5. Flashback

21K 1.8K 117
                                    

Dava merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menghela napas panjang. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang. Ingatannya kembali pada kejadian sembilan tahun lalu, di mana ada seorang anak kecil yang sedang menangis sendirian di bawah pohon rindang di sebuah taman yang biasa Dava datangi setiap sore.

Waktu itu Dava baru berusia delapan tahun. Dia menatap heran pada anak kecil yang terus saja menangis sejak Dava tiba di sana. Dengan bola di tangan, Dava mendekati anak kecil itu dengan perlahan.

"Hai," sapa Dava pada gadis itu. Tetapi dia tidak menjawab, justru semakin meringkuk dan menangis kencang.

"Eh, jangan nangis dong. Aku enggak jahat kok!" ujar Dava kecil mencoba menenangkan gadis itu.

Gadis itu mendongak perlahan, walau masih terlihat jelas binar ketakutan di bola matanya.

"Nama kamu siapa?" tanya Dava.

"A ... Acha," sahut gadis itu dengan masih sesenggukkan.

Dava mulai duduk di samping Acha, bersender pada pohon yang sama. Dia memperkenalkan dirinya sambil menatap Acha dari samping.

"Kamu kenapa nangis di sini? Apa ada yang jahatin kamu?"

Acha sudah mulai santai dan tangisnya sudah mulai mereda, walau masih sesenggukkan.

Acha mengangguk cepat lalu mulai menjekaskan, "Ta ... tadi, Acha lari dari rumah ka ... karena denger suara abang tukang es le ... lewat. Tapi abangnya jahat, enggak mau ngasih esnya ke Acha. Acha nangis, terus jalan sampai ke sini. Ta ... tapi Acha enggak tahu jalan pulangnya." Acha mengusap air mata yang masih saja jatuh ke pipinya.

"Kok abangnya enggak mau ngasih es krimnya sih? Emangnya kamu mintanya kayak gimana?" tanya Dava penasaran.

"Tadi pas abangnya ngasih es krim, dia lihatin Acha terus. Pas Acha mau pergi, dia narik tangan Acha terus bilang kalau Acha belum bayar. Terus esnya diambil lagi," ungkap Acha. Dia menatap heran pada Dava yang sedang menepuk dahinya pelan.

"Kamu kenapa? Kok dahinya ditepuk-tepuk? Kayak Bunda Acha ya suka banget nepuk dahi kalau lagi ngobrol sama Acha," terang Acha sambil tangannya terangkat menyentuh dahinya sendiri.

Lagi-lagi Dava kecil menepuk dahinya bak orang dewasa yang sedang merasa miris.

"Iyalah abangnya enggak kasih kamu es krimnya, kamu aja enggak bayar!" ujar Dava kecil sambil memutar bola matanya malas.

"Bayar itu apa, Dava?" tanya Acha dengan polosnya.

"Kalau kamu mau beli sesuatu, kamu harus bayar pakai uang! Kalau enggak bayar, namanya ngutang! Kata Mama, ngutang itu enggak baik!" terang Dava sok tahu.

Acha mengangguk seolah paham apa yang dijelaskan oleh Dava. "Jadi harus punya uang ya, Dava?" Dava mengangguk.

"Tapi Acha enggak punya uang," ungkapnya. Matanya kembali meredup saat tak sengaja menatap penjual es krim yang ada di pinggir jalan.

"Tunggu! Mama Dava tadi kasih uang jajan deh kayaknya," kata Dava. Tangan kecilnya merogoh saku celana; mencari uang pemberian ibunya.

Dava mengeluarkan tangannya dan terlihat uang senilai lima ribuan yang sudah lusuh berada di tangan mungilnya. "Nah, kita beli es krim yuk!" ajak Dava yang disambut anggukkan antusias dari Acha.

Dava segera bangkit dan menepuk celananya; menghilangkan tanah yang menempel di sana. Tangannya terulur di depan wajah Acha yang masih duduk. Acha menyambut uluran tangan itu lalu bangkit dan melakukan hal yang sama.

LUKA (COMPLETE)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα