Part 15 - Side B

1.1K 89 45
                                    

Shawn POV

Flashback off - masa kini.

Pagi ini aku hendak menemui Amber. Ada banyak hal yang ingin aku katakan padanya, terutama permintaan maaf. Maaf yang banyak sekali karena aku meninggalkannya semalam. Aku benar-benar kacau minggu ini, banyak sekali hal yang mengganggu pikiranku, dan mengingat kemarin ketika aku bicara padanya untuk mengakhiri ini semua semakin memperburuk keadaanku.

Aku tahu aku bodoh, tapi aku tidak mau menyakitinya lebih banyak. Aku pikir semua itu akan berjalan mudah, tapi betapa idiotnya diriku ketika aku menariknya ke dalam jurang yang sama. Jurang yang kubuat sendiri, lalu menyakiti kami berdua.

Seharusnya aku terus berada di sampingnya malam itu tapi entah mengapa aku tidak bisa berpikir jernih ketika dia mengatakan bahwa semua ini menyakitkan. Saat itu aku hanya ingin memberinya ruang karena jika aku bertindak lebih jauh, aku takut akan semakin menyakitinya.

Aku hendak menyentuh kunci, tapi tanganku terhenti ketika aku melihat sosok Amber dari lubang intip. Dia terlihat sangat resah. Beberapa kali dia hendak mengentuk pintuku namun selalu dia urungkan niat itu. Entah mengapa sikapnya membuatku gelisah. Aku tidak bisa membayangkan hal apa yang membuatnya kemari untuk menemuiku.

Setelah beberapa menit terlewati, akhirnya dia berani untuk mengetuk pintuku. Suaranya begitu lemah, bagaikan tangan itu menolak mati-matian untuk melakukannya.

Kutunggu beberapa saat sebelum akhirnya tanganku memutar kunci lalu membuka pintu dengan perlahan. Jantungku berdegup cepat ketika melihat kepalanya tertunduk. Aku berusaha mati-matian untuk bersikap biasa saja, meskipun sebenarnya hal ini sangat sulit untuk kulakukan.

Secara perlahan Amber menaikan kepalanya untuk menatapku. Kami bertatapan, aku khawatir dia bisa melihat apa yang kurasakan saat ini dan aku juga sangat khawatir dia mampu mendengar detak jantungku yang begitu kencang.

"Aku..." dia menghela napasnya panjang lalu mengalihkan tatapannya dariku beberapa saat sebelum akhirnya perkataan yang mencambuk hatiku terdengar dari mulutnya. "Aku pindah. Aku kemari hanya untuk mengucapkan selamat tinggal." Bisiknya lirih.

Untuk sesaat aku tidak bisa mengatakan apapun, atau melakukan sesuatu. Aku terlalu terkejut dengan ucapannya, tapi aku tahu jelas alasan dari perkataannya itu. Dia hanya ingin menjauh dari rasa sakit yang kubuat, dan aku harus mengikuti permintaannya karena dirikulah yang membuatnya tersiksa seperti ini.

Bibirku rasanya memiliki nyawanya sendiri karena seketika saja aku berkata, "selamat tinggal, Amber." Diriku lebih terkejut lagi dengan ucapan yang kubuat, bahkan aku tidak mengenali suara siapa yang baru saja berkata seperti itu.

Tanganku terkepal disamping tubuhku ketika melihat tetes air mata mengalir di pipinya. Dia dibanjiri rasa kecewa yang amat sangat kentara saat ini. Aku ingin memeluknya, tapi jika aku melakukan itu, aku akan semakin menyiksanya. Mungkin diam adalah hal terbaik yang dapat kulakukan saat ini, meskipun jantungku meninjuku berkali-kali, memaksa untuk segera memeluknya dan memohon agar dia tetap tinggal.

Dia mengelus pipinya yang basah, lalu menarik gagang koper untuk bersiap pergi. "Bahkan disaat terakhir pun aku tetap mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin," ucapnya lirih sembari mengedipkan mata beberapa kali untuk menghalau tangis. "Kupikir itu adalah yang terakhir kali karena aku tidak akan pernah mengharapkanmu lagi. Selamat tinggal, Shawn."

Rasanya jantungku seperti diremas, sakit tidak tertahankan. Bahkan aku kesulitan untuk bernapas, aku ingin menciumnya agar dia bisa memberikan separuh oksigennya padaku. Tapi... lalu apa? Jika aku menciumnya dan menahannya apakah aku sudah siap untuk membuatnya bertahan bersamaku? Apa aku sudah siap memberikan seluruh masa lalu juga masa depanku pada seorang wanita? Akankah suatu hari nanti ada seseorang yang hendak merebutnya dariku?

Amber berbalik lalu menghilang dari pandanganku. Tubuhku masih belum bisa bergerak selama beberapa saat. Mencoba untuk menghirup banyak udara karena untuk saat ini udaraku pergi. Dia adalah segalanya untukku tapi mengapa?! Mengapa aku tidak bisa melupakan masa laluku demi dirinya?!

"Arghh!!" Teriakku geram lalu berbalik dan membanting pintu. Kulempar semua barang yang berada dalam jangkauanku, meluapkan segala macam kebodohanku.

"Sial!!" Kutendang stand lamp sampai terjatuh dan pecah berkeping-keping di atas lantai. Kuambil jam yang berada di rak lalu membantingnya sekuat tenaga. Kukepalkan tanganku lalu kutonjok dinding polos yang berada dihadapanku berkali-kali, tanpa peduli apakah tanganku akan retak atau tidak, dapat kembali digunakan atau tidak. Aku benar-benar tak peduli untuk saat ini.

"Amber." Bisikku lirih dengan air mata yang membasahi pipiku. Tanganku basah, tembokku sedikit berubah warna tapi semua ini tidak bisa menarik kembali ucapan Amber beberapa menit yang lalu.

Tanganku hancur, tapi hatiku lebih hancur lagi.

TBC

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 05, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Back To You [S•M]Where stories live. Discover now