun ia mengembalikannya lagi pada Laras.

"Terima kasih, tapi ... aku tidak bisa" tolaknya.

"Tidak bisa?"

"A–aku tidak tahu cara memakainya."

Laras terlihat tidak senang, kedua matanya mengamati cara berpakaian Ratih dari atas hingga bawah dengan cukup lama.

"Bagaimana bisa tidak tahu?" tanyanya tak yakin.

Ratih mengangkat kedua bahunya.

Laras mengembuskan napas gusar, "Lalu apa kau akan mengenakan itu terus seumur hidup?" tukasnya.

Ratih terlihat berpikir sejenak, memang benar apa yang dikatakan Laras. Ia tidak memiliki pakaian ganti lain selain ini.

"Aku akan membantumu," ucapnya.
Akhirnya Ratih pun mengalah, diturutinya apa kemauan cucu tunggal Resi Adwaya itu.

"Sudahlah. Mari kutunjukkan tempat mandinya." tangannya menggandeng pergelangan tangan Ratih. Ratih yang masih setengah mengantuk itu melangkah dengan terseret-seret.

Laras mengantarkan Ratih ke sebuah bilik kecil dengan sumur di dalamnya. Kemudian ia memberikan wadah tanah liat yang di dalamnya terdapat ramuan kunyit untuk lulur mandi.

Setelah itu, Laras membantu Ratih sambil mengajarkan padanya cara melilitkan kemben dengan benar seperti yang dikenakannya. Ia juga membantu merapikan rambut hitam kecokelatan milik Ratih. Karena rambutnya yang tidak terlalu panjang, maka Laras hanya merapikannya ke belakang tanpa menyanggulnya.

"Lihat, kau cantik sekali," puji Laras.

Ratih mengaca di depan sebuah cermin usang dengan ukiran bunga di pinggirannya. Penampilannya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Namun, ini jauh terlihat lebih baik. 

Kini ia terlihat seperti wanita-wanita jawa pada umumnya. ia juga terlihat mirip dengan seseorang di sebelahnya, yang membedakan hanyalah Kulit putih pucatnya dengan kulit kuning langsat milik Laras.

"Terima kasih telah membantuku," ucapnya sambil terus memandang bayangan dirinya dengan senyuman yang merekah.

"Tentu saja. Oh iya Ratih, kata kakekku kau adalah pendatang yang berasal dari negeri sangat jauh. Benarkah itu?"

Ratih yang mendengar pertanyaan tersebut sontak membalikkan badannya menghadap Laras. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Apakah kenyataan kalau ia hilang ingatan atau berbohong agar identitasnya tidak selalu dipertanyakan.

"I..iya." bodoh sekali, Pikirnya. Ia tidak tahu apa yang tengah dipikirkannya hingga satu kata tersebut meluncur begitu saja dari bibirnya.

"Begitukah? Negeri apa itu?" tanyanya lagi.

Ratih menelan ludah. Ia merasa sangat bodoh sekali karena tidak tahu apa lagi yang mesti ia katakan. Padahal, ia sendiri juga tidak tahu ini di mana. Ia terdiam cukup lama, hingga membuat wanita di depannya lelah menunggu.

"Em... itu..."

"Ah... Sudahlah yang terpenting kau sekarang mempunyai kehidupan baru di sini."

Ratih menghembuskan napas lega namun tiba-tiba Laras menarik pergelangan tangannya.

"Ayo temani aku, aku akan pergi ke pasar dan agar kau tidak bosan di sini lebih baik sekalian berjalan-jalan. Rugi sekali jika kau tidak pernah mengunjungi pusat perdagangan Mataram yang terkenal hingga penjuru negeri"

ABHATIWhere stories live. Discover now