Part 5 - Side A

635 54 16
                                    

-Can i have your number?-

Amber POV

Sekarang hari sabtu, besok hari minggu. Itu artinya sudah nyaris satu minggu aku tidak berbicara dengan Shawn setelah kami "tidur bersama". Aku ingin meneleponnya, mengiriminya banyak pesan singkat, tapi hanya ada satu masalah; aku tidak memiliki nomornya.

Apa dia pikir sekedar seks berarti one night stand? Hanya satu kali terjadi dan puff! Semuanya kembali kepada kesibukan masing-masing dan berpura-pura tidak ada yang terjadi. Tetapi meskipun begitu, aku tetap saja merindukannya. Aku tahu aku bodoh, hanya saja Shawn tipikal pria yang sulit untuk dilupakan.

Aku sangat ingin mengatakan segala hal kepada Demi. Semua detailnya termasuk perjanjian dan juga syarat yang diajukan oleh Shawn. Tapi sampai saat ini aku masih merahasiakannya. Meskipun terkadang Demi bersikap menyebalkan dan juga tidak berperasaan, dia akan tetap murka bila mengetahui harga diri sahabatnya dipermainkan oleh seseorang.

Dan jujur saja persyaratan dari Shawn benar-benar membuat harga diriku terinjak. Tapi.. Aku tidak bisa berhenti. Entah mengapa aku masih berharap hatinya akan terbuka untukku suatu hari nanti. Tapi mengingat satu minggu ini kami sama sekali tidak berbicara, kemungkinan membuka hati itu menjadi semakin tipis. Setipis benang jahit.

Kepalaku mulai panas memikirkan akhir dari hubungan tidak sehat yang baru saja aku lakukan. Aku tahu semuanya akan hancur berantakan, aku tidak akan mendapatkan akhir yang bahagia. Daripada terus menerus memikirkan hal seperti ini, lebih baik aku pergi ke Pinkberry. Aku tidak peduli sekarang jam delapan atau sembilan malam, aku hanya perlu sesuatu untuk mendinginkan kepalaku.

Aku bangkit dari ranjang, mengambil jaket dari gantungan lalu menggunakannya. Kuambil dompet, ponsel, juga kunci mobil dari atas meja rias. Apa aku harus menghubungi Demi? Aku mulai rindu dengan celetukan tidak pentingnya, terkadang perkataannya mampu membuat hariku lebih baik.

Aku tersenyum sendiri ketika memikirkan segala macam komentar yang dilontarkan Demi setiap kali dia berkendara. Dia selalu mengeluh lelah berteriak, tapi tetap saja dia akan dengan otomatis kembali berteriak hanya karena melihat lampu berubah menjadi merah.

Mungkin karena itulah persahabatan kami tidak hancur meskipun aku selalu berpindah-pindah tempat, dan mungkin itu juga salah satu alasan Mom selalu bertanya mengenai kabar persahabatan kami. Mom pasti berharap kami bertengkar, dan aku mulai mencari sahabat yang dianggapnya "wajar".

Kubuka pintu apartemen lalu senyumku lenyap. Tapi senyumnya mulai terkembang ketika melihatku. Sial, aku selalu lemah bila melihatnya tersenyum.

"Hey," sapanya. Menjadi kata pertama yang dia ucapkan selama nyaris satu minggu. Kulihat matanya mulai merayapi tubuhku, lalu kembali menatap mataku. "Kau mau pergi?" Seluruh tubuhku rasanya meremang hanya dengan tatapannya.

Aku berdehem lalu keluar sepenuhnya dari dalam apartemen kemudian menutup pintu, sama seperti yang dilakukan oleh Shawn. Dia berbalik setelah mengunci pintunya. "Yeah, Pinkberry." Jawabku seadanya agar Shawn tidak bisa merasakan betapa bahagia sekaligus kesalnya diriku karena bisa melihat dia lagi.

Aku bahagia karena ada secuil perasaan lega di hatiku ketika dia tersenyum di awal pertemuan kami, tapi aku kesal karena hari ini dia tampan. Aku lemah pada pria tampan.

"Apa kau selalu terlihat tampan?" Candaku.

Shawn memutar bola matanya dengan senyum geli yang tercetak di wajah indahnya. "Masa? Aku tidak memperhatikan." Sahutnya lalu mengangguk ke arah lift. "Kau duluan."

Aku tahu, Shawn. Kau selalu berjalan di belakangku. Kenapa kita tidak bisa berjalan beriringan sembari bercengkrama? Kenapa kita bahkan tidak bisa terlihat seperti seorang teman?

Back To You [S•M]Where stories live. Discover now