13. Copot

14.5K 1.2K 40
                                    

Dava termenung di kamarnya yang dia buat temaram. Hanya cahaya bulan yang masuk melalui celah-celah  gorden kamarnya. Pikirannya masih melayang pada kejadian tadi siang.

Dava sudah menyiapkan mentalnya jauh-jauh hari. Dia bahkan sampai mencari di internet bagaimana cara menyatakan perasaan. Dan dengan keyakinan dan perasaan yang menggebu-gebu, Dava akhirnya bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan. Meskipun gugup menyerang dan keringat dingin pun keluar tanpa seizinnya.

Tetapi jawaban Tasya sungguh membuat Dava tertegun sampai sekarang. Mungkin bagi Tasya ini terlalu cepat. Tapi untuk Dava, dia bahkan sudah menunggu bertahun-tahun untuk sampai pada momen ini; menyatakan perasaannya pada Tasya dan mereka menjadi sepasang kekasih.

Tetapi Dava hanya—baru—sampai pada tahap menyatakan perasaannya. Belum menjadi kekasih gadis itu. Ya, belum.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Dava. Diambilnya benda pipih yang tergeletak manis di atas meja. Dava sempat melirik jam yang ada di atas layar bagian tengah setelah dia mengaktifkan ponselnya. Pukul sebelas malam.

Dava mengernyit heran saat membaca notifikasi yang menyatakan bahwa Tasya baru saja meng-upload foto pada akun Instagramnya. Laki-laki itu menekan notifikasi itu yang langsung membawanya ke postingan Tasya.

Dava bergumam, "Jam segini dia belum tidur?"

Foto itu diambil saat mereka jalan-jalan tadi. Terlihat Tasya yang tersenyum lebar sambil merentangkan tangannya dan menatap lurus ke depan; menatap pemandangan yang tampak asri dari ketinggian. Dava masih ingat betul saat Tasya merengek memintanya untuk mengambil gambar gadis itu yang katanya akan di-upload ke akun Instagramnya.

Dava tidak menyangka kalau Tasya akan benar-benar mengunggah foto itu di jam selarut ini. Mengapa gadis itu belum tidur? Ingin rasanya Dava bertanya dan memintanya untuk tidur, tetapi sesuatu dalam dirinya seakan menolak hal tersebut.

Dava kembali terdiam tanpa menggerakkan jarinya lagi. Tatapannya tertuju pada senyum Tasya yang terlihat sangat manis di sini.

"Ya ampun, Sya. Kok manis banget sih? Aku nggak kuat!" gerutu Dava sambil memegang dadanya yang terlihat sangat dramatis.

Tidak ada caption di sana. Bahkan komentarnya pun dinon-aktifkan. Dan Dava bersyukur atas hal itu. Dia tidak tahu bagaimana jadinya ketika matanya kembali melihat komentar-komentar penggemar Tasya yang sebagian besar berisi laki-laki.

"Gadis pintar!"

Dava langsung meletakkan ponselnya di atas meja dan mulai merebahkan dirinya di kasur empuk yang setiap hari selalu menemani tidurnya.

Dia bergumam kecil sebelum menutup matanya, "Tenang, sekarang emang cuma kasur yang nemenin aku. Tinggu aja beberapa tahun kemudian, bakal ada Tasya di sini." Dava tersenyum manis sambil menepuk kasur samping kirinya yang sekarang kosong.

Perlahan, mata itu mulai menutup seiring dengan dengkuran halus yang keluar dari mulutnya.

*** 

Dava sedang mengembalikan buku ke perpustakaan saat matanya tak sengaja melihat Tasya yang sedang duduk sendirian di pojok perpustakaan. Gadis itu terlihat sedang serius membaca buku di tangannya. Dava tersenyum lebar dan berdeham pelan sebelum kakinya mulai melangkah mendekati meja Tasya.

"Cewek," goda Dava.

Dava semakin melebarkan senyumnya saat melihat wajah Tasya yang mulai cemberut.

"Nggak usah ganggu aku, Dav! Aku lagi serius nih!" gerutu Tasya. Matanya menatap sebal ke arah Dava yang justru terkikik geli.

Dava berdeham untuk menghilangkan senyumnya. "Lagi baca apa sih? Serius banget sampai yang di sini dicuekin," tanya Dava saat melihat Tasya yang kembali tenggelam dengan bukunya.

