4. (b) Ekstra Sabar

22.6K 2K 189
                                    

Dalam hati Dava menggerutu, lulus SD enggak sih, Sya? Gemes deh.

Sabar, Dav. Ingat, dia itu ... ah sudahlah! batin Dava kembali mengusap dadanya pelan.

Lagi-lagi Tasya mengangguk. "Iya ya?" gumam Tasya setelah berpikir lama. "Terus gimana lagi?"

"Sudah tahu diameternya 'kan? Nah, di sini juga ditulis F2-nya 1.600 N. Kita disuruh cari gaya minimum atau F1. Paham?"

"Oh, gaya minimum itu F1? Bilang dong dari tadi!" seru Tasya sambil menunjukkan wajah malasnya.

Dava kembali menepuk dahinya, kali ini lebih keras. Yang salah situ, yang marah situ! Bisa enggak teori: perempuan selalu benar, itu dihapus?! teriak Dava dalam hati. Dia memaksakan senyumnya dan dibalas Tasya dengan kibasan tangan.

Dava menarik napas panjang dan berkata pelan-pelan, "Di gambar 'kan ada, Sya. Pas aku nerangin tadi sambil nunjuk gambarnya loh."

"Cuma nunjuk aja, enggak bilang kalau F1 itu minimum!" bantah Tasya seakan tidak mau kalah.

"Gambarnya 'kan sudah menunjukkan seperti itu, Sya."

"Tapi kamu enggak bilang! Jadinya aku enggak tahu! Pokoknya salah kamu!"

Lagi-lagi Dava menghela napas panjang. Dia memilih mengalah saja daripada nanti tambah rumit masalahnya. Karena bagaimana pun juga, melawan orang keras kepala itu susah! Percayalah!

"Iya, iya, aku yang salah, lain kali aku jelaskan yang detail ya? Tapi sekarang sudah tahu 'kan?"

"Tahu apa?" tanya Tasya.

Dava berdeham pelan. "Tahu kalau yang kecil alias minimum itu F1."

Dengan santainya Tasya menjawab, "Oh, tahu kok tahu."

"Bagus. Sekarang kita pakai rumus tadi, terus tinggal dimasukan aja angkanya. F1 = d1²/d2² x F2. Jadi—"

"Eh, kok itu rumusnya beda?"

Dava mendongak saat kalimatnya dipotong oleh Tasya.

"Beda apa lagi sih, Sya?" tanya Dava heran.

"Tadi 'kan F1/F2 = d1²/d2². Kok sekarang seperti itu?" Tasya mengerutkan dahinya lagi. Menatap Dava dengan pandangan penuh tanyannya.

"Yang dicari 'kan F1, Sya."

"Memangnya bisa F2-nya dipindah gitu?" tanya Tasya dengan polosnya.

"Ya bisa dong. Nih, buktinya," ujar Dava sambil melingkari rumus tadi.

"Yang bisa-in siapa?" tanya Tasya.

"Ya dari sananyalah, Sya!" jawab Dava. Dia mengacak rambutnya kesal.

Dia sudah frustrasi dari tadi tidak selesai-selesai hanya menjelaskan satu materi saja. Dava lebih memilih mengerjakan 200 soal olimpiade daripada menjelaskan materi kepada orang keras kepala yang tidak paham dengan penjelasannya. Ditambah sifat polosnya yang ... ah sudahlah! Tapi masalahnya, ini Tasya! Mana mungkin dia berani mengungkapkan apa yang dia pikirkan tadi. Bisa-bisa Tasya membencinya nanti! Dan Dava tidak menginginkan hal itu terjadi. Sungguh!

Wajah Tasya berubah cemberut. "Iya, ya ampun, Dav, gitu banget. 'Kan aku enggak tahu."

"Iya, Tasya ...," sahut Dava, "lanjut ya. Sekarang masukin angkanya, gini." Dava mencontohkan dengan menulis di buku tulis.

"Jadi, hasilnya itu 100 N. Jangan sampai lupa sama satuannya ya! Gaya itu Newton," peringatan Dava pada Tasya yang hanya mengangguk; seolah paham.

"Sudah paham 'kan, Sya?" tanya Dava memastikan.

LUKA (COMPLETE)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें