Chapter 19 : Just Ride

8.4K 404 12
                                    

It's official now, hubunganku dengan Andre. Walaupun tidak ada proses tembak menembak seperti remaja, tetapi kami sama-sama paham hanya dengan sikap dan perlakuan saja.

Aku sekarang berada di dalam sebuah sidang, sidang mengenai kasusku. Pak Wardi yang bertindak sebagai hakim mulai bicara.

"Saudara Zikra, Apakah anda benar menjalani hubungan sesama jenis dengan saudara Andre?" tanyanya.

Aku menelan ludah, panik. Keringat mengucur diseluruh wajahku. Aku tidak tahu mau menjawab apa. Semua orang yang kukenal ada di ruangan sidang ini.

"Saya sebagai perwakilan dari klien, saya akan menjelaskan bahwa mereka berhubungan sebagai rekan kerja, tetapi tidak secara seksual" Steven dengan jas dan kacamata bicara, dia duduk disebelahku. Dia terlihat lumayan juga dengen setelan.

"Tetapi ada saksi yang memergoki mereka sedang ciuman di area konstruksi perusahaan XXX" pengacara yang mewakili negara, pak Jek bicara memotong penjelasan Steven. "Dalam agama sudah jelas hal itu dilarang" Wajahnya melihat kearahku, dengan pandangan jijik.

"Argumentatif!" Bantah Steven "Yang mulia, saksi melihat kejadian dalam jarak 30 meter, dia tidak yakin apakah itu adalah sebuah ciuman, atau hanya terlihat sebagai ciuman. Bagaimana bisa seseorang meyakinkan apa yang dilihatnya dalam jarak sejauh itu, bisa jadi dalam sudut pandang saksi seolah-olah klien saya terlihat sedang berciuman padahal seperti penjelasan klien saya, tidak ada" tambah Steven. Sepertinya dia lebih cocok jadi pengacara daripada Engineer.

Pak Wardi, maksduku pak Hakim mangut-mangut mengelus dagunya "Diterima!" jawabnya. Pak Jek terlihat kesal.

"Saya punya saksi lain yang mulia, saya memanggil nona Annisa untuk maju" Pak Jek melihat kearah kursi belakang termasuk diriku. Beberapa orang-orang dikantor yang duduk di kursi belakang, menatapku dengan jijik. Hendri memberikan jempol terbaliknya, Pak Andi dan Kak Linda geleng-geleng, dan yang paling menyayat hati Ibuku menangis, aku tidak tahu dia datang jauh-jauh ke persidangan ini.

Annisa maju kemudian disumpah, lalu Pak Jek bertanya "nona Annisa, apa hubungan anda dengan terdakwa"

"saya gebetannya pak" jawabnya.

"Menurut anda, selama berhubungan dengan anda, apakah ada kelakuan terdakwa yang mengarah ke tindakan homoseksual?"

"Tidak ada yang spesifik, tetapi dia selalu menolak dan menghindari saya tanpa alasan yang jelas, dia juga jarang terlihat menggoda perempuan cantik di kantor. Sudah jelas dia tidak berminat kepada perempuan" jawab Annisa.

"Tidak ada lagi pertanyaan" Jawab pak Jek dengan tersenyum.

Pak Wardi menarik nafas, "Baiklah, kita serahkan ke para juri"

Satu orang dari kursi juri berdiri, itu adalah Milo. Dia memegang kertas lalu mulai membacakannya "Yang mulia kami para juri, sudah punya keputusan" dia melihat kearahku dengan pandangan merendahkan seperti biasa. Aku semakin tertekan, panik dan takut. Tidak pernah aku merasakan stress yang berlebihan seperti ini.

"Kami memutuskan saudara Zikra" dia menarik nafas, memberi jarak pada kalimatnya. Sedangkan jantungku berdegup sangat cepat, seperti menunggu pengumuman juara Indonesian idol yang sengaja dilambat-lambatkan pembawa acaranya.

"Saudara Zikra, BERSALAH!" sahut Milo dengan tegas. Seluaruh ruangan sidang bergemuruh bahagia, seolah-olah mendengar proklamasi kemerdekaan. Aku sangat ketakutan.

"Oleh sebab itu, kami memberikan hukuman kepada terdakwa agar diarak keliling perusahaan, telanjang. Hahahahah" Milo tertawa licik, evil laugh.

"TIDAAAAAAAAK" teriakku melepaskan semua ketegangan yang ada dalam diri.

***

Sial, aku bermimpi, mimpi yang aneh. Kulihat jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Menoleh kesamping, ternyata kosong. Aku lupa Andre sudah pulang daritadi karena mau mengambil motornya yang diparkir di Silver Continent.

Engineer HomoWhere stories live. Discover now