Tasya diam, tangannya terangkat dan memajukan bukunya sampai tepat di depan wajah Dava dengan mata masih menatap barisan huruf di depannya dengan seksama.

Dava membaca judul buku itu lalu mengangguk paham. "Kamu ada ujian?" tanyanya kemudian. Tasya hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Mau aku bantuin?" tawar Dava tiba-tiba.

Senyum manis tercetak jelas di wajah Tasya yang kini sudah menatapnya. "Dari tadi dong nawarinnya! Ditunggu-tunggu juga. Dasara nggak peka!" gerutu Tasya.

Bukannya kesal, Dava justru tersenyum miring menatap Tasya yang masih menatapnya. "Nunggu aku nih?" tanya Dava. Terseirat jelas nada menggoda dalam suaranya.

Gadis di depannya langsung mengerjapkan matanya dan menggeleng kencang. "Eh, bukan!" serunya.

"Jangan terlalu percaya diri, bisa?!"

"Padahal kamu sendiri loh yang ngomong lagi nunggu aku," goda Dava semakin menjadi.

"Udah ah! Keburu masuk kalau kita ngobrol terus!" kata Tasya seolah mengalihkan pembicaraan, "sini cepetan bantuin aku!"

Dava memajukan kursinya agar bisa lebih dekat dengan Tasya. "Sini, yang bagian mana?" tanya Dava yang mulai serius.

Tasya menunjuk beberapa bagian yang masih belum dia kuasai dan Dava pun dengan pelan-pelan mulai menjelaskan kepada gadis itu.

Hampir setengah jam mereka berkutat dengan buku, rumus, dan teman-temannya, akhirnya sekarang sudah selesai. Belajar kilat siang ini pun terasa lebih serius, mungkin karena waktu mereka yang tidak banyak sebekum bel masuk berbunyi.

Tepat ketika Tasya baru saja mengembalikan buku ke raknya, bel pun berbunyi dengan sangat nyaring. Mereka keluar dari perpustakaan dan berjalan beriringan menuju kelas mereka masing-masing.

"Sya, nanti mau jam berapa?" tanya Dava. Dia bertanya soal kegiatan rutin  mereka, apalagi kalau bukan belajar?

Tiba-tiba saja Tasya menghentikan langkahnya. Gadis itu menepuk pelan keningnya seolah baru mengingat sesuatu.

"Kenapa, Sya?" tanya Dava yang ikut berhenti dan menatap Tasya dengan pandangan herannya.

"Aku baru inget kalau aku nggak bisa belajar nanti. Sepupuku ulang tahun, dan aku belum beli kado! Gimana ini?" tanya Tasya yang menjadi panik sendiri.

Dava terlihat kecewa saat Tasya mengatakan hal itu. Yah, nggak bisa lihat Tasya dong, kata Dava memelas dalam hatinya. Namun, senyumnya kembali muncul mendengar kata-kata terakhir Tasya.

"Gimana kalau pulang sekolah ini aku anter kamu buat beli kado?" tawar Dava tiba-tiba.

Tasya terdiam sejenak, memikirkan tawaran Dava yang terkesan menggiurkan di matanya. "Oke deh. Pulang sekolah langsung ya? Nggak ada waktu lagi soalnya," ujar Tasya mengiakan tawaran Dava.

Dava berusaha menaham senyumya yang terasa akan melebar mendengar penuturan Tasya. "Oke. Aku tunggu di parkiran."

Mereka pun kembali berjalan hingga tiba di depan kelas Tasya yang masih terlihat gaduh; menandakan bahwa guru mereka belum masuk ke kelas.

"Aku ke kelas dulu ya, Sya."

"Oke."

Tasya sudah membalikkan badannya saat suara Dava kembali terdengar.

"Sya!"

Gadis itu menoleh ke arah Dava yang sedang tersenyum manis.

"Semangat!" ujarnya tanpa suara, tetali begitu berpengaruh bagi jantung Tasya.

Tasya mengangguk kaku sebelum masuk ke kelas tanpa menoleh lagi. Di kelas, Tasya menyentuh dadanya yang berdentum aneh. "Jantungku ..., copot ini, copot!"

**** 
TBC. 

Sampai jumpa di bab selanjutnya ....

LUKA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang