2. Pinta Bu Ana

33.6K 3K 379
                                    

"Ya, Tasya, silakan masuk!"

Bu Ana tersenyum ke arah Tasya yang sudah berjalan ke arahnya. Dava menoleh saat kursi di sampingnya berderit. Terlihat Tasya sedang tersenyum kikuk di sampingnya; seperti salah tingkah.

Bu Ana memegang pulpen seraya mengetuk-ngetukannya di atas meja."Emh, jadi begini, Ibu dapat laporan bahwa ... hasil belajar Tasya di kelas itu kurang maksimal." Bu Ana berhenti sejenak; menyiapkan kata-kata yang pas untuk disampaikan kepada Tasya. "Karena kalian sudah kelas dua belas,
sebentar lagi 'kan kalian Ujian Nasional, kalian harus menyiapkan dari sekarang. Mulai kelas dua belas Dava sudah tidak aktif mengikuti lomba 'kan?" Dava mengangguk; menyetujui ucapan Bu Ana.

"Nah, untuk itu Ibu mohon sama Dava untuk bisa membimbing Tasya belajar di rumah pelajaran yang Tasya tidak bisa. Bagaimana Dava? Kamu mau?"

"Maksud Ibu, saya jadi tutornya Tasya?" tanya Dava memperjelas.

Bu Ana tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Bagaimana, Dav?"

"Memang, Tasyanya mau sama saya?" tanya Dava ragu-ragu.

Bu Ana beralih menatap Tasya yang sedari tadi diam menunduk. "Kamu mau 'kan Tasya, belajar sama Dava?"

Tasya mengerutkan dahinya, terlihat sedang berpikir. "Harus ya, Bu?" tanyanya polos.

"Iya dong, biar kamu bisa dapat nilai bagus. Kamu mau kuliah di kampus favorit 'kan?" jelas Bu Ana seraya tersenyum lembut.

"Iya sih, Bu. Ya sudah, boleh deh, Bu," ujar Tasya menyetujui usulan Bu Ana. Dalam hati Tasya berkata, baru aja tadi pagi aku bilang kalau dia nggak pinter, kenapa sekarang dia jadi tutor aku?! Ish! Makanya kalau ngomong jangan sembarangan, Tasya! Kualat 'kan.  

Bu Ana beralih menatap Dava sambil mengangkat satu alisnya seolah bertanya: bagaimana?

Dava menghela napas pendek. Dengan masih menatap Tasya, ia mengangguk yakin. "Insha Allah, saya bisa, Bu!" ujarnya dengan tegas.

Lagi-lagi Bu Ana tersenyum. "Ya sudah, kalian bisa mulai belajar minggu ini. Terserah kalian ingin belajar apa, yang pasti tentang pelajaran yang tidak kalian pahami di sekolah. Kalian bisa saling sharing satu sama lain," tutup Bu Ana.

Dava dan Tasya mengangguk bersamaan, lalu pamit untuk kembali ke kelas masing-masing.

Di luar ruang BK, Dava menghembuskan napas pelan sambil geleng-geleng kepala seolah tak yakin dengan apa yang diucapkannya tadi.

Kenapa aku setuju gitu aja sih? Batinnya merasa jengkel.

"Dav?"

Dava menoleh. Dia menemukan Tasya yang terlihat sedang ragu ingin mengucapkan sesuatu.

"Kenapa?" tanya Dava kemudian.

Tasya membenarkan tekukkan kerudungnya baru kemudian bertanya, "Emh ... kamu nggak keberatan 'kan jadi tutor aku?"

"Oh, enggak kok. Kenapa memang? Kamu nggak mau?"

Tasya menggeleng cepat. "Enggak bukan gitu! Eh, maksudnya tuh, aku cuma tanya saja, siapa tahu kamu keberatan? Soalnya muka kamu kayak nggak ikhlas gitu," jelas Tasya yang melirih di akhir kalimatnya. Ia melirik Dava yang sedang mengernyitkan dahinya.

"Emang mukaku kelihatan begitu?" tanya Dava. Tangannya meraba-raba wajahnya seolah bisa merasakan apa yang diucapkan Tasya lewat tangannya.

Buru-buru Tasya menambahkan, "Bukan gitu, Dav. Maksudnya tuh, gimana ya? Nggak tahulah!" kata Tasya. Ia menjadi bingung sendiri.

Kata-kata Tasya membuat Dava terkekeh geli. Aneh-aneh saja gadis di depannya ini. Tiba-tiba memanggilnya, tetapi tidak tahu tentang apa yang dikatakannya. Seperti orang salah tingkah! Lalu untuk apa Tasya memanggilnya? Dava berpikir jika Tasya hanya basa-basi saja!

