Part 12 - Side B

532 50 8
                                    

Shawn POV

Flashback - lima tahun sebelumnya…

Tadi pagi Key memberi kabar melalui telepon kalau dia akan menghadiri reuni bersama teman-teman satu jurusannya dan Key berkata kalau dia sedikit rindu mereka. Yah, sebuah pesta kecil sih karena yang datang hanya teman yang memiliki waktu luang.

Kebetulan Key jarang sekali keluar rumah saat hamil dan aku berusaha tidak mengekangnya jadi yah sudah pasti aku memperbolehkan dia pergi dengan syarat akulah orang yang akan menjemputnya setelah rapatku selesai.

Aku tidak bisa mengatakan "beruntung" karena bisa pulang lebih awal dari perkiraan sebelumnya karena alasan rapat kami selesai adalah klienku sama sekali tidak merasa senang dengan apa yang telah aku presentasikan.

Mereka tidak terlihat menarik padahal aku sudah berusaha untuk membuat rapat ini terasa nyaman. Mungkin karena pikiranku dikotori hal-hal yang seharusnya tidak aku pikirkan jadi terlalu banyak hal yang membuat konsentrasiku buyar.

Aku sengaja tidak memberi kabar kepada Kailee kalau aku sedang dalam perjalanan menjemputnya. Rasanya seketika datang ke tempat acara bisa membuatnya merasa terkejut, dan mungkin bisa menjadi hiburan kecil untukku yang masih merasa penat akibat beban pekerjaan.

Kuparkirkan mobilku di pekarangan rumah.. Mm.. kalau tidak salah namanya Emma. Ya! Key menyebut-nyebut nama Emma saat di telepon dan dia mengirimkan alamat rumahnya padaku. Sekarang yang harus kulakukan hanya mencari tahu bagaimana wajah Emma.

Aku keluar dari mobil lalu berjalan ke arah pintu depan. Kutekan bell satu kali lalu mundur satu langkah, menunggu pintu terbuka. Rumah ini cukup luas juga nyaman.

Halamannya sangat cocok untuk dijadikan tempat bermain anak-anak, juga rumah ini jauh dari jalan raya yang membuat kita tidak perlu khawatir anak-anak akan kabur ke jalanan tanpa sepengetahuan kita.

Sepertinya keluargaku butuh rumah seperti ini. Mungkin saja bisa aku wujudkan ketika anakku sudah lahir sebagai hadiah untuk Key karena melahirkan malaikat kecil kami.

Pintu terbuka, membuat lamunanku buyar dan kembali ke dunia nyata. Wanita berambut merah tersenyum ke arahku. "Kau pasti Shawn, benar?" Tebakannya mampu membuatku tertawa renyah lalu mengangguk.

"Dan kau Emma?" Tanyaku ragu-ragu. Wanita itu berkata aku penebak yang handal kemudian memintaku untuk masuk. Emma menemaniku masuk ke dalam rumahnya, tapi saat berada di ruang tamu dia meminta izin untuk pergi menyiapkan makan malam.

Aku mengedarkan pandangan, sudah pasti mencari Key. Tatapanku berhenti tepat ketika melihat wanita bertubuh gemuk di ujung lorong yang sedang mengobrol ringan dengan seorang pria. Lawan bicaranya tidak asing. Rambut hitam dengan jambul keriting tidak beraturan.

Sial. Perutku melilit.

Key tertawa mendengar apapun yang diucapkan oleh Evan. Wanitaku menepuk dada pria itu lalu mengedarkan pandangannya. Senyum tawa itu seketika meredup ketika mata kami bertemu. Kulihat gesturnya menjadi kaku, hal tersebut menyita perhatian Evan.

Aku berusaha memasang tampang ramah ketika Evan mengikuti arah pandang Key. Pria itu mengangguk padaku. Key mengatakan sesuatu padanya dan detik berikutnya mereka menghampiriku secara bersamaan.

"Hey." Sapa Kailee lembut lalu berjinjit untuk mengecup bibirku singkat. "Bagaimana rapatnya?"

"Yah, aku tidak ingin membahasnya sekarang." Sahutku seadanya lalu mengedikkan bahu.

"Hey. Evan." Pria yang sudah kubenci sebelum aku melihatnya menyodorkan tangan kepadaku sembari memperkenalkan namanya.

Kuterima jabat tangannya tanpa menujukan rasa benciku. "Shawn." Kataku singkat. Kulirik ke arah Key yang sedang menggaruk belakang kepalanya. Dia terlihat gugup juga resah.

"Aku mendengar banyak hal tentangmu dari Key. Kami baru saja mengobrol kalau kau mengadakan rapat penting hari ini." Ucap Evan dengan gaya sok santai.

