Chapter 32 : The Edge of Their Relationship

7.5K 402 117
                                    

Kami masih di dalam kamar Andre. Dia masih berlutut menunggu jawabanku.

Aku tersenyum tetapi menahan sesuatu di dalam dada "Terima kasih tawarannya, Ndre"

"Tapi bolehkah gue minta waktu, seperti dulu lo menanyakan perasaan gue ke elo" aku teringat saat dia menanyakan apa yang dia rasakan dulu setelah kencan pertama kami. Kalau dulu aku memang masih bingung dengan apa yang kurasakan, sekarang aku hanya ingin mengulur waktu karena aku yakin dengan jawabanku, setidaknya sekarang ini.

Aku melihat ekspresi Andre, aku tahu betul itu adalah ekspresi kaget, tidak menyangka dan kekecewaan yang terukir jelas di wajah tampannya. Demi apapun, aku tidak suka melihat pemandangan itu, melihatnya kecewa seperti itu, sudah jelas hal ini sangat tidak diduganya.

Sudah jelas dia membayangkan jawaban iya dariku, kemudian kita berakhir bahagia selamanya seperti yang selalu dia impikan.

Tapi ini demi kebaikan kita Ndre, sungguh klise.

Tahu apa diriku tentang kebaikan kita berdua, sedangkan aku sendiri tidak tahu apa yang baik untukku. Itu hanyalah alasan yang sengaja kubangun untuk meyakinkan diriku lagi bahwa keputusanku sudah benar.

"Cincinnya bagus, gue simpan ya" tanyaku dengan suara gemetar. Oh tuhan jangan sekarang, please.. please.. please.. menahan air mata dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa itu adalah hal yang sama susahnya dengan mendesain struktur dari awal.

Akan ku simpan cincin ini sebagai kenang-kenangan.

"Boleh tau alasannya?" tanyanya lemah, kemudian Andre duduk di atas kasur terlihat sedih.

Aku menarik nafas, berusaha untuk tegar dan mencegah air mata ini jatuh "Sebenarnya gue mau resign, Ndre" ucapku. Aku tidak akan membohonginya lagi, dia pantas mengetahui semua ini. Mau marah, silahkan Andre.

"Apa?" tanyanya dengan pandangan yang seperti mengatakan 'apa gue tidak salah dengar'

"Benarkah?" dia ingin memastikan kembali. Aku mengangguk pelan.

"Wow" ekspresinya kaget ditambah kecewa yang ditahan "What a random, kenapa?" mungkin dia masih kesal dengan jawaban ngambang-ku yang minta waktu tadi.

"Itulah, Ndre. Sepertinya gue mau istirahat sebentar, terus mau figuring out apa langkah gue selanjutnya, karena di facility ataupun di keseluruhan kantor gue udah gak punya tempat lagi" jawabku.

"Bukan itu pertanyaan gue, Zikra!" ujarnya yang kemudian berdiri marah sambil berkacak pinggang. Ada rasa kemurkaan dari pernyataannya itu. Aku terkejut sekaligus kebingungan.

"Kenapa gak bicara dulu sama gue, we can figuring out everything! Berdua!"

"Apakah gue hanyalah orang lain dalam hidup lo yang gak berhak tau?" tanyanya. "Atau dugaan gue benar, elo selingkuh"

Hanya masalah resign, bisa menjadi besar bagi Andre, apalagi kalau menceritakan kepergianku ini. Tetapi ini bukanlah sekedar mengundurkan diri dari kantor saja, dan mungkin dia telah menyadarinya juga.

"Kapan lo ajuin?" tanyanya.

"Beberapa minggu yang lalu"

"Serius?" dia mendecak, lalu memijit kepalanya.

"Sudah selama itu, dan lo baru kasih tau sekarang, disaat gue sedang berbunga-bunga" dia mengangkat kedua tangannya frustasi "oh my god, hari ini akan menjadi hari yang terbaik" sindirnya.

"dan boom, semuanya langsung hancur" lanjutnya dramatis. Aku hanya semakin merasa bersalah.

"Terus apa rencana lo selanjutnya" tanyanya, masih marah dengan keputusanku itu.

Engineer HomoWhere stories live. Discover now