24. Bertemu Kembali

10.1K 960 53
                                    

Sejak hari itu, Dava menjadi uring-uringan sendiri. Apalagi melihat Tasya yang setiap hari semakin menempel saja kepada Bian, membuat Dava dapat menyimpulkan bahwa dulu Tasya menerima Bian saat dia menyatakan perasaannya.

Tasya sudah mencoba melupakannya. Tetapi dia tidak bisa. Bagaimana mungkin melupakan sesuatu yang selalu kamu lihat setiap hari? Karena nyatanya Dava masih saja mengawasi Tasya dari jauh.

Tetapi anehnya, masalah Dava tersebut tidak berpengaruh dengan ujiannya. Baru saja dia selesai mengerjakan ujian tengah semester, dan Dava yakin nilainya tidak mungkin jelek.

Sejak semester dua ini pun Dava sudah tidak pernah belajar lagi dengan Tasya. Gadis itu masih saja selalu menolak jika diajak belajar bersama. Entah dengan alasan yang sama atau sudah berbeda. Dan sejak itu pulalah Dava selalu datang ke rumah Tasya bertamu dengan bunda Tasya saat Tasya pergi bersama Bian, membuat hubungan Dava dengan bunda Tasya menjadi semakin dekat.

Seperti saat ini, dia sedang menunggu bunda Tasya dengan duduk di ruang tamu. Dia bertamu sesaat setelah Tasya pergi dengan Bian, karena dia sudah mengawasi dari jauh tadi. Biarlah dia dikatakan penguntit. Dava hanya ingin memastikan bahwa Tasya baik-baik saja. Karena jujur saja dia masih tidak yakin dengan kelakuan Bian.

"Diminum dulu, Nak Dava!"

Suara bunda Tasya membuat Dava memutuskan lamunannya. Dia melihat bunda Tasya yang sedang tersenyum hangat kepadanya.

"Ya ampun, Bund, pakai repot-repot segala. Padahal 'kan Dava mintanya makan malam," gurau Dava. Memang sekarang sudah pukul tujuh malam. Mungkin Tasya dan Bian tadi juga sedang makan malam.

Bunda memutar bola matanya malas. Dia sudah biasa dengan godaan Dava akhir-akhir ini. "Duh, padahal baru aja mqu Bunda suruh pulang loh," balas Bunda dengan seringaian jahilnya.

Bunda Tasya memang meminta Dava untuk memanggilnya Bunda dulu. Katanya agar lebih akrab saja. Dava yang seperti mendapat lampu hijau dari calon mertuanya tentu saja kegirangan. Dia sampai tersenyum tanpa alasan selama dua hari.

"Ih, 'kan Dava anak Bubda juga. Masa nggak boleh makan malem bareng Bunda sih. Sekarang Bunda jahat sama Dava," ujar Dava dibuat sesedih mungkin, membuat bunda Tasya yang harusnya ikut berkakting sedih pun menjadi tertawa keras.

"Udah ah, ini diminum dulu, Dav," lerai Bunda sambil menyodorkan segelas susu cokelat kesukaan Dava. Bahkan bunda Tasya memiliki stok susu cokelat di lemari, yang mana pernah membuat Tasya kebingungan. Tentu saja Tasya bingung, dirinya dan bundanya tidak pernah suka dengan susu cokelat. Tapi mengapa benda bubuk itu bisa bertengger manis di lemari penyimpanan makanannya?

Saat itu Bunda menjawab bahwa dia beralih haluan menjadi pecinta susu cokelat. Dan Tasya hanya mengangguk saja meski masih tidak yakin.

"Kamu temenin Bunda ya sampai Tasya pulang? Masa Bunda sendirian! Bunda 'kan perempuan. Nanti kalau tiba-tiba ada vampir yang mau gigit Bunda gimana? Kamu rela? Hayo?" kata Bunda dengan tiba-tiba yang membuat Dava tertawa keras.

"Ya ampun, Bund. Mana mungkinlah! Vampir juga milih-milih kali kalau mau gigit. Pasti nanti malah gigit Dava yang lebih muda ini. Siapa tau vampirnya perempuan, terus itu adalah jodoh Dava yang Dava cari selama ini?" timpal Dava yang ikutan berkhayal.

"Enak aja! Pasti pilih Bunda dong. Walaupun sudah tua, tapi Bunda masih cantik tahu! Nih lihat, nggak ada kerutannya 'kan?" ujar Bunda sambil menunjuk wajahnya sendiri.