Yeah, dan semuanya kacau karena dirimu. "Ah bukan apa-apa, hanya rapat biasa." Dustaku.

"Bagaimana jika kita ke halaman belakang? Emma pasti sudah menyiapkan makan malam untuk kita." Celetuk Key, mengeluarkanku dari pembicaraan rapat ini. Aku tersenyum berterimakasih padanya. Dia membalas senyumanku tapi entah mengapa dia terlihat sangat lelah atau stress atau kesal atau ketakutan.

"You okay?" Tanyaku ketika kami bertiga mulai berjalan ke halaman belakang. Evan berjalan di depan kami. Kupegang erat-erat tangan Key, ingin menunjukan bahwa wanita secantik dia milikku dan saat ini dia sedang mengandung anak kami.

"I'm good." Jawabnya singkat. Kulepas genggaman tangan kami lalu merangkulnya. Kuusap pundak Key perlahan, sebisa mungkin membuatnya merasa nyaman.

Insting Key berjalan sempurna karena Emma memang baru saja selesai membuat makanan. Dia sedang menyiapkannya di meja panjang samping kolam dibantu dengan beberapa orang lainnya. Mereka saling bercanda dan tertawa, sesekali mengatai aku dan Key sebagai pasangan love bird karena aku yang tidak mau lepas darinya.

"Terkadang aku merasa iri padamu, Key. Sampai saat ini aku belum bertemu dengan pria yang tepat." Sambung seorang wanita berambut pendek. Key tertawa lalu membalas perkataan wanita itu. Dia mulai membaur, dan aku merasa sedikit lega bisa kembali menatapnya tersenyum.

Evan memilih bangku terjauh dari kami, sedangkan Key duduk tepat di depanku. Makan malam hari ini berjalan dengan sangat baik. Aku tidak ingat kapan terakhir aku makan, tapi yang jelas ketika melihat hidangan di atas meja, perutku mulai memberontak meminta untuk segera diisi.

Setelah hidangan penutup disajikan, kami mulai berbincang juga bercanda bersama. Tapi sudah pasti untuk saat ini aku hanya menjadi seorang pendengar.

"Kapan kau akan menikah, Evan? Jangan bilang saat nanti usiamu menginjak kepala lima kau baru menyesal karena tidak segera menikah." Celetuk wanita yang tidak kutahu namanya.

"Dia terlalu menyayangi kemaluannya jadi dia tidak mau berbagi dengan wanita lain." Sambung pria berkulit hitam. Mereka semua tertawa mendengar ucapan tersebut sedangkan pria yang sedang menjadi topik pembicaraan hanya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya.

"Dengar, aku masih berusia 25. Perjalananku masih panjang dalam mencari pasangan hidup," katanya. "Lagipula aku cukup menikmati saat-saat bebas melakukan seks dengan siapapun sebelum aku terkekang oleh cincin kawin." Lanjutnya.

"Oh man, kukira gosip-gosip itu tidak benar." Sahut pria itu lagi.

"Hentikan mengatakan itu gosip. Kita tinggal di negara yang memperbolehkan melakukan seks bebas." Evan merentangkan tangannya. Berkata layaknya seorang jagoan.

"Oke, tapi tetap saja terdengar tidak sehat." Sahut Emma.

"Meskipun begitu, aku tidak pernah benar-benar melakukan seks dengan para wanita itu karena saat bersama mereka kepalaku terus mengingat percintaan terhebat yang pernah kulakukan dengan mantanku."

Lalu Key tertawa. DIA TERTAWA. Tertawa disaat semua orang yang ada di meja ini diam. Tertawa ketika tidak ada satupun orang yang membuat lelucon. Tertawa yang tiba-tiba ini membuat kepalaku sakit.

Key meraih gelas lalu menegak isinya. Tatapannya bertemu denganku tapi dengan cepat dia mengalihkan tatapan ke arah lain. Keningku berkerut, pusing dengan kejadian yang baru saja terjadi. Apasih yang lucu di sini?

"Kupikir lebih baik kau pindah ke Vegas." Celetuk wanita berambut pendek. Topik pembicaraan segera berganti, mereka mulai membicarakan teman mereka yang membangun bisnis kasino di Vegas tapi ada satu topik pembicaraan lainnya yang terjadi di sini. Hanya saja tanpa suara.

Kulihat Evan menggerling pada Key dengan senyum menjengkelkan ala pria tanpa martabat melirik kepada gadis-gadis muda. Dan yang menakjubkan adalah Key membalas senyumnya tapi singkat saja karena dia tahu aku berada di hadapannya saat ini. Memperhatikan dan mengawasi.

-TBC-

Back To You [S•M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang