Part 14 - Side B

608 53 15
                                    

Shawn POV

Flashback - lima tahun sebelumnya…

"Shawn?" Tubuhku terlonjak ketika Key memanggil namaku. Aku mendongak untuk menatapnya, dia terlihat kebingungan dengan responku. "Kau baik-baik saja?" Tanyanya sembari membuka tutup selai cokelat.

"Yeah." Jawabku singkat lalu mengambil gelas jus yang ada di depanku dan menegaknnya sampai nyaris habis. Kepalaku terasa berat karena semalam sulit untuk tidur akibat memikirkan wanita yang berada di hadapanku saat ini.

"Aku pergi sekarang oke?" Tanpa kecupan atau sentuhan kecil, aku langsung melenggang ke arah pintu untuk menggunakan sepatuku.

"Pergi lebih awal, eh?" Tanya Key. Tubuhnya memutar agar dia dapat melihatku dari tempatnya duduk.

"Yap." Jawabku seadanya tanpa membalas tatapannya yang terasa begitu tajam dari kejauhan.

Key mendengus, terdengar suara selai yang dibanting ke atas meja. "Apa karena semalam kau menjadi seperti ini?"

"Apa menurutmu aku bisa melupakannya begitu saja? Proyekku gagal, Kailee. Dan kau tahu apa yang membuatnya gagal." Pada akhirnya aku berani untuk menatapnya.

Key mengerutkan kening lalu menggeleng perlahan. "Kau tidak pernah mengungkit-ungkit sesuatu selama ini sebelumnya. Apa yang terjadi padamu?"

"Apa yang terjadi padaku? Bagaimana jika aku bertanya apa yang terjadi padamu dengan Evan Bauer?"

"Shawn!" Bentak Key. Dia menyugar rambutnya dengan tatapan tak percaya dengan sikapku.

Hening sesaat. Keheningan ini menunjukan bahwa salah satu dari kami tidak pernah saling membentak sebelumnya. Keheningan ini membuatku tidak sanggup melihat amarahnya lebih lama. "Aku pergi." Ucapku lemas lalu berbalik dan keluar dari apartemen.

Ini benar-benar buruk. Mengapa aku berubah menjadi pria sensitive seperti ini? Mengapa aku tidak bisa mempercayai istriku sendiri kali ini? Apa ini yang dinamakan dengan jenuh? Aku tidak pernah jenuh bersama Kailee sebelumnya. Semua nampak baik-baik saja sebelum aku menemukan kartu nama sialan itu di dalam kamar.

Baiklah. Aku memang sangat sensitive bila mengingat hal itu, sebaiknya aku segera berangkat menuju kantor dan memikirkan semuanya matang-matang di sana.

•••

"Hari yang buruk hm?" Kubuka mataku lalu menoleh ke samping. Brian tersenyum lalu menatap ke arah angka-angka yang berada di atas pintu lift. "Apa karena proyekmu?"

"Entahlah, mungkin keduanya." Kupijat pelipisku perlahan. Hari ini benar-benar padat oleh jadwal rapat yang sejujurnya membuatku lupa dengan masalah yang sedang kuhadapi sampai pada akhirnya Brian mengingatkanku.

"Semua orang bergunjing mengenai proyek itu, apa kau tidak keberatan?" Setelah pertanyaan itu keluar dari mulut Brian, pintu lift terbuka.

Aku masuk ke dalam terlebih dahulu sembari menjawab pertanyaannya. "Sebetulnya aku tidak terlalu memperdulikan perkataan mereka."

"Aku yakin kau menjawab seperti itu karena tentunya kau memiliki seorang pendukung di rumah benar? Istrimu pasti mencekokimu dengan seluruh perkataan membangun yang membuatmu tidak ambil pusing dengan ucapan orang-orang kantor."

Untuk sesaat aku hanya diam, menyerap ucapannya bagaikan spons basah. "Yeah." Gumamku lalu mengedikkan bahu.

"Kau beruntung karena meskipun gagal mendapatkan proyek besar kau tetap memiliki seorang istri yang mencintaimu dengan segala kesibukan yang kau lakoni setiap hari. Andaikan aku bisa seperti itu."

Back To You [S•M]Onde histórias criam vida. Descubra agora