Chapter 28 : Every Rose Has Its Thorn

5.4K 343 55
                                    

Steven mengajakku ke suatu tempat, ke pantry di dekat office purchasing. Mataku mendapati Annisa sedang sendirian, menyeduh teh diet-nya yang sontak kaget melihat kedatanganku dan Steven.

"Ada yang bisa dibantu bapak-bapak?" tanyanya dengan lagak sombong, sambil mengaduk teh-nya dengan pelan.

"Steve ada apa ini?" tanyaku, aku masih bingung mengapa Steve mempertemukanku dengan Annisa. Aku rasa aku sudah cukup dihina olehnya dan tidak mau kejadian itu terulang lagi.

"Ada apa? Nisa gak ada urusan lagi dengan dia, sebaiknya jauh-jauh aja" sindirnya sambil menyesap teh-nya, matanya tajam menatapku. Dia sungguh berbeda dengan Annisa yang biasa kukenal, kali ini dia terlihat kejam dan tidak lugu seperti biasanya.

"Saya tau kamu yang nyebarin foto itu" ujar Steven percaya diri.

"Foto apa?" tanyanya yang dengan jelas bertingkah pura-pura, "oh Nisa ingat, foto mesum homo yang heboh itu ya?" lanjutnya.

"Mau ngaku? kamu dibalik semuanya?" Steven berkata. Aku tidak mengerti darimana keyakinan Steven bahwa Annisa adalah pelakunya, walaupun masuk akal juga dia menjadi pelakunya, tapi Steven tidak mempunyai bukti untuk tuduhannya itu.

"Apa maksud anda? mau nuduh saya?" lagak Annisa.

"Saya udah ngomong sama anak IT, udah dilacak siapa pelakunya, keliatan dari IP pengguna Wifi kantor" balas Steven, aku sedikit melihat perubahan dengan ekspresi Annisa. Nice move Steve, gak nyangka juga dia sampai minta bantuan anak IT, benar-benar teman yang bisa diandalkan.

"Berdasarkan pasal 19 ayat (1) Undang-undang hak cipta. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak seratus limapuluh juta" tambah Steven. Aku hanya terpana mendengar apa yang diucapkan Steven tadi.

"merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik, undang-undang ITE" lanjutnya. Annisa semakin terlihat ketakutan dan tidak bisa berkata sama sekali.

"Kok lu tau pasal itu" bisikku.

"Gue cek gugel tadi coy" balasnya berbisik.

"Emangnya itu benar undang-undangnya?"

"Nggak tau gue coy" 

"Yaudah gue percaya aja"

"Yang penting gaya gue meyakinkan kan?" tanyanya.

"Yeah" balasku berbisik dan kesusahan untuk tidak tertawa, usaha Steven yang lucu ini patut diacungi jempol.

"Dia nangis coy" ucap Steven sedikit cemas. Annisa terlihat ketakutan dan pucat, matanya berkaca-kaca dan dalam beberapa detik akan tumpah air matanya. "Kayak pacar gue banget, kalo udah terdesak pake jurus menangis" tambahnya.

"Apa yang kita lakukan?" bisikku.

"Biasanya cewe gue digombalin bakalan tenang coy" jawab Steven.

"Yaudah coba elo gombalin" 

"Coba elu deh coy, dia kan naksir sama lo"

"Emang mempan? dia kan udah jijik ama gue"

"Gak tau, coba aja"

Aku merasa aneh sendiri dalam suasana canggung ini, berdebat seperti orang bodoh dengan Steven didepan Annisa yang ketakutan.

"Wuaaaa" teriak Annisa melepaskan tangisannya. Aku dan Steven menjadi panik sendiri.

"Stop-stop dong Nisa" ujarku akhirnya "Kami gak mau ngapa-ngapain kok" aku berusaha menenangkannya.

"Wuaaaa" tangisannya bertambah parah dan semakin keras. Aku dan Steven langsung ketakutan.

Engineer HomoWhere stories live. Discover now