22. Lapang Dada

10.4K 941 67
                                    

Hampir seminggu ini, Dava selalu mengganggu Tasya. Entah itu lewat pesan atau pun telepon, maupun secara langsung. Tak jarang Dava berkunjung ke rumah Tasya hanya untuk menemui gadis itu. Jujur saja dia rindu dengan si gadis polos itu. Dan selama itu pula Tasya merasa terganggu. Apalagi dengan usaha Dava yang tak pernah menyerah. Sudah lima kali Dava menyatakan perasaannya, dan Tasya selalu saja menolak.

Tentu saja Dava tidak menyerah! Dia justru semakin gigih untuk mendekati Tasya. Bukan karena apa, hanya saja hatinya sudah terpaut oleh gadis manis itu. Sulit rasanya untuk lepas dari Tasya. Walaupun semakin hari sikap Tasya semakin jutek kepadanya.

Seperti saat ini, di mana Dava sedang duduk manis di sofa ruang tamu rumah Tasya, ditemani sang calon mertua—begitu Dava menyebut bunda Tasya—yang menyambutnya dengan ramah.

"Kamu kayaknya nggak pernah liburan ya, Dav? Kok main ke sini terus," canda Bunda Tasya.

Dengan sedikit cemberut Dava menjawab, "Jadi Dava nggak boleh nih ke sini lagi?" ekspresi Dava dibuat sesedih mungkin. "Padahal tinggal besok loh sisa hari liburnya. Tante yakin nggak bakal kangen sama Dava kalau Dava nggak main ke sini?"

Bunda Tasya mengangguk dengan mantap. "Nggak bakal kangen!" Lalu terkekeh geli saat melihat wajah memelas Dava.

Mereka sudah biasa bercanda seperti itu. Dava sudah tidak canggung lagi dengan calon mama mertuanya itu. Dava bahkan sampai menamai kontak bunda Tasya dengan nama: Mama Mertua 😍

Ada-ada saja Dava ini.

Padahal ... belum tentu Tasya mau menjadi kekasihnya.

Nggak papa, namanya juga usaha, batin Dava menyakinkan dirinya sendiri.

"Tan, kok Tasya lama banget ya?" ujar Dava dengan polosnya. Astaga, tidak punya sopan santu dengan calon mama mertua memang!

Bunda Tasya mengernyit bingung. "Iya ya?" jawabnya setelah melihat jam yang ada di dinding.

Pasalnya sudah satu jam lebih Tasya masuk ke kamarnya, tetapi sampai sekarang gadis itu belum juga keluar.

"Bunda susul dulu ya, Dav? Takutnya ada apa-apa," pamit Bunda Tasya. Telihat jelas raut wajah cemas di sana, yang membuat Dava juga ikutan cemas.

"Sya?" panggil Bunda sambil mengetuk pintu kamar anak gadisnya.

"Iya, Bun?"

Terdengar nada suara Tasya seperti orang malas. Lalu pintu terbuka dan terlihatlah Tasya yang masih menggunakan pakaian tidurnya yang sama seperti sebelum dia masuk kamar. Bunda mengintip kamar Tasya dan menemukan laptop yang masih menyala; menayangkan salah satu film yang sedang di-pause. Di sampingnya, ada berbagai jenis makanan ringan yang sudah dibuka.

"Kamu ... lagi ngapain, Sya?" tanya Bundanya dengan raut kebingungan.

"Lagi nonton drakor, Bun," jawab Tasya dengan polosnya.

Dia menggaruk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali dan ringisan pelan dia keluarkan dari bibirnya saat melihat bundanya yang sedang mengelus dadanya.

"Bunda kenapa?" tanya Tasya.

"Boleh nggak Bunda tukar anak?" tanya Bunda tiba-tiba tanpa menggubris pertanyaan Tasya.

"Bunda nggak yakin bisa kuat lebih lama lagi tinggal seatap sama kamu!" keluh Bunda yang kini sudah menatap kesal pada anak gadis satu-satunya ini. Dia sungguh gemas dengan Tasya yang kelewat polos hampir mendekati menjengkelkan.

"Kamu dari tadi nonton film, sedangkan Dava udah nunggu kamu lama banget! Astaga. Yang sopan dong, Sya, sama tamu. Kamu kenapa sih, Sya? Kalian ada masalah? Kalian bertengkar?" omel Bunda sambil berkacak pinggang.

Tasya mengecurutkan bibirnya sebal. "Kan Tasya nggak minta Dava buat nungguin Tasya, Bun. Tasya juga nggak bilang iya pas Dava ngajak jalan. Ya bukan salah Tasya dong, Bun!" rengek Tasya.

Inilah jurus andalan Tasya jika Bundanya sudah mulai mengomel kepadanya. Dia pasti akan merajuk, menunjukkan puppy eyes-nya yang membuat bundanya tidak tega memarahi atau pun menolak permintaan Tasya.

"Ngapain diimut-imutin gitu? Nggak ngaruh ya, Sya!" ujar Bunda, "cepet ganti baju, turun dan temui Dava. Kasihan dia nunggu kamu dadi tadi. Dia pasti lelah. Jangan sampai Dava merasa lelah dan membuat dia menyerah."

Setelah mengucapkan itu, bunda Tasya turun lagi ke lantai satu untuk menemui Dava.

Sepeninggal bundanya, Tasya hanya mampu mengerjapkan matanya dengan bibir menganga. "Sejak kapan Bunda jadi pakar cinta gitu? Dasar, Emak-emak jaman now!" keluh Tasya sambil menghentakkan kedua kakinya, lalu melangkah masuk mengikuti perkataan bunda tercintanya.

Di depan cermin setelah Tasya mengganti bajunya, dia menatap penampilan dirinya yang sangat sederhana. Hanya celana jeans, baju lengan panjang warna putih dan kerudung cantik bermotif bunga-bunga. Tasya merenungkan ucapan bundanya sejak tadi. Wajahnya seperti orang yang sedang berpikir keras.

"Maksud Bunda tadi apa ya?" tanya Tasya kepada dirinya sendiri sambil menggaruk pelipisnya.
     
    
    
*** 

     
      
Dava mendongakkan kepalanya saat mendengar suara langkah kaki mulai mendekat. Dia tersenyum sangat manis kepada gadia yang saat ini hanya menatapnya sambil bergidik ngeri.

Dasar aneh, dari tadi senyum mulu. Kering deh tuh gigi! batin Tasya sambil berlalu menuju motor Dava yang ada di halaman depan.

Dava segera menyusul dan mulai pergi meninggalkan rumah Tasya setelah pamit kepada calon mama mertua-nya itu.
  
   
   
***
  
  
Hari ini Tasya melupakan sejenak masalah Bian dan segala hal yang menyangkut dengan Bian. Dia berusaha menikmati perjalanannya, yang kini membuat Tasya menjadi betah berada di tempat ini. Dufan.

Dava memang mengajak Tasya ke Dufan, agar Tasya bisa lebih tenang daripada beberapa hari belakangan ini yang membuat Tasya menjadi lebih pendiam.

Dava senang bisa melihat tawa lepas Tasya yang sudah jarang dia lihat, apalagi alasan Tasya tertawa adalah dirinya. Mereka kini sudah kembali ke rumah Tasya karena hari sudah sore.

"Sya," panggil Dava.

Tasya yang akan masuk ke rumahnya pun mengurungkan niatnya.

"Kenapa, Dav? Eh, by the way, makasih ya buat hari ini. Aku seneng banget! Kamu baik deh," kata Tasya dengan tulus.

Dava terlihat beda hari ini. Lebih banyak tertawa dan membuat Tasya semakin nyaman.

"Santai aja kali," kekeh Dava. Tasya hanya bisa mengangguk mengiakan.

"Eh, kamu tadi mau ngomong apa, Dav?" tanya Tasya saat teringat panggilan Dava.

"Please, ya, Sya. Mau ya jadi pacarku?" pinta Dava sambil memelas.

Seketika itu juga senyum Tasya luntur. Persepsi tentang Dava yang baik dan menyenangkan langsung hilang dan dihapus oleh Tasya. Dia mendengkus keras-keras sambil melengos.

"Nggak capek apa, Dav? Ini udah keenam kalinya loh kamu nembak aku! Dan kamu selalu tahu jawaban aku pasti enggak! Kenapa masih nanya lagi sih?" pekik Tasya sedikit kesal.

Jujur saja kata-kata Tasya baru saja membuat Dava sedikit sakit hati. Dia tidak pernah tahu bahwa Tasya akan mengakatan hal itu. Dava pun hanya terdiam mematung hingga tak sadar bahwa Tasya sudah masuk ke dalam rumahnya.

Lagi.

Untuk keenam kalinya Dava ditolak.

Dan Dava mencoba menerima itu dengan lapang dada.
   
    
   
****
TBC.

Haii...
Aku double update. Jangan lupa vomment di bab sebelumnya juga ya :)
Thank you 😘

Sampai jumpa di bab selanjutnya....

LUKA (COMPLETE)Where stories live. Discover now