8. Jalan

19.1K 1.5K 91
                                    

Malam yang dingin membuat Tasya memeluk dirinya sendiri sambil mengusap-usap lengan atasnya. Dia menatap lurus ke depan dan tersenyum menatap kita keindahan yang selama ini belum pernah dia rasakan.

Tasya melihat banyak kunang-kunang yang terbang rendah tak jauh darinya. Dia tersenyum dan mulai melangkah mendekati kumpulan kunang-kunang itu.

"Andai hidup itu seperti kunang-kunang, yang terbang bebas tanpa peduli masalah yang sedang dihadapinya," ujar Tasya. Tangannya terulur seolah ingin menggapai kunang-kunang itu.

Dava mengernyit mendengar perkataan Tasya. "Kenapa kamu ingin seperti kunang-kunang? Biasanya 'kan perempuan sering ingin jadi seperti kupu-kupu, atau matahari, atau apa gitu."

Tasya menoleh ke belakang. Dia ikut bergabung dengan Dava yang tengah menyenderkan badan pada motornya. Mereka sama-sama menatap ke depan, lebih tepatnya menatap kumpulan kunang-kunang yang ada di depan mereka.

Setelah belajar tadi, Dava mengajak Tasya jalan-jalan sebentar, dan di sinilah mereka. Berdiri berdua menatap malam di atas bukit yang diterangi cahaya bulan serta kumpulan kunang-kunang.

Sesuai perkiraannya jika Tasya sangat senang dia ajak kemari. Tasya bilang bahwa dia belum pernah datang ke tempat seperti ini sebelumnya. Bundanya tidak tahu tempat seperti ini dan dia tidak memperbolehkan Tasya untuk pergi dengan laki-laki sebelumnya. Maka dari itu Tasya langsung mengangguk antusias saat Dava tadi mengajaknya dan sang Bunda mengizinkannya.

"Kenapa? Karena kunang-kunang itu indah. Dia bisa memancarkan cahayanya saat gelap. Dia bisa terbang bebas tanpa peduli masalah yang sedang dihadapinya," terang Tasya, "matahari memang memancarkan cahayanya, tetapi dia jauh di atas sana dan sulit untuk digapai. Sedangkan kupu-kupu, dia memang bisa terbang bebas sama seperti kunang-kunang, tetapi kupu-kupu tidak mempunyai cahaya. Dia sama seperti matahari. Sulit digapai karena dia selalu terbang tanpa berhenti untuk istirahat sejenak. Aku enggak mau menjadi seperti mereka," tambah Tasya.

Dava sampai menoleh ke arah Tasya sambil melongo. Dia tidak menyangka bahwa Tasya bisa merangkai kata-kata itu. Sungguh, ini bukan seperti Tasya yang biasanya!

Dava menormalkan ekspresi wajahnya. Dia tersenyum saat Tasya menoleh ke arahnya. Mereka bertatapan sebebtar sebelum kemudian Tasya mengalihkan pandangannya kembali pada kunang-kunang.

"Kamu enggak perlu menjadi seperti kunang-kunang untuk bisa bebas dari beban masalahmu. Cukup kamu berbagi sama aku, dan kita selesaikan masalah kamu sama-sama. Kamu juga enggak perlu menjadi seperti kunang-kunang yang bisa memancarkan cahayanya. Bagiku, dengan apa adanya kamu pun, kamu sudah tampak bersinar terang di mataku," terang Dava. Matanya tak henti-hentinya menatap Tasya yang berdiri di sampingnya

Tasya kembali menoleh ke arah Dava saat dia mendengar kalimat yang menurutnya sedikit janggal.

Bagiku? batin Tasya sambil mengerutkan dahinya heran. Dia sampai melamun memikirkan makna ucapan Dava tadi.

Tasya tersentak dari lamunannya saat merasakan benda dingin nenyentuh dahinya. Tasya mengerjapkan matanya dan menatap tangan Dava yang masih saja mengelus keningnya.

Mereka bertatapan sejenak di bawah kerlap-kerlip cahaya kunang-kunang dengan tangan Dava yang masih setia berada di kening Tasya. Dengan jarak sedekat itu, Dava bisa menikmati wajah Tasya seutuhnya dan merekamnya dalam memorinya.

Tasya menyentuh tangan Dava dan menurunkannya dengan perlahan. Dia mengalihkan tatapannya ke depan dengan kikuk. Tiba-tiba saja suasana di antara mereka menjadi canggung. Mereka sama-sama diam menatap lurus ke depan.

Hari sudah semakin malam saat Tasya kembali mengusap lengannya karena kedinginan. Padahal dia sudah memakai baju tebal, tetapi tetap saja hawa dingin bisa masuk menusuk kulitnya. Dava yeng melihat itu langsung melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Tasya. Kebetulan saat itu Dava memakai kaos lengan panjang. Jadi dia tidak akan terlalu kedinginan nanti saat di jalan. Dia lebih mengutamakan Tasya daripada dirinya sendiri.

"Enggak usah, Dav. Kamu 'kan di depan!" seru Tasya saat Dava memakaikan jaketnya.

"Enggak apa. Aku 'kan laki-laki. Aku lebih kuat daripada kamu! Udah diam! Duduk manis dan kita pulang," ujar Dava yang mulai menaiki motornya, disusul dengan Tasya.

Mereka pulang dalam keadaan canggung dan hanya diam tanoa ada percakapan. Dava menghentikan motornya di depan pagar rumah Tasya. Tasya turun dari motor Dava lalu menyerahkan helm yang tadi dipakainya. Dia lalu melepas juga jaket Dava yang dia pakai.

"Ini, Dav, jaket kamu," ujar Tasya sambil menyodorkan jaket itu kepada Dava.

"Enggak usah, kaku simpan aja dulu," kata Dava.

Tasya menggeleng tidak setuju. "Enggak. Nanti kamu kedinginan di jalan! Aku udah enggak kepakai lagi. Mending kamu pakai daripada besuknya sakit? Nih!"

Akhirnya Dava mengambil jaket itu dan mengenakannya. Dia berpamitan pada Tasya dan tak lupa titip salam untuk Bunda Tasya. Dava segera melajukan motornya meninggalkan rumah Tasya. Tasya menghela napas laku masuk ke dalam rumah.
   
    
   
***   
 
 
Keesokan harinya, Tasya sudah kembali ceria dan cerewet seperti biasanya. Ada-ada saja tingkahnya yang membuat Dava geleng-geleng kepala.

Sore ini Dava dan Tasya tidak belajar dulu karena Dava yang tiba-tiba dipanggil oleh Bu Ana ke ruang BK.

"Kenapa, Bu?" tanya Dava saat dia sudah duduk di hadapan Bu Ana.

Bu Ana mengulas senyum sebelum menjawab. "Ibu hanya ingin bertanya tentang perkembangan belajar Tasya. Apa ada kemajuan atau tidak?"

"Oh, ada, Bu. Dia lebih mudah paham kalau dijelaskan secara rinci dan pelan-pelan. Dia tidak suka kalau dianggap remeh dan tidak bisa. Dia selalu mengerjakan soal dengan ... ya, kemampuan maksimalnya," jelas Dava.

Bu Ana mengangguk paham. Dia mencatat sesuatu di kertas yang sejak tadi ditatapnya. "Baik. Kalau begitu, nanti akan saya bicarakan pada Bapak/Ibu guru saat rapat. Terima kasih kamu sudah mau membantu Ibu, terutama Tasya. Ibu harap kamu bisa mengajari Tasya perlahan-lahan namun pasti agar dia tidak tertinggal pelajaran terlalu jauh."

Dava mengangguk sambil melempar senyum manisnya. "Tentu, Bu."

"Ya sudah, kamu boleh pulang sekarang," kata Bu Ana. Sekali lagi Dava mebgangguk lalu berdiri. Dia mencium tangan Bu Ana lalu pamit keluar.

Dava sedang berjalan santai ke arah parkiran saat matanya tak sengaja menatap tubuh seseorang yang sedang membelakanginya. Dia merasak kenal dengan bentuk badan itu, tetapi siapa?

Dava berjalan terus menuju gadis itu. Dia berdeham sebentar saat sudah dekat dengan gadis itu. Gadis berjilbab agak lebar itu menoleh ke arah Dava. Mereka sama-sama terkejut.

"Loh, Sya? Kok belum pulang?" tanya Dava setelah dia sampai di dekat Tasya.

"Eh, iya, aku belum dijemput."

Dava mengernyit.  "Ya udah sama aku aja," tawar Dava. Dia melihat jika Tasya sedikit bimbang, dilihat dari ekspresi wajahnya. Tasya sampai melirik-lirik ke depan kalau-kalau Bundanya sudah menjemput.

Bunyi notifikasi mengalihkan perhatian mereka berdua. Mereka sama-sama menatap ponsel Tasya yang sedari tadi digenggamnya.

Bunda 💞
Sayang, Bunda enggak bisa jemput kamu. Kamu bisa pulang sama teman kamu dulu enggak? Tiba-tiba kerjaan kantor banyak banget. Maafin Bunda ya? Bunda janji nanti bakal masak enak buat Tasya. Tapi maaf sekarang enggak bisa jemput.

Dava yang juga ikut melihat ponsel Tasya pun tersenyum dalam hati dia bersorak bahagia. Calon mertua paling pengertian, batin Dava tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

"Ya udah deh," ujar Tasya setelah beberapa saat terdiam.

"Yuk, pulang."

Dava menarik tangan Tasya ke arah motornya. Mereka sama-sama memakai helm lalu Dava mulai menaiki motornya begitu juga Tasya. Dava melajukan motornya keluar dari tempat parkir menuju rumah Tasya dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya.
  
    
     
****  
TBC.  

Hallo!

Jumpa lagi dengan si Tasya, yang lagi mode waras alias enggak lola. 😂😂

Jangan lupa divote dan komen serta share ke teman-teman kalian yak. 😘

Sampai jumpa di bab selanjutnya....

LUKA (COMPLETE)Where stories live. Discover now