25. Tajhu

9.8K 888 59
                                    

"Dava pulang dulu ya, Bund. Udah malam nih," pamit Dava sambil melirik jam tangannya.

Dia tersenyum manis kepada bunda yang sedang cemberut; seolah tak rela jika Dava pulang.

"Kamu nginep di sini aja dong, Dav. Biar Bunda ada temennya," rayu Bunda.

Tasya mendesis kesal mendengar perkataan bundanya. "Bunda apa-apaan sih?!" protesnya.

"Hus, diem! Sana kamu temenin Bian aja. Bunda mau ngobrol dulu sama Dava. Sana, sana!" usir Bunda sambil memperagakan tangannya seolah sedang mengusir seekor ayam.

Tasya dibuat melongo dengan kelakuan bundanya yang semakin aneh dari hari ke hari. Dia berdecak lalu membalikkan badan untuk masuk ke dalam rumah; menemani Bian yang sedang duduk sendirian di ruang tamu.

"Anak itu udah pulang?" tanya Bian saat Tasya baru saja menduduki sofa di depannya.

Tasya langsung menatap kesal pada Bian. "Dia itu punya nama, Bian! Biasain panggil dia Dava, buakan anak itu terus!"

Entah mengapa Tasya menjadi kesal sendiri dengan Bian. Sudah berkali-kali Tasya mengingatkan nama Dava, dan berkali-kali pula Bian tidak pernah mendengarnya.

"Terserah deh."

Keadaan hening sejenak. Hingga suara motor dihidupkan memecah keheningan itu. Makin lama suara itu makin melemah. Tasya yakin itu suara motor Dava.

Tak lama kemudian, bunda masuk kembali ke dalam rumah dan melenggang pergi memasuki kamarnya tanpa menyapa dua orang yang sedang duduk di ruang tamu, Tasya dan Bian.

"Aku pulang juga deh, Sya," ujar Bian tiba-tiba.

"Oh, oke. Sebentar aku panggilin Bunda."

Tasya berjalan pelan ke arah kamar bundanya. Dia mengetuk pelan lalu membuka pintu itu. "Bunda?" panggilnya.

Dilihatnya bunda sudah membaringkan badannya di atas kasur, berrselimut rapi, dan tidak bergerak sedikit pun. "Bunda udah tidur?" tanya Tasya sambil menyentuh pelan lengan bundanya.

Dan seperti dugaannya tadi, bundanya tidak bergerak untuk merespons panggilan Tasya, hanya terdengar embusan napas teratur yang menandakan bahwa bundanya masih sehat dan kemungkinan masih bisa membuka mata esok harinya.

Tasya lalu keluar dari kamar bundanya dan menutup pintunya pelan.

Mendengar suara pintu ditutup, Bunda membuka sedikit matanya untuk melihat keadaan sekitar. Remang-remang. Dia memang sudah mematikan lampu utama sejak tadi agar aktingnya semakin sempurna. Ya, Bunda belum tidur. Dia hanya pura-pura tidur, agar tidak harus bertemu dengan Bian. Dia sedikit tidak suka dengan teman anaknya yang satu itu.

"Maafin Bunda ya, Sayang," ujar Bunda sambil cekikikan.

***

Hari Senin adalah hari terburuk bagi Tasya. Baru saja dia melangkah kekuar dari kelasnya, sudah ada Bian di depan kelas. Bukan apa-apa, kalau terus-terusan seperti ini, lama-lama Tasya risih juga. Bahkan lebih risih daripada dengan Dava.

"Ayo, Sya, ke kantin," ajak Bian. Tangannya tanpa permisi langsung menarik dan menggenggam tangan Tasya.

"Lepasin, Bi, nggak enak dilihat anak-anak," kata Tasya sambil mencoba melepaskan genggaman tangan Bian.

"Nggak usah dipeduliin."

Tiba-tiba saja bahu kanan Bian terguncang dan hampir saja Bian terjatuh jika tangannya tidak menggengam erat tangan Tasya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati seorang laki-laki yang sedang merapikan buku-bukunya yang berserakan di lantai.

LUKA (COMPLETE)Where stories live. Discover now