"Hah?" Pipi Vella merona seketika. Sedetik kemudian ia memukul lengan Alan. "Apaan sih!"

Alan tertawa. "Gak kok, bercanda."

"Yaudah, aku masuk dulu ya."

Tatapan Alan tertuju pada kepala Vella. Sedetik kemudian, ia tertawa kecil.

"Kenapa?" heran Vella.

"Helmnya dibawa tuh?" tanya Alan seraya menunjuk benda di kepala Vella dengan telunjuk.

Vella yang baru sadar itu langsung mendaratkan tangannya di atas helm. Tiba-tiba, ia tertawa kecil mengingat kebodohannya sendiri.

"Bisa lepasnya, nggak?"

Vella nyengir. "Enggak. Hehe."

Alan memajukan tubuhnya, lalu melepaskan helm itu dari kepala Vella. "Lain kali, belajar pake helm ya."

Vella tertawa. "Iya deh iya. Yaudah, aku masuk dulu ya."

Saat Vella ingin berbalik, Alan mencegahnya dengan menarik tangan Vella pelan.

"Apa?" tanya Vella bingung.

"143," kata Alan cepat.

"Hah?" Otak Vella yang memang lemot itu membuatnya terbengong-bengong.

Alan mendesah pelan. Ia memajukan tubuhnya, lalu berbisik di telinga Vella. "I love you."

Mendengar itu, Vella terdiam. Ia tahu, Alan sangat menginginkan Vella untuk berkata seperti itu juga. Namun, Vella lebih memilih untuk diam saja.

"A-aku masuk ya." Alan hanya mengangguk sebagai jawaban.

Melihat Vella yang sudah memasuki rumahnya, Alan menghela napas berat. Ia tahu, membuat Vella mencintainya memang susah, karena Vella bukan seperti cewek kebanyakan.

Di dalam rumah, Vella langsung dikejutkan oleh ibunya yang sedang nonton TV di ruang tengah. Vella tersenyum tipis, lalu duduk di sebelah ibunya.

"Mama udah pulang kantor?"

Hana mengangguk. "Kamu sekarang udah berani bohong ya sama Mama."

"Bohong apa, Ma?"

Hana tersenyum. "Itu tadi pacar kamu?"

Skakmat. Vella tak tahu harus menjawab apa.

"Udah, gak usah dijawab, Mama udah tau kok. Tapi, lain kali jangan bohong sama Mama ya, Vella. Tadi kamu bilang mau ke rumah Jean, tapi malah pacaran sama pacar kamu," kata Hana. "Oh iya, udah berapa lama pacaran sama dia?"

"Baru tadi pagi, Ma." Vella menjawab dengan kikuk.

Hana tersenyum. "Namanya siapa?"

"Alan."

Hana mengelus lembut kepala putrinya. "Semoga langgeng sama dia ya, Nak."

Vella hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Ah, andai saja Hana tahu bagaimana Alan menembak Vella. Pasti Hana tak akan menyetujui hubungan putrinya dan juga Alan. Karena Hana menginginkan putrinya bahagia dengan cowok yang disukainya.

"Kamu udah makan?" tanya Hana, masih mengelus lembut kepala putrinya.

Vella mengangguk. "Udah, Ma."

Hana mendesah pelan. "Yah, sayang banget. Padahal Mama bikin mac and cheese favorit kamu."

Mata Vella membulat. "Ada mac and cheese, Ma?"

Hana tersenyum seraya mengangguk. "Ada. Mau Mama siapin?"

Vella mengangguk ragu. Mengingat berat badannya yang sudah naik, Vella jadi berniat untuk mengurangi makannya. Tetapi karena Alan, dietnya gagal. Dan sekarang, ibunya menawarkan mac and cheese yang merupakan makanan kesukaannya. Bagaimana cara ia menolak?

Hana terkekeh, lalu mengajak putrinya untuk menuju meja makan. Hana berjalan ke dapur, lalu menuangkan seporsi mac and cheese ke piring yang sudah disiapkannya. Kemudian Hana memberikan piring berisi mac and cheese ke hadapan putrinya.

"Makan ya sayang, Mama pulang cepet karena mau masakin itu buat kamu."

Vella mengangguk. Ah, sudahlah, biarkan saja jika berat badannya naik terus. Yang penting, ia bisa menikmati makanan kesukaannya yang dibuat oleh ibunya sendiri.


She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now