19. Kali Kedua

11.8K 1K 43
                                    

Susah memang untuk memenuhi permintaan Bu Ana. Namun apa boleh buat? Dava melaksanakannya dengan senang hati. Dia bahkan berbicara langsung kepada Bunda Tasya agar tidak ada salah paham lagi. Dan Bunda Tasya dengan inisiatif-nya pun ikut membujuk Tasya agar belajar lagi, mengingat sebentar lagi Ujian Akhir Semester akan segera dilaksanakan.

Dan dengan sedikit enggan pun Tasya menuruti permintaan bundanya. Bukan karena apa, tapi dia masih rindu dengan Bian setelah lama tidak bertemu. Rasanya belum cukup waktu beberapa minggu ini untuk melepas rindu. Tasya membutuhkan lebih banyak waktu lagi. Tetapi waktu itu tidak ada. Dia harus mengejar materi untuk ujian kali ini. Tasya tidak ingin mengecewakan bundanya lagi.

Tentu saja Dava sangat senang mendengar jika Tasya mau kembali belajar. Tidak dapat dipungkiri, Dava sunggguh merindukan gadis manis itu. Rasanya ingin menatap wajah Tasya setiap hari tanpa menoleh ke mana-mana lagi.

Dan di sinilah Dava, menatap Tasya yang sedang serius dengan buku di tangannya.

"Udah paham belum?"

Pertanyaan itu yang terlontar pertama kali ketika melihat wajah Tasya yang tampak masih bingung. Dava mendengkus pelan saat sebuah cengiran muncul perlahan di wajah cantik Tasya.

"Jangan pura-pura paham, tapi akhirnya bingung nanti pas ngerjain soal. Nggak usah gengsi segala. Cuma sama aku juga," ungkap Dava yang lagi-lagi mendapat cengiran khas Tasya.

Tasya menegakkan duduknya. "Aku nggak gengsi kok," ujarnya, "buktinya aku ngomong sama kamu." Tasya kembali cengengesan sambil menyesap sedikit kopi yang tadi dia pesan.

Besok adalah hari terakhir Ujian Akhir Semester. Dava pun sejak awal diadakan ujian sudah memaksa Tasya untuk belajar setiap hari sepulang dari ujian. Awalnya Tasya menolak. Dan Dava harus menahan kesal saat Tasya lebih mementingkan Bian daripada nilai ujiannya. Tasya mengeluh kalau pasti otaknya sudah penuh dengan ujian-ujian paginya, mana sempat otaknya mengingat pelajaran sesaat setelah dia membuat otaknya bekerja keras untuk menjawab soal-soal yang dianggapnya seperti ujian hidup; sulit.

Namun, iming-iming akan ditraktir es krim pun mampu membangkitkan semangat Tasya kembali menjadi semangat empat-lima. Tasya mengangguk antusias dengan syarat jalan-jalan dulu sebelum belajar, dan Dava menyetujuinya.

Saat ini mereka sedang berada di kafe dekat sekolah yang tenang jadi mereka tidak terganggu saat belajar. Tanpa Bian tentu saja. Dava sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dari Tasya yang sedang serius membaca materi, mengulang apa yang sudah dijelaskannya tadi.

"Dav, setelah ini kita pulang ke mana? Jalan-jalan dulu yuk?" ajak Tasya yang sudah menutup bukunya.

Dava mengernyit sesaat lalu menegakkan tubuhnya. "Udah belajarnya?" tanyanya yang ikut membereskan buku-buku di atas meja.

Tasya mengangguk sebagai jawaban. Dia memasukkan semua bukunya ke dalam tas lalu meneguk kopinya yang sudah dingin.

"Yakin yang tadi udah paham?" tanya Dava sekali lagi memastikan.

Tasya memutar bola matanya malas. "Udah ya ampun, Dav! Kamu kok ngeraguin aku sih!" gerutu Tasya. Dia berdiri lalu berjalan begitu saja keluar dari kafe; meninggalkan Dava yang sedang mengusap tengkuknya.

"Karena emang patut diragukan, Sya," gumamnya.

"Dava, ayo!" teriak Tasya yang akan sudah ada di dekat motor Dava.

"Iya, Sya. Ya ampun."
  
    

*** 
    
     

"Kita mau ke mana sih, Dav? Dari tadi muter-muter mulu!" gerutu Tasya sambil memanyunkan bibirnya. Dia bosan sedari tadi hanya duduk diam di boncengan Dava. Pantatnya pegal, bahkan Tasya menduga jika sebentar lagi mungkin akan mati rasa.

LUKA (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang