Mendapat banyak novel gratis, siapa yang tak senang? Siapa yang tak mau? Tentu saja semua orang mau! Kecuali jika orang tersebut tidak suka membaca.

Namun karena gengsi, Vella menggeleng. "Gak usah, aku gak mau dibayarin."

"Emang kenapa?"

"Karna ... aku gak suka aja dibayarin."

"Yakin?"

Vella mengangguk.

"Yaudah, emang novel yang pengen kamu beli itu apa aja?" tanya Alan.

"Tadinya banyak. Ini, ini, sama ini. Terus ini." Vella menjawab sambil menunjuk satu-satu novel yang diinginkannya.

Namun, tidak seperti dugaan Vella, Alan mengambil novel-novel yang dipilih Vella, membuat Vella membulatkan matanya.

"Itu kamu ngapain?" tanya Vella.

"Mau beliin novelnya buat kamu lah."

"Hah?" Vella membelalak. "Ih, udah aku bilang gak usah."

Alan terkekeh, lalu mengacak rambut Vella, membuat jantung Vella berdegup kencang. "Udah, gak papa."

"Kamu mau beli apa lagi?" tanya Alan.

Sebenarnya, Vella ingin membeli boneka panda yang dijual di toko buku itu. Tetapi ia ingin membeli dengan uangnya sendiri, bukan dengan uang Alan.

"Aku mau beli boneka panda, tapi aku gak mau kamu yang beliin," ucap Vella. Alan sendiri mengerutkan dahi mendengar perkataan kekasihnya itu.

"Emang kenapa kamu gak mau aku yang beliin?"

Vella mendesah pelan. "Uangnya mending simpen buat kamu. Ngapain sih buang-buang uang?"

"Siapa yang buang-buang uang, sih? Kan aku--"

Vella memotong perkataan Alan. "Pokonya aku mau bayar sendiri. Kalo kamu ngehalangin aku buat bayar, aku bakal marah."

Tanpa mendengar jawaban lagi dari Alan, Vella segera mengambil sebuah boneka panda yang tidak terlalu besar. Vella senang sekali karena uangnya sudah cukup untuk membeli boneka yang diinginkannya.

Di kasir, Alan langsung membayar semua novel yang dibelinya untuk Vella. "Vel, kamu yakin mau bayar sendiri bonekanya? Gak sekalian aja nih?"

"Gak. Aku mau bayar sendiri."

Diam-diam, Alan tersenyum sendiri. Ia tak salah mengklaim Vella sebagai miliknya. Karena Vella berbeda dari yang lain. Zaman sekarang, cewek seperti Vella sudah sangat langka.

"Sini, biar aku yang bawain." Alan mengambil plastik berisi novel dan boneka panda yang digenggam Vella.

"Ih, jangan." Vella berusaha mengambil plastik itu kembali, namun Alan tak memberikannya.

"Udah, gak papa, biar aku yang bawain," kata Alan sambil tersenyum ke arah Vella.

"Ih, jangan kamu yang bawain plastiknya. Nanti orang-orang pikir kamu babu aku lagi."

Alan tertawa. "Mana ada babu seganteng aku?"

Vella terkekeh. "Iya juga sih."

Alan memajukan tubuhnya, lalu berbisik, "Jadi, kamu udah sadar kalo aku emang ganteng?"

Vella menggeleng. "Gak. Biasa aja."

Alan terkekeh. "Halah, kamu gak tau aja. Yang ngejar aku kan banyak, berarti aku ganteng lah."

"Oh ya? Terus, kenapa kamu malah pacaran sama aku? Kamu maksa lagi, gak peduli aku bilang iya apa enggak."

Alan tertawa lagi. "Karena aku sayang sama kamu, Vella."

"Sayang dari Hongkong? Kita aja bahkan gak kenal!"

Alan terkekeh. Tangan kirinya memegang plastik berisi barang-barang yang tadi dibelinya, sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Vella. "Laper gak? Makan yuk!"

Vella menggeleng. "Aku temenin kamu aja ya?"

"Emang kenapa?"

Vella malu sih mau bilang ini. Tapi kenyataannya, ia sedang menghindari makan sore karena berat badannya yang mulai naik.

Alan terkekeh. "Udah, gak usah diet. Yuk, makan!"

Vella mengerutkan dahinya. Alan tahu kalau ia sedang diet?

Alan menggenggam tangan Vella, membawanya ke salah satu restoran Italia yang berada di dalam mall. Vella membulatkan mata, bagaimana Alan bisa tau restoran favoritnya?

●●●

Hello! Gimana chapter ini wkwkwk

She's MINE!! (✔)Where stories live. Discover now