Memang benar, Bunda hampir tidak ada kerutannya di usianya yang sudah menua. Dia masih terlihat awet muda dan cantik, seperti masih berumur tiga puluhan. Dan Dava sudah mengagumi itu sejak pertama kalinya dia bertemu dengan Bunda.

"Nggak ah, Bunda jelek!" sangkal Dava sambil menyeringai jahil.

Bunda balas menyeringai. "Oh, kamu mau Bunda restuin Tasya sama Bian?"

Dava menegakkan tubuhnya dengan tiba-tiba setelah mendengar ucapan Bunda. "Eh, Bunda kok makin cantik aja sih? Tiap hari makin kinclong deh. Bunda makan kulit manggis ya? Jangan berhenti Bund, biar makin kinclong, makin cetar ngalahin artis yang suka bilang sesuatu itu!" rayunya sambil mengedipkan matanya sok manis.

"Jadi, Bunda yang cantik mau ya restuin Tasya sama Dava, jangan sama si anak kota ya, Bund, ya?" lanjutnya.

Bunda menggeleng. "Bunda emang cantik dari dulu dong!"

"Yah, Bund aku 'kan-"

"Assalamualaikum, Bunda!"

Ucapan Dava terpotong oleh suara teriakan Tasya yang menggema di rumah ini. Dava dan Bunda serempak menoleh ke arah pintu utama yang sudah terbuka. Di sana, ada Tasya yang berdiri mematung seperti terkejut dengan seseorang yang bersama bundanya, dan ada Bian yang sedang mengernyit tidak suka sambil menatap sinis pada Dava.

"Waalaikumsalam, Sayang. Sini," suruh Bunda sambil menepuk sofa di sampingnya yang masih kosong.

"Tasya kok berdiri terus? Sini dong, Sayang!" kata Bunda kembali saat Tasya masih saja diam di tempat.

"Eh, iya, Bund."

Setelah Tasya duduk di samping bundanya, dan Bian duduk di samping Dava, Bunda mulai bertanya, "Kamu dari mana aja, Sayang?"

"Em ... tadi cuma jalan-jalan aja kok, Bund. Sambil makan malam juga," jawab Tasya dengan kikuk. Dia masih tidak percaya dengan kehadiran Dava di rumahnya. Pasalnya dia juga tidak melihat motor Dava di depan rumahnya tadi.

"Loh kamu udah makan malam?" tanya Bunda lagi dan dijawab anggukan oleh Tasya.

"Bian, katanya mau langsung pulang?" tanya Tasya dengan polosnya.

Terdengar geraman Bian sebelum dia membalas ucapan Tasya. "Nggak jadi. Nanti aja."

"Ya udah, kalian ngobrol aja dulu, Bunda mau makan malam dulu. Ayo, Dav!"

Bunda sudah bangkit dari duduknya dan mulai beranjak dari ruang tamu diikuti oleh Dava di belakangnya.

"Bunda kok nggak ngajak Tasya juga sih? 'Kan Tasya juga mau makan sama Bunda!" rengek Tasya yang mengikuti langkah bundanya.

Hanya tinggal Bian sendirian di ruang tamu. Dia mengepalkan tangannya sambil mendesis lirih. Terpaksa dia mengikuti untuk makan lagi, meski perutnya sudah kenyang sekali.

"Bukannya kamu udah makan tadi?" tanya Bunda.

"Kan Tasya juga mau masakan Bunda!"

"Ya sudah, sini makan. Ayo, Dava, yang banyak ambilnya!"

Bunda mengambil alih piring Dava dan mulai mengisinya dengan nasi beserta lauk-pauknya. Hal itu membuat semua orang di meja makan melongo. Terutama Tasya yang syok melihat itu semua.

"Ayo, Bian makan juga," ujar Bunda setelah mengembalikan piring Dava. Bunda mulai makan dengan tenang.

"Kok Tasya sama Bian nggak diambilin juga, Bund?" protes Tasya yang mendapat ketidakadilan dari bundanya itu.

"Ambil sendiri! Bunda terlanjur makan nih!" ujar Bunda dengan santainya.

Semua terdiam dan mulai makan dengan tenang.

****
TBC.

Sampai jumpa di bab selanjutnya....

LUKA (COMPLETE)Where stories live. Discover now