"Ya sudah, begini saja, aku ikhlas kok belajar sama kamu," ikhlas lahir batin malah, lanjut Dava dalam hati. "Nah, pertanyaannya, kita mau mulai belajar dari kapan?" Dava berkata sambil bersedekap. Dia menunggu Tasya yang terlihat sedang berpikir.

"Emh, gimana kalau besok sore saja? Kalau nanti aku nggak bisa. Aku ada acara sama Bunda," usul Tasya. Kembali Tasya menyentuh kerudungnya, membenarkan tekukkan yang di rasa meleset dari tempatnya.

Dava mengangguk paham. "Boleh deh. Kebetulan besok aku nggak ada acara apa-apa juga," kata Dava menyetujui usulan Tasya.

"Setelah pulang sekolah langsung? Atau kita pulang dulu ke rumah ganti baju?" tanya Tasya memperjelas.

"Langsung saja. Takutnya lama kalau harus ganti baju dulu."

Tasya mengangguk sambil mulutnya membentuk huruf "O".

Tasya berpikir tentang apa lagi yang ingin dia tanyakan. Lalu dia teringat sesuatu. "Oh, terus tempatnya? Di rumah aku atau kamu? Atau mau di kafe? Apa di perpustakaan sekolah saja? Atau mau di mana?"

"Enaknya di mana?" tanya Dava balik.

"Gimana kalau di rumah aku aja," pinta Tasya dengan nada agak memohon. Bukan apa-apa, masalahnya dia tidak terbiasa pergi bersama laki-laki, apalagi ini hanya berdua. Lagi pula dia belum tahu watak Dava itu seperti apa, sama atau tidak dengan gosip yang beredar selama ini. Maka dari itu dia mengusulkan untuk belajar di rumahnya saja.

"Memangnya kenapa?"

"Ya ... nggak apa juga sih. Di rumahku saja ya?" pinta Tasya penuh harap.

"Oke deh. Jangan lupa makanannya ya?" canda Dava.

"Sip. Beres itu mah!" ujar Tasya sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Oh iya, aku minta nomor ponselmu dong. Biar enak nentuin jadwalnya," pinta Dava. Tangannya merogoh saku celana bagian kanan lalu mengeluarkan ponselnya. Dia mengoperasikan sebentar ponselnya sebelum memberikannya kepada Tasya.

Tasya menerima ponsel tersebut lalu mengetikkan nomor yang sudah dia hafal di luar kepala. Setelah selesai, Tasya menyimpan nomor tersebut. Dengan iseng dia bertanya kepada Dava, "Dav, sudah punya pacar?"

Dava yang ditanya demikian tentu saja langsung gelagapan. Cepat-cepat dava menggelengkan kepalanya. "Eh, enggak kok," jawab Dava sambil meringis.

Tasya mengangguk paham. Dia tidak menoleh sedari tadi, sibuk menunduk dengan ponsel di tangannya. Tasya tersenyum puas saat melihat nama kontaknya di ponsel Dava. Segera saja dia kembalikan ponsel itu kepada Dava.

Sambil berlari, Tasya berteriak, "Maaf ya, Dav. Cuma iseng kok!"

Suara tawa Tasya yang masih terdengar  walau orangnya sudah jauh di depan sana membuat Dava mengernyit bingung. Ada apa dengan gadis itu? Tadi saja kikuk seperti orang salah tingkah di depannya, sekarang justru tertawa seperti sudah akrab dari lama. Seolah melupakan fakta bahwa mereka baru pertama kali berinteraksi. Aneh sekali!

Dava beralih menatap ponselnya, mengecek apakah ada yang salah dari ponselnya sehingga Tasya dapat tertawa aneh seperti tadi.

"Nggak ada yang aneh kok," ujar Dava bingung sendiri. Dia sudah membolak-balikkan ponselnya, tetapi dia tetap tidak menemukan sesuatu yang janggal.

Lalu dia mencari kontak Tasya. Awalnya dia menulis kata: "Tasya", di kolom pencarian. Tetapi nama yang muncul membuat sudut bibir Dava terangkat.
             
            

Tasya Cantik 🌸

  
  
**** 
  
TBC.  
   
Hallo semuanyaa...
Aku kembali lagi dengan cerita Dava-Tasya. 🙌

Ada yang kangen? #pedebanget #plak 😂

Gimana pendapat kalian tentang bab ini?

Yuk guys, ditekan bintangnya di pojok kiri bawah. 😍  Dikomen juga. 😍

Oh iya, sekadar pemberitahuan saja. Aku balas komentar kalian pakai akun pribadi aku ya → 7BlackStar
Kalian bisa tanya-tanya sama aku di sana. 😆

Oke deh, sampai ketemu di bab selanjutnya.... 

LUKA (COMPLETE)Where stories live. Discover now